Direktur Aga Khan Award For Architecture, Farrokh Derakhshani menyebutkan konsep pembangunan Bandara Banyuwangi, Jawa Timur, ada kesamaan atau mirip dengan konsep arsitektur akupuntur di China.

"Saya melihat adanya kesamaan antara konsep pembangunan Bandara Banyuwangi dengan konsep achitecture acupunture di China. Keduanya berfokus pada integrasi harmonis antara bangunan dengan lingkungan, serta menggabungkan elemen budaya lokal," kata Farrokh saat menghadiri Festival Arsitektur Nusantara di Bandara Banyuwangi, Jatim, Sabtu.

Saat tiba di Bandara Banyuwangi, Farrokh mengaku terkesan dengan desain terminal bandara yang ramah lingkungan. Bandara Banyuwangi merupakan rancangan arsitek Andra Matin.

"Sistem udara di dalam Bandara Banyuwangi sangat sejuk. Saat turun dari pesawat, saya langsung merasakan udara tropis di sini. Tapi begitu masuk ke terminal bandara, langsung terasa sejuk," ujarnya.

Senada juga disampaikan oleh juri Aga Khan Award asal Singapura, Hossein Rezai. Ia mengaku mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dalam kunjungan pertamanya di Bandara Banyuwangi, Jawa Timur.

"Jarak turun dari pesawat, pengambilan bagasi dan area penjemputan sangat dekat, sehingga memberikan kenyamanan bagi para pengunjung, tidak perlu berkeringat. Hemat energi," kata Hossein.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan bahwa Festival Arsitektur Nusantara di Banyuwangi digelar sejak 2019, dan festival arsitektur adalah komitmen Banyuwangi mendukung pengembangan kekayaan arsitektur lokal yang sangat beragam di Tanah Air.

"Festival Arsitektur Nusantara berisikan pameran arsitektur, diskusi dan lokakarya, seminar internasional, hingga field trip. Banyuwangi menjadikan arsitek dan arsitektur sebagai bagian integral dalam pembangunan daerah karena ingin bangunan publik tak sekadar sukses secara fungsional, tapi juga estetis dan berkelanjutan," ujarnya

Bandara Banyuwangi sendiri memenangi penghargaan arsitektur dunia, Aga Khan Award For Architecture pada November 2022.

Bandara Banyuwangi memang dibangun mengusung konsep hijau dan ramah lingkungan. Dan Bandara Banyuwangi disebut menghindari gaya internasional standar sebagian besar bandara di dunia. Skema pembangunan yang diterapkan bersandar pada sumber daya lokal, teknologi tepat guna, dan prinsip-prinsip desain pasif vernakular atau budaya lokal.

Kondisi negara Indonesia yang memiliki iklim panas disiasati dengan infrastruktur konektivitas yang menciptakan bukaan dan overhang yang dapat mengoptimalkan pengendalian suhu melalui ventilasi alami. Selain itu, pengaturan berkelanjutan dari lansekap ke ruang interior membantu aliran udara, dengan pepohonan rindang dan subur, menjadikan bangunannya bernuansa alam.

Sistem penghawaan alami juga diterapkan ke dalam bangunan sehingga hampir seluruh ruang operasional bandara tidak membutuhkan AC. Ini bisa dilihat dari overhang selebar tujuh meter, kisi-kisi kayu sebagai dinding ruang, juga pada sisi atap untuk menjadi ventilasi.

Bagian luar bangunan Bandara Banyuwangi sendiri mencerminkan citra kearifan lokal Kabupaten Banyuwangi, karena mengadopsi bentuk udeng atau penutup kepala khas Suku Osing (penduduk asli Banyuwangi).

Direktur Aga Khan Award selama di Banyuwangi, akan meluangkan waktu untuk berbagi dengan para arsitek-arsitek dalam diskusi panel dan seminar internasional, yang merupakan rangkaian agenda Festival Arsitektur Nusantara. Diskusi dan seminar tersebut menghadirkan sejumlah arsitek nasional yang ikut terlibat dalam pengembangan Banyuwangi.

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023