Penyair senior asal Madura KH D. Zawawi Imron memaparkan hubungan antara nilai-nilai kebudayaan lokal dan Pancasila dalam kerangka keIndonesiaan kepada kaum milenial melalui orasi budaya bertema "Meningkatkan Kreativitas Kaum Milenial Berbasis Kekayaan Budaya Lokal" di Kampus Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Selasa.
Orasi kebudayaan selama dua jam di aula lantai Gedung Soedjarwo yang menghadirkan Sang Celurit Emas itu menjadi salah satu kegiatan dalam rangka Semarak Bulan Pancasila 2023 di Kampus Unej.
"Tak peduli apa ras, suku, agama dan bahasanya. Contohnya, nilai-nilai seperti keadilan, keadaban, sopan santun, welas asih, kepedulian dan lainnya. Saya meminta mahasiswa Unej sebagai kaum milenial untuk selalu menjadikan nilai-nilai tersebut dalam menjalani kehidupan saat ini," katanya di Jember.
Menurutnya, nilai-nilai tersebut sudah ada dalam nilai-nilai budaya Indonesia, contohnya dalam budaya Jawa ada pesan "dadio wong sing iso rumongso, ojo dadi wong sing rumongso iso" yang artinya jadilah orang yang bisa merasa dan bukan merasa bisa.
"Pesan itu disampaikan oleh Sunan Drajat, salah satu dari Wali Songo. Walaupun pesan itu berasal dari budaya Jawa, cocok untuk semua orang," ujar penyair asal Sumenep itu.
Dengan berpegang pada prinsip "dadio wong sing iso rumongso, ojo dadi wong sing rumongso iso", kaum milenial Indonesia bisa selalu membumi walau cita-citanya setinggi langit.
"Mau menghargai orang lain tanpa rasa rendah diri. Prinsip tadi juga menjadi tali pemersatu Indonesia yang terdiri atas beragam suku, agama dan budaya," katanya.
Menurut penyair yang terkenal dengan salah satu puisinya berjudul Bulan Tertusuk Ilalang itu, nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal itu tersebar di semua budaya di Indonesia seperti kearifan lokal dari suku Bugis dalam memilih pemimpin.
Suku Bugis memiliki prinsip memilih pemimpin harus mereka yang memiliki kearifan dan rekam jejak yang baik. Seperti tertuang dalam pesan, sebaik apapun kapalnya, sekuat apapun pendayungnya, jika nakhoda tak piawai buat apa menumpang kapalnya?.
"Sebelum kaum milenial Indonesia menengok nilai dan ajaran lain, gali dulu nilai-nilai asli Indonesia, pengikat seluruh nilai-nilai dan kearifan lokal yang ada di Indonesia adalah Pancasila," ujarnya.
Ia meminta mahasiswa Unej untuk merenungkan bahwa setiap hari makan dan minum dari bumi Indonesia, bernapas di udara Indonesia, dan nanti dimakamkan di bumi Indonesia, sehingga benar jika cinta Tanah Air adalah sebagian dari iman.
"Kedua, biasakan berbahasa yang santun, baik dan benar, karena bahasa yang buruk akan menjadikan budaya buruk pula. Ketiga, kaum milenial harus mau belajar dan bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita," ujarnya.
Kegiatan orasi budaya itu dibuka secara resmi oleh Rektor Unej Iwan Taruna yang dalam sambutannya mengucapkan bersyukur karena salah satu begawan kebudayaan Indonesia bisa hadir ke kampus Tegalboto Unej dengan memberikan orasi sekaligus inspirasi kepada mahasiswa sebagai kaum milenial yang nantinya meneruskan estafet kepemimpinan bangsa.
"Orasi kebudayaan dari KH. D. Zawawi Imron menjadi penting, mengingat Indonesia terdiri dari beragam suku, agama dan bahasa serta budaya. Nilai-nilai dan kearifan lokal dari beragam budaya tadi dapat menjadi modal pembangunan," katanya.
Namun, juga bisa menjadi sebab pertengkaran jika tidak memiliki dasar pemersatu dan pemersatu adalah Pancasila yang merupakan sari pati seluruh kebudayaan Indonesia, sehingga perlu mengembangkan berbagai cara yang kekinian agar Pancasila merasuk ke hati dan pikiran kaum milenial Indonesia, termasuk dengan cara dialog budaya seperti yang dimotori oleh LP3M Unej itu.
