Kepolisian Daerah Jawa Timur menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) kepada MSA, putra seorang kiai ternama di Jombang, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan terhadap santriwatinya.
"Kami akan melakukan upaya paksa terhadap MSA karena beberapa kali mangkir dari upaya pemanggilan polisi," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Kombes Polisi Totok Suharyanto di Surabaya, Jumat.
Totok menegaskan secara fakta yuridis perkara dugaan pencabulan santriwati dengan tersangka MSA sudah dinyatakan P21 alias berkas lengkap oleh kejaksaan pada 4 Januari 2022.
"Secara fakta yuridis, perkara itu sudah P21 pada 4 Januari lalu. Sehingga kita berkewajiban untuk menyerahkan tersangka dan barang buktinya kepada kejaksaan," ujarnya.
Baca juga: Puluhan santri desak polisi tuntaskan kasus pencabulan libatkan anak kiai di Jombang
Baca juga: Kapolda sebut tersangka pencabulan di ponpes Jombang akan serahkan diri
Polisi sudah melayangkan panggilan pertama dan kedua kepada MSA yang menjadi tersangka pencabulan santriwati.
Pada panggilan pertama, MSA melalui kuasa hukumnya menyatakan tidak datang dengan alasan sakit dan melalui kuasa hukumnya meminta waktu hingga 10 Januari.
"Setelah kita tunggu, ternyata yang bersangkutan juga tidak hadir. Kali ini tanpa alasan," ucapnya.
Selanjutnya, pada Kamis (13/1), penyidik mendatangi kediaman tersangka MSA di sebuah pondok pesantren di Jombang. Namun, kedatangan penyidik ini sempat mendapatkan penolakan dengan alasan MSA sedang tidak berada di tempat.
"Kemarin penyidik memang menjalankan surat perintah untuk membawa MSA karena tidak berada ditempat menurut penjaga di situ. Kemudian kita sudah menerbitkan DPO untuk proses selanjutnya, kita akan laksanakan upaya paksa," ujarnya, menegaskan.
Mengenai batas waktu bagi tersangka untuk menyerahkan diri atau dibawa paksa, Kombes Totok berharap tersangka MSA bersikap kooperatif dengan pihak kepolisian.
"Harapan kita untuk tersangka kooperatif, (upaya paksa) secepatnya akan kita laksanakan," tuturnya.
Tersangka MSA merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah pengurus sekaligus anak kiai ternama dari salah satu pesantren di wilayah tersebut.
Pada Oktober 2019, MSA dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG.
Korban pencabulan merupakan salah satu santri atau anak didik MSA di pesantren.
Selama disidik oleh Polres Jombang, MSA diketahui tidak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian, MSA telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.
Kasus ini kemudian ditarik ke Polda Jatim, tetapi polisi ternyata belum bisa mengamankan MSA. Upaya jemput paksa pun sempat dihalang-halangi jamaah pesantren setempat.
Tersangka MSA lalu menggugat Kapolda Jawa Timur. Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidaklah sah.
Ia pun mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Kami akan melakukan upaya paksa terhadap MSA karena beberapa kali mangkir dari upaya pemanggilan polisi," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Kombes Polisi Totok Suharyanto di Surabaya, Jumat.
Totok menegaskan secara fakta yuridis perkara dugaan pencabulan santriwati dengan tersangka MSA sudah dinyatakan P21 alias berkas lengkap oleh kejaksaan pada 4 Januari 2022.
"Secara fakta yuridis, perkara itu sudah P21 pada 4 Januari lalu. Sehingga kita berkewajiban untuk menyerahkan tersangka dan barang buktinya kepada kejaksaan," ujarnya.
Baca juga: Puluhan santri desak polisi tuntaskan kasus pencabulan libatkan anak kiai di Jombang
Baca juga: Kapolda sebut tersangka pencabulan di ponpes Jombang akan serahkan diri
Polisi sudah melayangkan panggilan pertama dan kedua kepada MSA yang menjadi tersangka pencabulan santriwati.
Pada panggilan pertama, MSA melalui kuasa hukumnya menyatakan tidak datang dengan alasan sakit dan melalui kuasa hukumnya meminta waktu hingga 10 Januari.
"Setelah kita tunggu, ternyata yang bersangkutan juga tidak hadir. Kali ini tanpa alasan," ucapnya.
Selanjutnya, pada Kamis (13/1), penyidik mendatangi kediaman tersangka MSA di sebuah pondok pesantren di Jombang. Namun, kedatangan penyidik ini sempat mendapatkan penolakan dengan alasan MSA sedang tidak berada di tempat.
"Kemarin penyidik memang menjalankan surat perintah untuk membawa MSA karena tidak berada ditempat menurut penjaga di situ. Kemudian kita sudah menerbitkan DPO untuk proses selanjutnya, kita akan laksanakan upaya paksa," ujarnya, menegaskan.
Mengenai batas waktu bagi tersangka untuk menyerahkan diri atau dibawa paksa, Kombes Totok berharap tersangka MSA bersikap kooperatif dengan pihak kepolisian.
"Harapan kita untuk tersangka kooperatif, (upaya paksa) secepatnya akan kita laksanakan," tuturnya.
Tersangka MSA merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur. Ia adalah pengurus sekaligus anak kiai ternama dari salah satu pesantren di wilayah tersebut.
Pada Oktober 2019, MSA dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG.
Korban pencabulan merupakan salah satu santri atau anak didik MSA di pesantren.
Selama disidik oleh Polres Jombang, MSA diketahui tidak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik. Kendati demikian, MSA telah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2019.
Kasus ini kemudian ditarik ke Polda Jatim, tetapi polisi ternyata belum bisa mengamankan MSA. Upaya jemput paksa pun sempat dihalang-halangi jamaah pesantren setempat.
Tersangka MSA lalu menggugat Kapolda Jawa Timur. Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidaklah sah.
Ia pun mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022