PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim/PKT) berkomitmen untuk menjaga dan melindungi sumber mata air melalui dukungannya terhadap "Festival Medhayoh" yang digelar Ademos Indonesia di Bojonegoro 5-6 November 2022.
Komisaris Pupuk Kaltim Sigit Hardwinarto dalam rilis yang diterima di Malang, Sabtu mengungkapkan Medhayoh Fest menjadi titik pemahaman bahwa ada hubungan timbal balik antara manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Hal itu dapat dilihat dengan jargon yang diusung, yakni Tilik Dulur, Icip Dapur, Monggo Nandur.
"Kata-katanya sederhana, namun maknanya dalam sekali, yang paling penting ayo nandur (menanam) itu sudah menjadi slogan dari Presiden hingga jajaran ke bawah, mulailah menanam, menanam dan menanam," katanya.
Sigit berharap dengan banyaknya pohon yang ditanam, cakupan tutupan hutan akan terpenuhi dan memberikan keseimbangan antara bangunan dan luas hutan. Selain pohon yang dapat menyimpan cadangan air, juga bisa dikembangkan dengan pohon yang bisa berbuah.
"Tanaman yang multifungsi, biasanya tanaman buah-buahan seperti nangka, sebab cocok untuk ditanam di sekitar mata air, karena tajunya bagus dan akarnya cukup dalam," ujarnya.
Penanaman pohon ini, lanjutnya, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masa depan. "Ketika ini berhasil akan menjadi percontohan, misalkan di lingkup Jatim, dimulai di Bojonegoro, kemudian Pasuruan dan berkembang di kabupaten lain," katanya.
Ia menjelaskan penanaman pohon perlu disesuaikan dengan kondisi tanah, sehingga dapat berkelanjutan dan memberikan manfaat kepada masyarakat. "Yang pas di mata air itu apa, dipilih dulu baru dibuatkan bibit yang banyak, lingkungannya terjaga baik, mata airnya juga terjaga," ucapnya.
Direktur Ademos Indonesia Ahmad Kudhori mengungkapkan Medhayoh Fest merupakan bentuk kolaborasi antar-pemangku kepentingan untuk bergotong-royong guna menyelamatkan sumber kehidupan, yakni mata air.
Menurut dia, hutan penyangga di bagian hulu untuk menyimpan cadangan air sudah mulai rusak. Selain itu, penanaman yang berkelanjutan perlu digelorakan agar setelah menanam ada perawatan.
Medhayoh Fest juga mendatangkan “Dhayoh Istimewa” (tamu istimewa), yakni maestro tari Indonesia Didik Nini Thowok serta penyanyi dan seniman muda Budi Doremi.
Semua bisa dinikmati oleh para dhayoh atau pengunjung. Khusus pertunjukan musik Budi Doremi, pengunjung diharuskan berdonasi dengan membeli bibit pohon yang telah disediakan oleh panitia secara di lokasi. Selain itu, pengunjung juga disarankan untuk membawa bibit pohon dari rumah.
Dalam tradisi Medhayoh, budaya membawa buah tangan untuk pemilik rumah dimaknai sebagai tradisi “Mbukak lawang”. Untuk menghormati pemilik rumah, tamu yang hadir biasanya membawa buah tangan untuk tuan rumah.
Festival Medhayoh yang mengambil tema Tilik Dulur, Icip Dhapur, Monggo Nandur ini selenggarakan di Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Bojonegoro.
Dalam acara tersebut terdapat empat panggung di sepanjang area festival yang menyajikan beragam seni pertunjukan, musik, aneka kuliner, pangan lokal, workshop seni sebagai pengalaman bagi pengunjung, ragam tradisi ndeso (desa), dan penanaman pohon secara serentak di 42 titik sumber mata air yang tersebar di Bojonegoro.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Komisaris Pupuk Kaltim Sigit Hardwinarto, Komisaris Pupuk Kaltim Gustaaf AC Patty, Direktur Keuangan dan Umum Pupuk Kaltim Qomaruzzaman, SVP Transformasi Bisnis Pupuk Kaltim Wisnu Ramadhani, Kepala Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Bojonegoro Dwijo Saputro, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bojonegoro Hanafi.
Medhayoh Fest dibuka dengan penanaman pohon beringin di salah satu titik mata air, yakni Sumur Kijing.
Festival ini juga mengkampanyekan untuk mengingat kembali kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dari perubahan iklim, sehingga wujud nilai tersebut, dengan kegiatan yang nantinya diikuti oleh para pejabat, artis, musisi, seniman, dan masyarakat umum.