Sang Celurit Emas seringkali berpantun, sesekali bernyanyi. Tak terlihat sekali pun energinya menurun, padahal usianya sudah 80 tahun. Kegiatan orasi kebudayaan diakhiri dengan pembacaan puisi berjudul Ibu karya KH. D. Zawawi Imron yang menghadirkan nuansa hening nan syahdu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Orasi kebudayaan selama dua jam di aula lantai Gedung Soedjarwo yang menghadirkan Sang Celurit Emas itu menjadi salah satu kegiatan dalam rangka Semarak Bulan Pancasila 2023 di Kampus Unej.
"Tak peduli apa ras, suku, agama dan bahasanya. Contohnya, nilai-nilai seperti keadilan, keadaban, sopan santun, welas asih, kepedulian dan lainnya. Saya meminta mahasiswa Unej sebagai kaum milenial untuk selalu menjadikan nilai-nilai tersebut dalam menjalani kehidupan saat ini," katanya di Jember.
Menurutnya, nilai-nilai tersebut sudah ada dalam nilai-nilai budaya Indonesia, contohnya dalam budaya Jawa ada pesan "dadio wong sing iso rumongso, ojo dadi wong sing rumongso iso" yang artinya jadilah orang yang bisa merasa dan bukan merasa bisa.
"Pesan itu disampaikan oleh Sunan Drajat, salah satu dari Wali Songo. Walaupun pesan itu berasal dari budaya Jawa, cocok untuk semua orang," ujar penyair asal Sumenep itu.
Dengan berpegang pada prinsip "dadio wong sing iso rumongso, ojo dadi wong sing rumongso iso", kaum milenial Indonesia bisa selalu membumi walau cita-citanya setinggi langit.
"Mau menghargai orang lain tanpa rasa rendah diri. Prinsip tadi juga menjadi tali pemersatu Indonesia yang terdiri atas beragam suku, agama dan budaya," katanya.
Menurut penyair yang terkenal dengan salah satu puisinya berjudul Bulan Tertusuk Ilalang itu, nilai-nilai kebaikan yang bersifat universal itu tersebar di semua budaya di Indonesia seperti kearifan lokal dari suku Bugis dalam memilih pemimpin.
Suku Bugis memiliki prinsip memilih pemimpin harus mereka yang memiliki kearifan dan rekam jejak yang baik. Seperti tertuang dalam pesan, sebaik apapun kapalnya, sekuat apapun pendayungnya, jika nakhoda tak piawai buat apa menumpang kapalnya?.
"Sebelum kaum milenial Indonesia menengok nilai dan ajaran lain, gali dulu nilai-nilai asli Indonesia, pengikat seluruh nilai-nilai dan kearifan lokal yang ada di Indonesia adalah Pancasila," ujarnya.
Ia meminta mahasiswa Unej untuk merenungkan bahwa setiap hari makan dan minum dari bumi Indonesia, bernapas di udara Indonesia, dan nanti dimakamkan di bumi Indonesia, sehingga benar jika cinta Tanah Air adalah sebagian dari iman.
"Kedua, biasakan berbahasa yang santun, baik dan benar, karena bahasa yang buruk akan menjadikan budaya buruk pula. Ketiga, kaum milenial harus mau belajar dan bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita," ujarnya.
Kegiatan orasi budaya itu dibuka secara resmi oleh Rektor Unej Iwan Taruna yang dalam sambutannya mengucapkan bersyukur karena salah satu begawan kebudayaan Indonesia bisa hadir ke kampus Tegalboto Unej dengan memberikan orasi sekaligus inspirasi kepada mahasiswa sebagai kaum milenial yang nantinya meneruskan estafet kepemimpinan bangsa.
"Orasi kebudayaan dari KH. D. Zawawi Imron menjadi penting, mengingat Indonesia terdiri dari beragam suku, agama dan bahasa serta budaya. Nilai-nilai dan kearifan lokal dari beragam budaya tadi dapat menjadi modal pembangunan," katanya.
Namun, juga bisa menjadi sebab pertengkaran jika tidak memiliki dasar pemersatu dan pemersatu adalah Pancasila yang merupakan sari pati seluruh kebudayaan Indonesia, sehingga perlu mengembangkan berbagai cara yang kekinian agar Pancasila merasuk ke hati dan pikiran kaum milenial Indonesia, termasuk dengan cara dialog budaya seperti yang dimotori oleh LP3M Unej itu.
Sang Celurit Emas seringkali berpantun, sesekali bernyanyi. Tak terlihat sekali pun energinya menurun, padahal usianya sudah 80 tahun. Kegiatan orasi kebudayaan diakhiri dengan pembacaan puisi berjudul Ibu karya KH. D. Zawawi Imron yang menghadirkan nuansa hening nan syahdu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023