Sekretaris Daerah Kabupaten Jember Mirfano mengatakan pihaknya akan melaporkan penambangan batu kapur yang dilakukan secara ilegal di Gunung Sadeng ke aparat kepolisian setempat.
"Kami minta perusahaan yang tidak memiliki hak pengelolaan lahan batu kapur di Gunung Sadeng untuk menghentikan aktivitasnya. Kalau mereka masih bandel, kami akan laporkan ke polisi," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.
Menurutnya, para penambang ilegal berhenti saat tim Pemkab Jember melakukan inspeksi mendadak ke Gunung Sadeng yang merupakan aset pemerintah daerah di Desa Grenden, Kecamatan Puger, namun keesokan harinya bekerja kembali.
"Sepekan lalu saat kami inspeksi mendadak memang tidak ada aktivitas yang dilakukan penambang ilegal, namun setelah kami pulang dan keesokan harinya mereka menambang lagi," tuturnya.
Ia menjelaskan sertifikat hak pakai Pemkab Jember atas Gunung Sadeng seluas 190 hektare terbit pada 2013, namun sebelumnya pada 2011 bahwa Pemkab Jember bersama DPRD mengesahkan peraturan daerah tentang pajak dan pada 2014 terbit peraturan bupati tentang pemanfaatan Gunung Sadeng.
"Pemkab Jember baru menerbitkan hak pengelolaan lahan untuk perusahaan-perusahaan tambang gunung kapur sejak 2015 dan tercatat ada 18 perusahaan yang mendapatkan hak pengelolaan lahan," katanya.
Berdasarkan hasil verifikasi dan inspeksi lapangan, lanjut dia, Pemkab Jember menemukan adanya perusahaan tambang yang sudah tidak beroperasi sejak 2019, sehingga lahan dibiarkan terlantar dan lahan dieksplorasi secara berlebihan.
"Bahkan ada perusahaan yang memperjualbelikan hak pengelola lahan ke pihak lain karena pemegangnya tidak mampu mengelola lahan tambang batu kapur tanpa ada pemberitahuan ke Pemkab Jember selaku pemilik aset Gunung Sadeng," ujarnya.
Mirfano juga mengatakan ada perusahaan yang tidak memiliki peralatan tambang tapi bisa memberikan pendapatan asli daerah (PAD) ke Pemkab Jember hingga Rp1 miliar per tahun karena hak pengelola lahan-nya dijual ke perusahaan lain, namun ada juga yang memberikan PAD hanya Rp6 juta per tahun.
"Hari ini kami akan mencabut hak pengelolaan lahan sebanyak 10 perusahaan dari 18 perusahaan yang mengeksploitasi tambang batu kapur di Gunung Sadeng, Desa Grenden, Kecamatan Puger yang merupakan aset Pemkab Jember," ucapnya.
Ia meminta kepada 10 pengusaha untuk menghentikan seluruh kegiatan penambangan di Gunung Sadeng Jember, setelah surat pencabutan hak pengelolaan lahan diterbitkan.
Nama-nama perusahaan yang akan dicabut hak pengelolaan tambang batu kapur di Gunung Sadeng yakni CV Guna Abadi seluas 14,5 hektare; CV Formitra Jaya seluas 4,18 ha; CV Susanti Megah Perkasa seluas 5 ha; CV Mada Karya seluas 6,7 ha; CV Karya Nusantara seluas 5,19 ha.
Kemudian CV Dwi Joyo Utomo seluas 9,61 ha; CV Indolime Prima Utama seluas 4,6 ha; PT Ihsan Tunggal Jaya seluas 4,43 ha; PT. Mahera Jaya seluas 6,8 ha dan PT Kurnia Alam Perkasa seluas 9,68 ha.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Kami minta perusahaan yang tidak memiliki hak pengelolaan lahan batu kapur di Gunung Sadeng untuk menghentikan aktivitasnya. Kalau mereka masih bandel, kami akan laporkan ke polisi," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.
Menurutnya, para penambang ilegal berhenti saat tim Pemkab Jember melakukan inspeksi mendadak ke Gunung Sadeng yang merupakan aset pemerintah daerah di Desa Grenden, Kecamatan Puger, namun keesokan harinya bekerja kembali.
"Sepekan lalu saat kami inspeksi mendadak memang tidak ada aktivitas yang dilakukan penambang ilegal, namun setelah kami pulang dan keesokan harinya mereka menambang lagi," tuturnya.
Ia menjelaskan sertifikat hak pakai Pemkab Jember atas Gunung Sadeng seluas 190 hektare terbit pada 2013, namun sebelumnya pada 2011 bahwa Pemkab Jember bersama DPRD mengesahkan peraturan daerah tentang pajak dan pada 2014 terbit peraturan bupati tentang pemanfaatan Gunung Sadeng.
"Pemkab Jember baru menerbitkan hak pengelolaan lahan untuk perusahaan-perusahaan tambang gunung kapur sejak 2015 dan tercatat ada 18 perusahaan yang mendapatkan hak pengelolaan lahan," katanya.
Berdasarkan hasil verifikasi dan inspeksi lapangan, lanjut dia, Pemkab Jember menemukan adanya perusahaan tambang yang sudah tidak beroperasi sejak 2019, sehingga lahan dibiarkan terlantar dan lahan dieksplorasi secara berlebihan.
"Bahkan ada perusahaan yang memperjualbelikan hak pengelola lahan ke pihak lain karena pemegangnya tidak mampu mengelola lahan tambang batu kapur tanpa ada pemberitahuan ke Pemkab Jember selaku pemilik aset Gunung Sadeng," ujarnya.
Mirfano juga mengatakan ada perusahaan yang tidak memiliki peralatan tambang tapi bisa memberikan pendapatan asli daerah (PAD) ke Pemkab Jember hingga Rp1 miliar per tahun karena hak pengelola lahan-nya dijual ke perusahaan lain, namun ada juga yang memberikan PAD hanya Rp6 juta per tahun.
"Hari ini kami akan mencabut hak pengelolaan lahan sebanyak 10 perusahaan dari 18 perusahaan yang mengeksploitasi tambang batu kapur di Gunung Sadeng, Desa Grenden, Kecamatan Puger yang merupakan aset Pemkab Jember," ucapnya.
Ia meminta kepada 10 pengusaha untuk menghentikan seluruh kegiatan penambangan di Gunung Sadeng Jember, setelah surat pencabutan hak pengelolaan lahan diterbitkan.
Nama-nama perusahaan yang akan dicabut hak pengelolaan tambang batu kapur di Gunung Sadeng yakni CV Guna Abadi seluas 14,5 hektare; CV Formitra Jaya seluas 4,18 ha; CV Susanti Megah Perkasa seluas 5 ha; CV Mada Karya seluas 6,7 ha; CV Karya Nusantara seluas 5,19 ha.
Kemudian CV Dwi Joyo Utomo seluas 9,61 ha; CV Indolime Prima Utama seluas 4,6 ha; PT Ihsan Tunggal Jaya seluas 4,43 ha; PT. Mahera Jaya seluas 6,8 ha dan PT Kurnia Alam Perkasa seluas 9,68 ha.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022