Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memfokuskan kegiatan riset genomik untuk mitigasi pandemi pada masa mendatang.
Menurut siaran informasi dari Humas BRIN yang dikutip di Jakarta, Jumat, sebagian besar penelitian Lembaga Eijkman, yang kini terintegrasi dalam BRIN, seperti penelitian mengenai bakteri molekuler, hepatitis, penyakit tular vektor, dan penyakit akibat infeksi virus masih dilanjutkan.
"Yang kita ingin cari adalah apakah ada virus-virus lain yang nanti bisa tiba-tiba merebak dengan jumlah yang besar sehingga menyebabkan potensi pandemi berikutnya, antara lain apakah ada virus yang berasal dari hewan pindah ke manusia seperti virus zika maupun hantavirus," kata Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN Elisabeth Farah Novita Coutrier.
Selain itu, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman melakukan riset mengenai penyakit sitogenetika atau penyakit keturunan serta penelitian perihal struktur dan perubahan molekuler.
"Untuk sampling-nya kami bekerja sama dengan dinas kesehatan daerah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan," kata Farah.
Baca juga: BRIN kembangkan varietas bawang merah tahan perubahan iklim
Ia menjelaskan, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman bersama Organisasi Riset Elektronika dan Informatika BRIN juga membentuk Kelompok Riset Bioinformatika untuk mengolah data-data dari whole genome sequencing (WGS) agar bisa dipahami oleh para periset dan digunakan untuk penelitian obat ataupun vaksin dalam upaya mitigasi pandemi.
"Saya ingin menekankan bahwa data-data tersebut bisa kita pakai untuk memprediksi kemungkinan pandemi berikutnya, sehingga riset vaksin atau obat-obatan bisa lebih kita arahkan dan berguna misalnya untuk menekan merebaknya virus-virus," katanya.
Koordinator Pelaksana Fungsi Cryo-EM BRIN Sandi Sufiandi menyampaikan bahwa data urutan genom perlu diolah menggunakan metode bioinformatika.
Menurut dia, BRIN memiliki High Perfomance Computing (HPC) hingga 96 node komputasi berkinerja tinggi yang disiapkan untuk mengolah penyimpanan data.
"Selain kita punya koleksi data fisik, baik itu sampel virus, mikroba, dan lain-lain, kita juga punya repository data. Seluruh data riset disimpan di satu tempat menjadi big data," katanya.
"Sudah saatnya riset sampai ke level data science, mengolah big data, sehingga informasinya holistik," ia menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Menurut siaran informasi dari Humas BRIN yang dikutip di Jakarta, Jumat, sebagian besar penelitian Lembaga Eijkman, yang kini terintegrasi dalam BRIN, seperti penelitian mengenai bakteri molekuler, hepatitis, penyakit tular vektor, dan penyakit akibat infeksi virus masih dilanjutkan.
"Yang kita ingin cari adalah apakah ada virus-virus lain yang nanti bisa tiba-tiba merebak dengan jumlah yang besar sehingga menyebabkan potensi pandemi berikutnya, antara lain apakah ada virus yang berasal dari hewan pindah ke manusia seperti virus zika maupun hantavirus," kata Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN Elisabeth Farah Novita Coutrier.
Selain itu, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman melakukan riset mengenai penyakit sitogenetika atau penyakit keturunan serta penelitian perihal struktur dan perubahan molekuler.
"Untuk sampling-nya kami bekerja sama dengan dinas kesehatan daerah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan," kata Farah.
Baca juga: BRIN kembangkan varietas bawang merah tahan perubahan iklim
Ia menjelaskan, Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman bersama Organisasi Riset Elektronika dan Informatika BRIN juga membentuk Kelompok Riset Bioinformatika untuk mengolah data-data dari whole genome sequencing (WGS) agar bisa dipahami oleh para periset dan digunakan untuk penelitian obat ataupun vaksin dalam upaya mitigasi pandemi.
"Saya ingin menekankan bahwa data-data tersebut bisa kita pakai untuk memprediksi kemungkinan pandemi berikutnya, sehingga riset vaksin atau obat-obatan bisa lebih kita arahkan dan berguna misalnya untuk menekan merebaknya virus-virus," katanya.
Koordinator Pelaksana Fungsi Cryo-EM BRIN Sandi Sufiandi menyampaikan bahwa data urutan genom perlu diolah menggunakan metode bioinformatika.
Menurut dia, BRIN memiliki High Perfomance Computing (HPC) hingga 96 node komputasi berkinerja tinggi yang disiapkan untuk mengolah penyimpanan data.
"Selain kita punya koleksi data fisik, baik itu sampel virus, mikroba, dan lain-lain, kita juga punya repository data. Seluruh data riset disimpan di satu tempat menjadi big data," katanya.
"Sudah saatnya riset sampai ke level data science, mengolah big data, sehingga informasinya holistik," ia menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023