Salah satunya, dengan menanam pohon dan memuliakan sumber mata air, sehingga tidak lagi dianggap sebagai hal mistis, tetapi bagian dari ekosistem yang harus dijaga keberlangsungannya untuk sumber penghidupan berkelanjutan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Komisaris Pupuk Kaltim Sigit Hardwinarto dalam rilis yang diterima di Malang, Sabtu mengungkapkan Medhayoh Fest menjadi titik pemahaman bahwa ada hubungan timbal balik antara manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Hal itu dapat dilihat dengan jargon yang diusung, yakni Tilik Dulur, Icip Dapur, Monggo Nandur.
"Kata-katanya sederhana, namun maknanya dalam sekali, yang paling penting ayo nandur (menanam) itu sudah menjadi slogan dari Presiden hingga jajaran ke bawah, mulailah menanam, menanam dan menanam," katanya.
Sigit berharap dengan banyaknya pohon yang ditanam, cakupan tutupan hutan akan terpenuhi dan memberikan keseimbangan antara bangunan dan luas hutan. Selain pohon yang dapat menyimpan cadangan air, juga bisa dikembangkan dengan pohon yang bisa berbuah.
"Tanaman yang multifungsi, biasanya tanaman buah-buahan seperti nangka, sebab cocok untuk ditanam di sekitar mata air, karena tajunya bagus dan akarnya cukup dalam," ujarnya.
Penanaman pohon ini, lanjutnya, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masa depan. "Ketika ini berhasil akan menjadi percontohan, misalkan di lingkup Jatim, dimulai di Bojonegoro, kemudian Pasuruan dan berkembang di kabupaten lain," katanya.
Ia menjelaskan penanaman pohon perlu disesuaikan dengan kondisi tanah, sehingga dapat berkelanjutan dan memberikan manfaat kepada masyarakat. "Yang pas di mata air itu apa, dipilih dulu baru dibuatkan bibit yang banyak, lingkungannya terjaga baik, mata airnya juga terjaga," ucapnya.
Direktur Ademos Indonesia Ahmad Kudhori mengungkapkan Medhayoh Fest merupakan bentuk kolaborasi antar-pemangku kepentingan untuk bergotong-royong guna menyelamatkan sumber kehidupan, yakni mata air.
Menurut dia, hutan penyangga di bagian hulu untuk menyimpan cadangan air sudah mulai rusak. Selain itu, penanaman yang berkelanjutan perlu digelorakan agar setelah menanam ada perawatan.
Medhayoh Fest juga mendatangkan “Dhayoh Istimewa” (tamu istimewa), yakni maestro tari Indonesia Didik Nini Thowok serta penyanyi dan seniman muda Budi Doremi.
Semua bisa dinikmati oleh para dhayoh atau pengunjung. Khusus pertunjukan musik Budi Doremi, pengunjung diharuskan berdonasi dengan membeli bibit pohon yang telah disediakan oleh panitia secara di lokasi. Selain itu, pengunjung juga disarankan untuk membawa bibit pohon dari rumah.
Dalam tradisi Medhayoh, budaya membawa buah tangan untuk pemilik rumah dimaknai sebagai tradisi “Mbukak lawang”. Untuk menghormati pemilik rumah, tamu yang hadir biasanya membawa buah tangan untuk tuan rumah.
Festival Medhayoh yang mengambil tema Tilik Dulur, Icip Dhapur, Monggo Nandur ini selenggarakan di Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Bojonegoro.
Dalam acara tersebut terdapat empat panggung di sepanjang area festival yang menyajikan beragam seni pertunjukan, musik, aneka kuliner, pangan lokal, workshop seni sebagai pengalaman bagi pengunjung, ragam tradisi ndeso (desa), dan penanaman pohon secara serentak di 42 titik sumber mata air yang tersebar di Bojonegoro.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Komisaris Pupuk Kaltim Sigit Hardwinarto, Komisaris Pupuk Kaltim Gustaaf AC Patty, Direktur Keuangan dan Umum Pupuk Kaltim Qomaruzzaman, SVP Transformasi Bisnis Pupuk Kaltim Wisnu Ramadhani, Kepala Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Bojonegoro Dwijo Saputro, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bojonegoro Hanafi.
Medhayoh Fest dibuka dengan penanaman pohon beringin di salah satu titik mata air, yakni Sumur Kijing.
Festival ini juga mengkampanyekan untuk mengingat kembali kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dari perubahan iklim, sehingga wujud nilai tersebut, dengan kegiatan yang nantinya diikuti oleh para pejabat, artis, musisi, seniman, dan masyarakat umum.
Salah satunya, dengan menanam pohon dan memuliakan sumber mata air, sehingga tidak lagi dianggap sebagai hal mistis, tetapi bagian dari ekosistem yang harus dijaga keberlangsungannya untuk sumber penghidupan berkelanjutan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022