Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) menyosialisasikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebelum diundangkan.

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD memastikan RKUHP telah siap  untuk diundangkan setelah melalui perumusan panjang sejak 1963. 

"Tim perumusnya silih berganti sejak 59 tahun yang lalu dan telah melalui arahan dari sebanyak tujuh Presiden Republik Indonesia. Saat ini RKUHP relatif siap untuk diundangkan," katanya di Jakarta, saat membuka Dialog Publik RKUHP yang digelar secara daring melalui media Zoom dan siaran langsung Youtube, Rabu.
  
Menurut Menkopolhukam Mahfud MD, mengikuti arahan Presiden Joko Widodo, sebelum diundangkan, RKUHP diminta untuk didiskusikan dan didalami kembali agar mencapai kesepahaman. 

Hari ini, diskusi publik RKUHP berlangsung di Surabaya, yang juga disiarkan langsung secara daring melalui media Youtube dan Zoom sehingga masyarakat umum bisa mengikuti. Merupakan diskusi publik RKUHP yang kedua, setelah 23 Agustus lalu digelar di Jakarta. 

Mahfud menjelaskan KUHP yang saat ini berlaku adalah peninggalan kolonial Belanda.  Dalam Peralihan Pasal II Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 digariskan bahwa hukum dan lembaga-lembaga peninggalan kolonial masih berlaku sepanjang belum dibentuk hukum dan lembaga yang baru.

Perumusan RKUHP adalah cita-cita pendiri bangsa sejak Indonesia merdeka.  "Mengapa KUHP harus diganti, karena di mana ada masyarakat harus ada hukum yang sesuai dengan ideologi. Jika masyarakat berubah maka hukumnya juga harus berubah," ujar dia.
 
Menkopolhukam menegaskan masyarakat Indonesia sekarang sudah berubah, dari masyarakat kolonial yang terjajah jadi bangsa merdeka. "Maka hukum kolonial harus diganti. 77 tahun negara kita merdeka dan telah membuat hukum pidana nasional ke dalam kitab undang-undang," kata dia..

Dalam RKUHP yang telah siap untuk diundangkan, salah satunya memuat hukum adat yang  telah lama diakui dan menjadi kesadaran hukum dengan segala kebhinekaannya menurut Pancasila, UUD 45 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Namun perlu didiskusikan dan didalami kembali untuk dicapai kesepahaman," kata Mahfud. 
 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Abdul Hakim


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022