Eka, begitu perempuan usia 50 tahun, asal Kabupaten Magetan, Jawa Timur, ini minta diinisial namanya untuk berbagi cerita.
Meski lulusan sarjana dari sebuah kampus swasta di Malang, Jawa Timur, jalan hidupnya penuh liku. Pernah bekerja sebagai sekretaris desa di Magetan usai menamatkan kuliah sekitar 22 tahun silam.
Gajinya berupa pengelolaan tanah bengkok (tanah kas desa) yang dia sewakan. Hasilnya lumayan, setahun mencapai Rp4 juta dan langsung didepositokan ke bank untuk memenuhi cita-citanya naik haji demi memenuhi rukun Islam yang kelima.
Namun, tiba-tiba seorang kerabat datang mengaku membutuhkan uang. Eka pun tidak tega, lantas menarik uang depositonya di bank dan meminjamkan seluruhnya.
Kenyataannya sungguh pahit. Uang yang dipinjamkan kepada kerabatnya itu sampai sekarang tidak pernah dikembalikan.
"Waktu itu awal tahun 2000. Biaya naik haji sekitar Rp8 jutaan," katanya mengenang, saat ditemui di Asrama Haji Surabaya, jelang keberangkatannya ke Tanah Suci, Selasa.
Padahal, saat itu Eka sudah mempersiapkan berangkat haji, di antaranya telah membeli busanabaju putih dan mukena.
"Akhirnya baju putih saya kasihkan orang, mukenanya saya simpan sampai sekarang. Biasanya saya pakai untuk sholat di setiap hari raya," ujarnya.
Sejak itu Eka tidak pernah menjalani kehidupan yang lebih baik. Ibu empat anak ini bahkan menapaki kehidupan terjal dengan bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan keluarga yang dijalaninya sampai sekarang.
"Terkadang jadi sopir untuk mobil carteran. Seringkali jadi buruh tani," kata perempuan paruh baya yang menguasai ilmu bela diri ini.
Maklum, suaminya hanya guru ngaji di desa. Menurutnya, setiap hari, buat makan besok saja belum tahu apa ada yang bisa dimakan.
Bulan Mei lalu, Eka sebagai anak tunggal ditunjuk menggantikan ibunya yang sedang sakit untuk berangkat haji.
"Saya tidak bawa sangu sepeser pun. Dompet pun tidak bawa. Hanya beberapa helai pakaian dan mukena yang saya beli 22 tahun lalu yang saya bawa," katanya.
Eka mengaku sebelum berangkat memang diberi sangu oleh keluarga dan kerabat hingga terkumpul sejumlah uang.
Tapi, uang itu dia tinggalkan untuk orang yang sedang merawat ibunya yang sedang sakit di rumah. Terlebih, suami dan anak bungsunya saat ini juga sedang jatuh sakit.
Eka meyakini bisa berangkat haji merupakan hadiah terindah yang telah lama diimpikannya.
"Masih di Asrama Haji saja, saya sudah diperlakukan seperti raja. Tinggal makan enak pakai ikan dan daging. Bisa tidur di sofa, nyaman pula kamarnya. Padahal saya di rumah itu makannya tahu tempe," ucapnya sembari menyungging senyum.
Eka tergabung bersama jamaah calon haji kelompok terbang (Kloter) 6 Embarkasi Surabaya yang berangkat pada Selasa malam ini pukul 21.05 WIB menuju ke Tanah Suci.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Meski lulusan sarjana dari sebuah kampus swasta di Malang, Jawa Timur, jalan hidupnya penuh liku. Pernah bekerja sebagai sekretaris desa di Magetan usai menamatkan kuliah sekitar 22 tahun silam.
Gajinya berupa pengelolaan tanah bengkok (tanah kas desa) yang dia sewakan. Hasilnya lumayan, setahun mencapai Rp4 juta dan langsung didepositokan ke bank untuk memenuhi cita-citanya naik haji demi memenuhi rukun Islam yang kelima.
Namun, tiba-tiba seorang kerabat datang mengaku membutuhkan uang. Eka pun tidak tega, lantas menarik uang depositonya di bank dan meminjamkan seluruhnya.
Kenyataannya sungguh pahit. Uang yang dipinjamkan kepada kerabatnya itu sampai sekarang tidak pernah dikembalikan.
"Waktu itu awal tahun 2000. Biaya naik haji sekitar Rp8 jutaan," katanya mengenang, saat ditemui di Asrama Haji Surabaya, jelang keberangkatannya ke Tanah Suci, Selasa.
Padahal, saat itu Eka sudah mempersiapkan berangkat haji, di antaranya telah membeli busanabaju putih dan mukena.
"Akhirnya baju putih saya kasihkan orang, mukenanya saya simpan sampai sekarang. Biasanya saya pakai untuk sholat di setiap hari raya," ujarnya.
Sejak itu Eka tidak pernah menjalani kehidupan yang lebih baik. Ibu empat anak ini bahkan menapaki kehidupan terjal dengan bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan keluarga yang dijalaninya sampai sekarang.
"Terkadang jadi sopir untuk mobil carteran. Seringkali jadi buruh tani," kata perempuan paruh baya yang menguasai ilmu bela diri ini.
Maklum, suaminya hanya guru ngaji di desa. Menurutnya, setiap hari, buat makan besok saja belum tahu apa ada yang bisa dimakan.
Bulan Mei lalu, Eka sebagai anak tunggal ditunjuk menggantikan ibunya yang sedang sakit untuk berangkat haji.
"Saya tidak bawa sangu sepeser pun. Dompet pun tidak bawa. Hanya beberapa helai pakaian dan mukena yang saya beli 22 tahun lalu yang saya bawa," katanya.
Eka mengaku sebelum berangkat memang diberi sangu oleh keluarga dan kerabat hingga terkumpul sejumlah uang.
Tapi, uang itu dia tinggalkan untuk orang yang sedang merawat ibunya yang sedang sakit di rumah. Terlebih, suami dan anak bungsunya saat ini juga sedang jatuh sakit.
Eka meyakini bisa berangkat haji merupakan hadiah terindah yang telah lama diimpikannya.
"Masih di Asrama Haji saja, saya sudah diperlakukan seperti raja. Tinggal makan enak pakai ikan dan daging. Bisa tidur di sofa, nyaman pula kamarnya. Padahal saya di rumah itu makannya tahu tempe," ucapnya sembari menyungging senyum.
Eka tergabung bersama jamaah calon haji kelompok terbang (Kloter) 6 Embarkasi Surabaya yang berangkat pada Selasa malam ini pukul 21.05 WIB menuju ke Tanah Suci.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022