Tanaman tembakau di sejumlah lahan di sentra produksi Desa Sidorejo, Kabupaten Ngawi, rusak akibat cuaca ekstrem, yakni musim hujan yang terjadi lebih awal saat musim kemarau seharusnya masih berlangsung sehingga membuat petani rugi.
Salah seorang petani tembakau di Desa Sidorejo, Supriyanto, mengatakan hujan yang terus mengguyur wilayahnya selama beberapa pekan terakhir mengakibatkan tanaman tembakau rusak sehingga rawan gagal panen.
"Tanaman tembakau di daerah sini kadar airnya tinggi, sehingga kualitas hasil panen jelek. Selain itu, daun tembakau juga banyak berlubang karena serangan hama ulat dan belalang," ujarnya di Ngawi, Senin.
Menurut dia, tingginya kadar air karena hujan, membuat tanaman tembakau terendam air, tidak tumbuh normal, layu, dan busuk.
"Jika dibiarkan tanaman bisa mati dan dipastikan petani tembakau terancam gagal panen," kata dia.
Padahal saat ini harga jual tembakau dalam bentuk rajang kering sedang bagus, yakni di kisaran Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram tergantung mutu kandungan airnya.
Jika daun dalam keadaan basah karena kandungan air tinggi, maka dipastikan harganya akan anjlok. Petani terpaksa memanen awal sebagian tanaman tembakaunya supaya tidak semakin anjlok harganya karena kualitas yang jelek.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Ngawi Supardi membenarkan jika sejumlah petani di sentra produksi tembakau merugi karena hasil panen ketiga dan keempat tahun 2022 yang menurun kualitasnya akibat cuaca.
"Memang hasil panen ketiga dan keempat ini kurang bagus dibandingkan panen pertama dan kedua karena terdampak hujan," kata Supardi.
Akibat hujan yang mengguyur hampir setiap hari dalam dua pekan terakhir membuat tanaman tembakau di Ngawi layu dan mati karena daun tembakau tidak tahan air.
Pihaknya segera melakukan pendataan lahan tembakau yang rusak. Pendataan akan melibatkan masing-masing kelompok petani tembakau setempat.
Sesuai data, saat ada sekitar 500 hektare lahan tanaman tembakau di daerah sentra yakni di Kecamatan Karangjati, Bringin, Padas, dan Pangkur.
Luas lahan tersebut kadang berkurang karena petani enggan menanam tembakau karena curah hujan yang tidak menentu selama beberapa tahun terakhir.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Salah seorang petani tembakau di Desa Sidorejo, Supriyanto, mengatakan hujan yang terus mengguyur wilayahnya selama beberapa pekan terakhir mengakibatkan tanaman tembakau rusak sehingga rawan gagal panen.
"Tanaman tembakau di daerah sini kadar airnya tinggi, sehingga kualitas hasil panen jelek. Selain itu, daun tembakau juga banyak berlubang karena serangan hama ulat dan belalang," ujarnya di Ngawi, Senin.
Menurut dia, tingginya kadar air karena hujan, membuat tanaman tembakau terendam air, tidak tumbuh normal, layu, dan busuk.
"Jika dibiarkan tanaman bisa mati dan dipastikan petani tembakau terancam gagal panen," kata dia.
Padahal saat ini harga jual tembakau dalam bentuk rajang kering sedang bagus, yakni di kisaran Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram tergantung mutu kandungan airnya.
Jika daun dalam keadaan basah karena kandungan air tinggi, maka dipastikan harganya akan anjlok. Petani terpaksa memanen awal sebagian tanaman tembakaunya supaya tidak semakin anjlok harganya karena kualitas yang jelek.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Ngawi Supardi membenarkan jika sejumlah petani di sentra produksi tembakau merugi karena hasil panen ketiga dan keempat tahun 2022 yang menurun kualitasnya akibat cuaca.
"Memang hasil panen ketiga dan keempat ini kurang bagus dibandingkan panen pertama dan kedua karena terdampak hujan," kata Supardi.
Akibat hujan yang mengguyur hampir setiap hari dalam dua pekan terakhir membuat tanaman tembakau di Ngawi layu dan mati karena daun tembakau tidak tahan air.
Pihaknya segera melakukan pendataan lahan tembakau yang rusak. Pendataan akan melibatkan masing-masing kelompok petani tembakau setempat.
Sesuai data, saat ada sekitar 500 hektare lahan tanaman tembakau di daerah sentra yakni di Kecamatan Karangjati, Bringin, Padas, dan Pangkur.
Luas lahan tersebut kadang berkurang karena petani enggan menanam tembakau karena curah hujan yang tidak menentu selama beberapa tahun terakhir.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022