Jaringan advokasi dan sukarela Friends of Palestine Network menyoroti lemahnya perlindungan terhadap jurnalis di Palestina sehingga banyak yang menjadi korban penyerangan saat melakukan peliputan konflik.
"Kekerasan terhadap jurnalis itu memang harus ada penyelesaiannya. Tapi kembali pada peraturan atau undang-undang dasar (UUD). Tidak ada UUD kuat yang bisa melindungi jurnalis di Palestina," kata Shefaa Saleh dari Friends of Palestine Network dalam Webinar Cegah Ancaman Wartawan dalam Liputan Berita Palestina yang diselenggarakan oleh Forum Internasional Palestina untuk Media & Komunikasi, Selasa.
Shefaa mengatakan bahwa ada banyak kejadian yang menimpa wartawan saat melakukan peliputan terkait konflik di Palestina.
Dia menyebutkan bahwa laporan salah satu kantor organisasi HAM di Tepi Barat, Palestina, menyebutkan bahwa pada tahun ini telah ada 40 wartawan yang mengalami luka-luka akibat penyerangan oleh Israel.
Baca juga: Palestina: Wartawati Shireen Abu Akleh didor langsung penembak Israel
Dari 40 wartawan tersebut, dua di antaranya mengalami kebutaan akibat penyerangan. Sisanya mengalami luka-luka. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa ada 26 wartawan yang ditahan di penjara Israel tanpa sebab.
"Tidak tahu kenapa, tiba-tiba dia ditahan dan tidak boleh melakukan reportase," katanya.
Selain penyerangan terhadap wartawan, ia juga menyebutkan bahwa Israel juga melakukan penutupan beberapa kantor media di Tepi Barat dengan dalih melakukan tindakan yang melanggar peraturan.
"Saat terjadi eskalasi sebelumnya itu, salah satu gedung yang diserang oleh Israel adalah gedung media Shuruk yang dihancurkan Israel secara penuh," katanya.
Shefaa mengatakan bahwa ancaman nyata bagi Israel adalah media atau wartawan. Oleh karena itu, banyak wartawan yang diserang untuk menutup-nutupi peristiwa yang sebenarnya terjadi di Palestina.
Sayangnya, kata dia, perlindungan bagi wartawan di Palestina lemah, sehingga banyak wartawan yang menjadi korban penyerangan Israel, termasuk Shireen Abu Akleh yang ditembak oleh penembak jitu Israel saat melakukan peliputan di Jenin, Tepi Barat, pada 11 Mei 2022.
Untuk itu, dia berharap muncul organisasi atau pihak-pihak lain yang mengampanyekan dan menggaungkan pentingnya perlindungan terhadap wartawan di medan perang.
"Itu yang kita harapkan," katanya.
Kemudian, keprihatinan dunia terkait kekerasan terhadap wartawan juga menurutnya perlu terus disampaikan kepada masyarakat sehingga kekerasan tersebut bisa dihentikan.
"Dalam kasus ini apa yang terjadi di Palestina itu sudah di luar batas. Maka otoritas Palestina harus diseret dan semua ini harus dihentikan," demikian katanya.(*)
Baca juga: Indonesia kecam keras penembakan jurnalis Al Jazeera di Palestina
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Kekerasan terhadap jurnalis itu memang harus ada penyelesaiannya. Tapi kembali pada peraturan atau undang-undang dasar (UUD). Tidak ada UUD kuat yang bisa melindungi jurnalis di Palestina," kata Shefaa Saleh dari Friends of Palestine Network dalam Webinar Cegah Ancaman Wartawan dalam Liputan Berita Palestina yang diselenggarakan oleh Forum Internasional Palestina untuk Media & Komunikasi, Selasa.
Shefaa mengatakan bahwa ada banyak kejadian yang menimpa wartawan saat melakukan peliputan terkait konflik di Palestina.
Dia menyebutkan bahwa laporan salah satu kantor organisasi HAM di Tepi Barat, Palestina, menyebutkan bahwa pada tahun ini telah ada 40 wartawan yang mengalami luka-luka akibat penyerangan oleh Israel.
Baca juga: Palestina: Wartawati Shireen Abu Akleh didor langsung penembak Israel
Dari 40 wartawan tersebut, dua di antaranya mengalami kebutaan akibat penyerangan. Sisanya mengalami luka-luka. Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa ada 26 wartawan yang ditahan di penjara Israel tanpa sebab.
"Tidak tahu kenapa, tiba-tiba dia ditahan dan tidak boleh melakukan reportase," katanya.
Selain penyerangan terhadap wartawan, ia juga menyebutkan bahwa Israel juga melakukan penutupan beberapa kantor media di Tepi Barat dengan dalih melakukan tindakan yang melanggar peraturan.
"Saat terjadi eskalasi sebelumnya itu, salah satu gedung yang diserang oleh Israel adalah gedung media Shuruk yang dihancurkan Israel secara penuh," katanya.
Shefaa mengatakan bahwa ancaman nyata bagi Israel adalah media atau wartawan. Oleh karena itu, banyak wartawan yang diserang untuk menutup-nutupi peristiwa yang sebenarnya terjadi di Palestina.
Sayangnya, kata dia, perlindungan bagi wartawan di Palestina lemah, sehingga banyak wartawan yang menjadi korban penyerangan Israel, termasuk Shireen Abu Akleh yang ditembak oleh penembak jitu Israel saat melakukan peliputan di Jenin, Tepi Barat, pada 11 Mei 2022.
Untuk itu, dia berharap muncul organisasi atau pihak-pihak lain yang mengampanyekan dan menggaungkan pentingnya perlindungan terhadap wartawan di medan perang.
"Itu yang kita harapkan," katanya.
Kemudian, keprihatinan dunia terkait kekerasan terhadap wartawan juga menurutnya perlu terus disampaikan kepada masyarakat sehingga kekerasan tersebut bisa dihentikan.
"Dalam kasus ini apa yang terjadi di Palestina itu sudah di luar batas. Maka otoritas Palestina harus diseret dan semua ini harus dihentikan," demikian katanya.(*)
Baca juga: Indonesia kecam keras penembakan jurnalis Al Jazeera di Palestina
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022