Malang - Para petani kelapa di Indonesia rata-rata masih terkendala permodalan untuk mengembangkan berbagai produk turunan dari buah kelapa. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Indonesia Supri Hadiono, ketika berada di Malang, Jumat, mengakui, sampai saat ini kendala terbesar petani kelapa adalah permodalan, sehingga kesulitan untuk mengembangkan produk-produk turunannya. "Saat ini kami masih menjajaki kerja sama dengan Universitas Brawijaya (UB) untuk menciptakan teknologi tepat guna dengan biaya murah untuk mengolah kelapa menjadi berbagai produk yang lebih menguntungkan bagi petani," katanya menambahkan. Menurut dia, produk turunan (hasil olahan) kelapa lebih dari 67, namun untuk tahap awal, paling tidak petani bisa memproduksi 15 jenis olahan dengan bahan baku kelapa. Ia mengakui, kalau dijual kelapa utuh harganya tidak seberapa, sehingga perlu terobosan agar nilai jualnya lebih tinggi, karena nilai jual paling besar ada di produksi olahannya. Apalagi, lanjutnya, hingga saat ini belum ada ketentuan (patokan) harga dasar kelapa seperti halnya gabah yang mempunyai harga pembelian pemerintah (HPP)."Kalaupun harga kelapan per butirnya di pasaran mahal, tetap saja petani tidak bisa menikmati hasilnya," tegasnya. Sebab, kata mantan Camat Lawang, Kabupaten Malang itu, tidak sedikit petani yang menjual tanaman kelapanya secara ijon kepada tengkulak, sehingga ketika harga kelapa mahal, petani sudah tidak berdaya. Bahkan, katanya, saat ini luasan tanaman (kebun) kelapa juga semakin berkurang akibat tergerus pengalihan lahan, baik untuk perumahan maupun pertanian lainnya. Luas lahan perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 36 uta hektare dengan jumlah petani sebanyak 7.890.000 orang. Sedangkan di Kabupaten Malang, luas lahan kebun kelapa mencapai 5.000 hektare dengan jumlah petani sekitar 1.100 orang.

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011