Chief Business Unit Zenius Education, Eko Bramantyo menyebut siswa menginginkan adanya pembelajaran secara hybrid (gabungan luring dan daring) saat pandemi COVID-19 berakhir nantinya.

"Saat tahun ajaran baru siswa menginginkan adanya hybrid learning. Mereka tidak akan mau hanya daring atau luring saja. Tapi tetap dikombinasikan. Ini momentum pemerintah untuk memperbarui semuanya," ujarnya di Surabaya, Minggu.

Pembelajaran luring, kata Eko, diperlukan untuk evaluasi di antara para siswa, atau untuk konsultasi dengan guru. Hybrid learning nantinya bisa jadi tren.

"Kalau ngomong hybrid learning komposisinya berbeda-beda. Bisa jadi hybrid learning nantinya luring 90 persen sementara daring hanya 10 persen. Ada yang bicara luringnya 75 persen, daringnya 25 persen. Tapi ini sudah mulai," ujarnya.

Komposisi paling ideal menurut Eko tergantung kebutuhan. Karena jika dilihat mata pelajaran masih saling mencari.

"Ini nanti di tempat kita hybrid learning tidak hanya berbicara luring dan daring saja tapi yang paling menarik adalah teknologinya apa.  Ini yang banyak orang tidak tahu dan sedang kami kerjakan," ujarnya.

Dijelaskannya, saat ini Indonesia masuk fase baru, terutama setelah merebaknya pandemi COVID-19.

"Dahulu internet tidak penting-penting amat, sebab itu hanya untuk kepentingan perusahaan. Namun pada saat terkena pandemi, di situ baru siap tidak siap harus siap," ujarnya.

"Dari situ orang mengerti bagaimana sekolah daring. Sekolah daring bukan barang baru karena negara lain sudah melakukannya. Tapi riil dipaksa saat pandemi," katanya, menambahkan.

Setelah pandemi berjalan dua tahun, kata Eko, siswa akhirnya tahu kelebihan dan kekurangan dari sekolah daring. Orang tua adalah orang yang paling telat terhadap perubahan sehingga mereka kesulitan luar biasa. (*)

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022