DPRD Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Jumat, melantik dua anggota pergantian antarwaktu dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Pergantian antarwaktu (PAW) ini dilakukan karena dua anggota lama yang semuanya unsur pimpinan dewan, yakni Supriyono dan Imam Khambali (masing-masing sebelumnya menjabat sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPRD Tulungagung) terjerat kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pelantikan dua anggota PAW ini terkesan terlambat karena vonis pengadilan atas kasus yang menjerat Supriyono sudah dinyatakan berkekuatan hukum tetap sejak Maret 2022.

Status Supriyono diberhentikan sebagai anggota DPRD Tulungagung, sedang Imam Khambali memilih untuk mengundurkan diri dan sedang berproses hukum.

"Dua orang yang dilantik adalah Winarno dan Tutut Solihah. Winarno menggantikan posisi politisi PDI-P Supriyono, mantan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014-2019 yang terjerat kasus suap pengesahan APBD, sedangkan Tutut Solihah menggantikan politisi dari Hanura, Imam Khambali, yang terseret kasus Supriyono," kata Sekretaris DPRD Tulungagung Sudarmaji.

Sidang paripurna penetapan anggota PAW itu dihadiri Bupati Tulungagung Maryoto Bhirowo dan seluruh jajaran SKPD di lingkup Pemkab Tulungagung.

Bupati Maryoto berharap dengan lengkapnya kembali formasi keanggotaan di DPRD Tulungagung, kinerja kelegislasian semakin optimal.

"Kalau anggotanya semakin lengkap maka akan semakin solid untuk mengabdi kepada masyarakat,” kata Maryoto.

Dengan pelantikan ini, jumlah anggota DPRD Tulungagung masih minus satu orang karena Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Adib Makarim, yang juga terseret kasus korupsi dengan Supriyono, belum dilakukan PAW.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Sumarsono meminta anggota yang baru dilantik segera menyesuaikan diri dan bisa bekerja bersama anggota dewan lainnya.

“Dengan dilantiknya hari ini bisa memberikan semangat kepada anggota lainnya,” katanya.

Mengenai lamanya proses PAW Supriyono, ia berdalih pihaknya mematuhi aturan yang ada, yakni menunggu rekomendasi dari partai dan hasil proses hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap.

"Daripada cepat tapi keliru, lebih baik pelantikan terlambat tapi pasti," terangnya.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023