Surabaya - Pengamat Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Wayan Titib Sulaksana, mengatakan sebaiknya Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Kadispendukcapil) Surabaya, Kartika Indrayana segera dinonaktifkan atas kasus pemotongan honor pegawai yang kini ditangani Polda Jatim. "Ini ujian bagi wali kota, kalau memang ingin membersihkan tikus-tikus di lingkaran pemkot harus berani menonaktifkan," ujar Sulaksana di Surabaya, Selasa. Menurut dia, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini harus cepat bertindak paling tidak menonaktifkan Kepala Dispendukcapil Kartika Indrayana selama kasus tersebut dalam pemeriksaan Penyidik Satuan Tindak Pindana Korupsi (Satpidkor) Polda Jatim. Kalau posisinya tetap menjabat sebagai Kepala Dispendukcapil, lanjut dia, sejumlah pihak khawatir ia akan menghilangkan sejumlah barang bukti. Selain itu, kalau posisinya tetap aktif sebagai Kepala Dinas bisa memengaruhi bawahan dan menghilangkan barang bukti. Apalagi ada keterangan dari bawahannya kalau ada desakan untuk menjawab pertanyaan polisi sesuai surat pertanggungjawaban (SPJ). "Ini ujian bagi wali kota, kalau memang ingin membersihkan tikus-tikus di lingkaran pemkot harus berani menonaktifkan," ujarnya, menegaskan. Ia melanjutkan, wali kota juga harus bisa melindungi saksi-saksi yang ada di lingkungan Dispendukcapil. Sebab, posisi mereka jelas akan mendapatkan teror dari Kartika. Para saksi yang kini tengah memenuhi panggilan pihak kepolisian juga harus dilindungi. Selain pegawai di lingkungan Dispendukcapil, ada juga saksi dari aparat di kecamatan, Kelurahan hingga RT-RW. "Saya tahu bu Risma orangnya lurus, tapi orang-orang di sekitarnya yang merusak," ucapnya. Wayan juga mendesak pemkot berperan aktif dalam penanganan dugaan penyalahgunaan jabatan di internal Pemkot. Dalam situasi seperti ini wali kota harus berkoordinasi dengan Inspektorat dalam menelusuri kasus itu. "Kalau mereka (Pemkot) diam saja, berarti membiarkan aksi korupsi di instansinya," katanya. Meskipun tim Polda Jatim sudah melakukan pemeriksaan hukum, pemkot tetap memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan di internal mereka. "Pemkot bisa mencari tahu penyalahgunaan jabatan atau etika PNS," katanya. Sementara itu, Kadispendukcapil Kota Surabaya Kartika Indrayana, mengakui telah memotong honor pegawainya pada saat kegiatan Pemutakhiran Data Kependudukan 2010 dengan pertimbangan atas dasar kesepakatan bersama. Hal itu diungkapkan Kartika pada saat rapat dengar pendapat di ruang Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya, Selasa (16/8). Menurut Kartika pemotongan tersebut dilakukan atas dasar kesepakatan bersama bahwa pekerjaan berupa "entry" data selama 45 hari itu membutuhkan tenaga yang cukup banyak, sedangkan pegawai yang diberi tugas sesuai SK hanya 10 orang. Atas dasar itulah, lanjut dia, perlu adanya bantuan tenaga lain. Kebetulan di kantor Dispendukcapil ada siswa-siswi dari SMK Wahid Hasyim yang sedang magang, sehingga bisa dimintai bantuan untuk itu dengan imbalan diberi honor Rp250 ribu per siswa. "Kami sepakat 'entry'-nya tidak mungkin dilakukan 10 orang. Oleh karena itu, kami minta bantuan anak-anak magang. Karena tugasnya banyak kerjanya dibagi dua sift yakni siang dan malam," ujarnya. Diketahui masing-masing pegawai mendapat honor yang berbeda-beda dengan disesuaikan hasil kinerja atau berdasarkan pada jumlah lembar data yang dikerjakan. Untuk setiap lembarnya dihargai Rp1.500 per lembar, dan total anggaran untuk pemutakhiran data kependudukan 2010 mencapai Rp3,5 miliar. Honor yang diterima 10 pegawai di antaranya ada yang mendapatkan Rp21 juta, Rp30 juta, dan 40 juta. Anehnya besaran pemotongan tersebut hingga kini belum jelas perinciannya, apakah hanya untuk honor siswa magang atau untuk keperluan lainnya seperti makan dan minum.

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011