Sejumlah aktivis dan pelajar pecinta satwa liar di Kabupaten Tulungagung menggelar aksi dukungan terhadap gerakan petisi untuk penetapan monyet atau kera ekor panjang sebagai satwa dilindungi, Minggu.
Demo dilakukan di tepi jalan depan objek wisata Ketek'an Ngujang, Tulungagung mulai pukul 08.00 WIB hingga selesai.
Selain membentangkan poster dan spanduk berisi desakan terhadap penetapan status monyet sebagai satwa dilindungi, para aktivis juga menyebar stiker berisi tulisan sejenis dibagikan kepada pengendara yang melintas di pertigaan Ngujang.
"Gerakan ini merupakan dukungan moral kami kepada teman-teman pecinta satwa di Jakarta maupun berbagai daerah di Indonesia dalam mendorong penetapan status monyet jenis kera ekor panjang (macaca fascilaris) maupun beruk (macaca nemestrina) sebagai satwa dilindungi," kata ketua Lembaga Edukasi Cinta Satwa dan Konservasi (CAKRA) Tulungagung, Yuga Hermawan.
Kendati hanya dilakukan di pinggir jalan, aksi sekelompok pecinta satwa yang masih muda dan beliau itu cukup menarik perhatian pengguna jalan.
Tak sedikit yang melambatkan kendaraan sekedar untuk membaca isi spanduk dan poster yang dibentangkan para aktivis dari pinggir jalan, depan pintu gerbang wisata Ketek'an.
"Kami berharap dukungan masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak hewan, khususnya kera ekor panjang dan jenis beruk yang selama ini masih kerap dijadikan objek perdagangan, dieksploitasi untuk hiburan, bahkan diburu untuk diambil daging ataupun ekornya," kata Yuga.
Lokasi wisata ketek'an sendiri sengaja dipilih karena komplek pemakaman warga keturunan China atau Tionghoa yang berdekatan dengan jembatan Ngujang itu dikenal sebagai sarang komunitas kera ekor panjang.
Satwa primata cerdas itu bahkan kerap berinteraksi dengan manusia dengan meminta makanan kepada pengendara yang melintas.
Keberadaan montet ekor panjang yang populasinya diperkirakan mencapai ratusan itu cukup lestari. Monyet di sekitar jembatan Ngujang nyaris tidak pernah berkonflik dengan manusia atau penduduk sekitar.
Oleh Pemkab Tulungagung, kawasan TPU Ngujang kemudian ditetapkan sebagai kawasan khusus habitat kera yang disakralkan mengacu pada kearifan lokal setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Demo dilakukan di tepi jalan depan objek wisata Ketek'an Ngujang, Tulungagung mulai pukul 08.00 WIB hingga selesai.
Selain membentangkan poster dan spanduk berisi desakan terhadap penetapan status monyet sebagai satwa dilindungi, para aktivis juga menyebar stiker berisi tulisan sejenis dibagikan kepada pengendara yang melintas di pertigaan Ngujang.
"Gerakan ini merupakan dukungan moral kami kepada teman-teman pecinta satwa di Jakarta maupun berbagai daerah di Indonesia dalam mendorong penetapan status monyet jenis kera ekor panjang (macaca fascilaris) maupun beruk (macaca nemestrina) sebagai satwa dilindungi," kata ketua Lembaga Edukasi Cinta Satwa dan Konservasi (CAKRA) Tulungagung, Yuga Hermawan.
Kendati hanya dilakukan di pinggir jalan, aksi sekelompok pecinta satwa yang masih muda dan beliau itu cukup menarik perhatian pengguna jalan.
Tak sedikit yang melambatkan kendaraan sekedar untuk membaca isi spanduk dan poster yang dibentangkan para aktivis dari pinggir jalan, depan pintu gerbang wisata Ketek'an.
"Kami berharap dukungan masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak hewan, khususnya kera ekor panjang dan jenis beruk yang selama ini masih kerap dijadikan objek perdagangan, dieksploitasi untuk hiburan, bahkan diburu untuk diambil daging ataupun ekornya," kata Yuga.
Lokasi wisata ketek'an sendiri sengaja dipilih karena komplek pemakaman warga keturunan China atau Tionghoa yang berdekatan dengan jembatan Ngujang itu dikenal sebagai sarang komunitas kera ekor panjang.
Satwa primata cerdas itu bahkan kerap berinteraksi dengan manusia dengan meminta makanan kepada pengendara yang melintas.
Keberadaan montet ekor panjang yang populasinya diperkirakan mencapai ratusan itu cukup lestari. Monyet di sekitar jembatan Ngujang nyaris tidak pernah berkonflik dengan manusia atau penduduk sekitar.
Oleh Pemkab Tulungagung, kawasan TPU Ngujang kemudian ditetapkan sebagai kawasan khusus habitat kera yang disakralkan mengacu pada kearifan lokal setempat.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022