Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim mengingatkan ancaman siber pada digitalisasi, karena saat ini banyak industri perbankan, jasa keuangan, dan asuransi (BFSI) tradisional ingin mengadopsi model bisnis digital.

“Disrupsi memang menciptakan peluang dan tantangan, tetapi risiko dan agenda perlindungan regulasi tetap menjadi fokus utama yang harus disikapi oleh institusi di Indonesia,” kata Edwin dalam keterangannya, yang diterima di Surabaya, Senin.

Sehingga, lanjutnya, kepatuhan terkait dengan kinerja keuangan dan upaya memenuhi kebutuhan nasabah dan investor semakin meningkat.

Sebagai hasilnya, menurut dia, inovasi dan transformasi yang berpusat pada bisnis akan menjadi sangat penting dalam mengatasi ketegangan ini dan memastikan imbal balik yang berkelanjutan.

Di satu sisi, pihaknya menilai, hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan, yang ditemukan EY sebagai alasan utama bagi 91 persen nasabah Indonesia saat memilih layanan perbankan.

“Hal ini juga mempengaruhi kemampuan penyedia layanan untuk membina hubungan dengan nasabah, sekaligus mempertahankan kebijakan privasi tinggi yang melindungi kepentingan nasabah mereka,” ujarnya.

“Di saat bersamaan, hal ini juga memampukan inovasi yang dengan mulus memenuhi kebutuhan finansial dengan aman,” lanjutnya.

Menurut Edwin, nilai penting yang terlihat jelas, seperti penemuan  EY, adalah bahwa 70 persen orang Indonesia sangat tertarik dengan aplikasi “super” sebagai platform tunggal untuk memenuhi seluruh kebutuhan perbankan mereka dengan aman.

Oleh karena itu, dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi regulasi dan memenuhi kebutuhan nasabah, BFSI perlu mengadopsi pendekatan zero trust untuk memperoleh visibilitas.

Zero trust, menurut Edwin, mewajibkan autentikasi dan otorisasi dilakukan tiap kali akses diberikan kepada sumber tertentu pada tiap transaksi.

“Jadi  ada, 55 persen lembaga keuangan sudah menggunakan bentuk strategi zero trust tertentu Di Eropa untuk otorisasi dan autentikasi. Dengan mengadopsi zero trust di BFSI akan menggeser paradigma tradisional, dari kepercayaan penuh pada pengguna dan sumber dalam perimeter statis dan berbasis jaringan ke sebuah model autentikasi yang berfokus pada pengguna, aset, dan sumber” tuturnya.

Selain itu, pihaknya mengingatkan pentingnya akselerasi digital dan juga ancaman yang menyertainya.

“Akselerasi digital sangat penting dalam persaingan di pasar keuangan masa kini. Namun, risiko tetap ada. Pertama, pastikan karyawan mendapat pelatihan dan pengembangan kemampuan dalam hal teknologi perusahaan.  Kedua, pemanfaatan set data besar dapat membantu mengidentifikasi potensi kesulitan sebelum menjadi besar,” tuturnya.

Menurut dia, Satgas Waspada Investasi (SWI) Indonesia adalah contoh yang baik, menggunakan analitik data besar untuk mengidentifikasi aktivitas jasa keuangan ilegal dan mengambil langkah pencegahan untuk melindungi masyarakat dari penipuan berkedok investasi.

“Melalui langkah-langkah keamanan siber yang didasarkan pada zero trust, kepatuhan menjadi tidak terlalu menakutkan karena perusahaan berada di posisi yang bisa memastikan bahwa data dan transaksi mereka terlindungi dengan lebih baik, meskipun ini bukan tugas sederhana,” kata Edwin.(*)

Pewarta: Naufal Ammar Imaduddin

Editor : A Malik Ibrahim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023