Young Buddhist Association Indonesia bekerja sama dengan Indonesia Taiwan Buddhist Community menggelar acara Sarasehan Kebangsaan secara daring guna menggali kembali nilai agama.
Ketua Panitia Sarasehan Kebangsaan 2022, Veny Tjita, dalam keterangan yang diterima, Minggu mengatakan kegiatan tersebut mengangkat tema "Sarasehan Kebangsaan, Intelectual & Compassion for A Better Nation."
"Kemajuan suatu negara itu bergantung dari kecerdasan bangsanya, namun kecerdasan tersebut juga harus dibarengi dengan kebijaksanaan dan cinta kasih," ujarnya.
Dia mengatakan, moderasi beragama diangkat ke permukaan mengingat pentingnya toleransi sebagai dasar pijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut dia, keberagaman tanpa saling-pengertian antarindividu maupun antarpemeluk agama memiliki potensi musibah, alih-alih agama membawa berkah.
"Karena agama sejatinya hadir di muka bumi menjadi oase yang menyejukkan bagi manusia," tuturnya.
Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin pada kegiatan tersebut menjelaskan tentang poin yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia, yaitu keberagaman masyarakat dan keberagamaan.
"Indonesia merupakan negara yang berketuhanan. Inilah yang membedakan Indonesia dengan negara-negara lain yang berpijak pada agama tertentu atau negara-negara sekuler yang secara jelas memisahkan agama dengan negara," ucapnya.
Dia menjelaskan, dalam konteks Indonesia yang beragam, agama dan negara seperti sekeping mata uang, adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Agama dan negara tak bisa dan tak boleh dibenturkan, karena ia satu keutuhan.
"Agama dengan berbagai instrumennya, diharapkan menjalankan fungsi keseimbangannya yakni turut mengambil peran dalam mengontrol negara dengan nilai-nilai universalitas-nya," ujar Lukman Hakim Saifuddin.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Drs. Supriyadi, M.Pd., mengapresiasi acara yang digelar oleh sahabat muda dari Young Buddhist Association Indonesia itu.
"Apalagi ini malam Minggu, berkumpul bersama dan mendiskusikan tentang kebangsaan. Luar biasa," kata dia.
Sementara itu, Bhante Santacitto Ph.D., menyebut selain mempelajari agama, masyarakat hendaknya menangkap apa yang tersurat dan tersirat.
"Mempraktikkan agama dengan dasar kasih sayang, kasih sayang yang bersifat universal, yakni semua makhluk. Semua itu perlu dilandasi oleh kebijaksanaan," katanya.
Bhante menambahkan adanya kekerasan yang dilakukan oleh penganut agama tertentu sudah barang tentu tidak bisa merujuk pada agama apa yang ia anut, melainkan ke cara memahami agama.
"Di sini menjadi penting memahami antara agama dan kehidupan yang berbangsa," ujar Bhante.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022