Bank OCBC NISP mengungkap dugaan pelanggaran perjanjian kredit yang dilakukan oleh Susilo Wonowidjojo dan pengurus PT Hair Star Indonesia (HSI). 

"Itu menyebabkan kredit PT HSI di Bank OCBC NISP senilai Rp232 miliar tidak dibayarkan," kata Kuasa Hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan menindaklanjuti sidang lanjutan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Jumat.
  
Dalam gugatan perdatanya, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim menghukum para tergugat dengan harta kekayaan pribadinya berupa kerugian materiil sebesar 16,50 juta dolar AS dan immateriil senilai Rp1 triliun. 

Total terdapat 11 tergugat dan dua turut tergugat dalam perkara kredit macet PT HSI senilai Rp232 miliar di Bank OCBC NISP tersebut.

Salah satu tergugat adalah konglomerat Susilo Wonowidjojo, yang tercatat sebagai pemegang saham pengendali melalui PT Hari Mahardika Utama (HMU) sebelum PT HSI dipailitkan dalam sidang penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya pada September 2021.

Para tergugat lainnya adalah PT HSI, PT HMU, PT Surya Multi Flora, Hadi Kristanto Niti Santoso, Linda Nitisantoso, Lianawati Setyo, Norman Sartono, Heroik Jakub, Tjandra Hartono, Daniel Widjaja dan Sundoro Niti Santoso, yang masing-masing dinilai saling memiliki hubungan afiliasi. 

Dalam lanjutan sidang perdata dipimpin Ketua Majelis Hakim Moh Fatkan di Pengadilan Negeri Sidoarjo yang berlangsung secara elektronik (e-court) pada 24 Mei 2023, sejumlah pihak tergugat memasukkan materi duplik yang menyatakan gugatan Bank OCBC NISP termasuk kategori wanprestasi karena dinilai berkaitan dengan pelanggaran atas isi perjanjian kredit PT HSI. 

Dalam pokok perkara, sejumlah tergugat menolak gugatan yang diajukan penggugat.

Kuasa hukum Bank OCBC NISP Hasbi meminta majelis hakim untuk mencermati perkara ini. 

"Pada saat PT HSI masih memiliki utang kredit kepada Bank OCBC NISP, terjadi perubahan pemegang saham dan susunan pengurus tanpa sepengetahuan Bank OCBC NISP. Padahal dalam perjanjian kredit, jika ada perubahan, harus terlebih dahulu menginformasikan dan mendapat persetujuan dari bank sebagai kreditur," ujarnya.

Bank OCBC NISP menyoal perubahan pemegang saham dari PT HMU yang semula 99,99 persen dimiliki Susilo Wonowidjojo kemudian dijual seluruhnya Hadi Kristanto Niti Santoso sesuai akta tertanggal 17 Mei 2021. Hadi kemudian menjadi pemegang 50 persen saham di PT HSI menggantikan PT HMU.

Sisanya 50 persen oleh PT Surya Multi Flora. Dengan demikian Susilo Wonowidjojo melalui PT. HMU, tidak lagi menjadi pemegang saham PT HSI. 

Selanjutnya PT HSI melakukan perubahan kepengurusan. Belakangan perubahan pemegang saham dan pengurus tersebut diikuti dengan pailit terhadap PT HSI.

Hasbi mengungkapkan salah satu alasan Bank OCBC NISP menyetujui pinjaman kepada PT HSI karena Meylinda Setyo adalah pemegang 50 persen saham dan menjabat sebagai Presiden Komisaris merupakan istri dari Susilo Wonowidjojo, salah satu orang terkaya atau konglomerat di Indonesia versi Majalah Forbes. Selain itu, Lianawati Setyo adalah adik Meylinda Setyo yang menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT HSI.

"Profil pengurus dan pemegang saham menjadi pertimbangan Bank OCBC NISP untuk memberikan pinjaman kepada PT HSI. Dalam perkembangannya, perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris di PT HSI tanpa adanya pemberitahuan dan persetujuan dari Bank OCBC NISP merupakan bukti para tergugat dan turut tergugat telah melanggar perjanjian pinjaman yang dibuat pada 1 Agustus 2016. Ini adalah perbuatan melanggar hukum," katanya.

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023