Guru Besar Universitas Brawijaya (UB) Profesor Arinto Yudi Ponco Wardoyo bersama tim mengembangkan alat deteksi COVID-19 dan hasil metabolisme dari sistem pernapasan serta pencernaan yang dinamakan UBreath Analysis.
Menurut Profesor Arinto Yudi di Malang, Jawa Timur, Selasa, alat ini mampu mengidentifikasi dan mengukur konsentrasi zat dari hasil metabolisme sistem pernapasan dan pencernaan melalui hembusan napas dalam bentuk gas, partikulat, dan parameter lain yang berjumlah 25.
Hasil pengukuran dari parameter tersebut, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi kondisi dari sistem pernapasan dan sistem pencernaan.
Ia mengatakan UBreath bekerja dengan menghembuskan napas pada kantong khusus sebelum alat ini akan mengukur unsur-unsur yang terkandung dalam udara pernapasan. Alat ini memerlukan waktu antara 2-3 menit untuk mendapatkan hasil.
UBreath telah diuji klinis pada orang sehat dan penyintas COVID-19 di RSUD dr. Saiful Anwar Malang dan RS Lapangan Malang dengan total 400 sampel.
"Hasil yang didapatkan, yakni alat ini tidak hanya dapat mendeteksi positif atau negatif COVID, tetapi lebih spesifik, alat ini bisa mengklasifikasikan seperti orang tanpa gejala (OTG), ringan, sedang, sampai berat,” kata Guru Besar Fisika ini.
Penelitian yang dilakukan sejak akhir 2020 ini menghasilkan tingkat akurasi mencapai lebih 90 persen.
UBreath dikembangkan dengan bekerja sama dengan tim Fakultas Kedokteran UB, yakni Dr. dr. Susanthy Djajalaksan.Sp.P(K) dan Prof. Dr. dr. Teguh Wahju Sardjono, DTM&H., M.Sc.,SPParK.
Saat ini diuji klinik untuk skrining penyakit pernapasan, seperti kanker paru-paru, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bersama tim dari Fakultas Kedokteran.
"Penderita penyakit kanker paru-paru biasanya terlambat mendeteksi karena tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Untuk itu alat ini sangat baik untuk skrining awal,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Menurut Profesor Arinto Yudi di Malang, Jawa Timur, Selasa, alat ini mampu mengidentifikasi dan mengukur konsentrasi zat dari hasil metabolisme sistem pernapasan dan pencernaan melalui hembusan napas dalam bentuk gas, partikulat, dan parameter lain yang berjumlah 25.
Hasil pengukuran dari parameter tersebut, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengidentifikasi kondisi dari sistem pernapasan dan sistem pencernaan.
Ia mengatakan UBreath bekerja dengan menghembuskan napas pada kantong khusus sebelum alat ini akan mengukur unsur-unsur yang terkandung dalam udara pernapasan. Alat ini memerlukan waktu antara 2-3 menit untuk mendapatkan hasil.
UBreath telah diuji klinis pada orang sehat dan penyintas COVID-19 di RSUD dr. Saiful Anwar Malang dan RS Lapangan Malang dengan total 400 sampel.
"Hasil yang didapatkan, yakni alat ini tidak hanya dapat mendeteksi positif atau negatif COVID, tetapi lebih spesifik, alat ini bisa mengklasifikasikan seperti orang tanpa gejala (OTG), ringan, sedang, sampai berat,” kata Guru Besar Fisika ini.
Penelitian yang dilakukan sejak akhir 2020 ini menghasilkan tingkat akurasi mencapai lebih 90 persen.
UBreath dikembangkan dengan bekerja sama dengan tim Fakultas Kedokteran UB, yakni Dr. dr. Susanthy Djajalaksan.Sp.P(K) dan Prof. Dr. dr. Teguh Wahju Sardjono, DTM&H., M.Sc.,SPParK.
Saat ini diuji klinik untuk skrining penyakit pernapasan, seperti kanker paru-paru, Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bersama tim dari Fakultas Kedokteran.
"Penderita penyakit kanker paru-paru biasanya terlambat mendeteksi karena tidak menunjukkan gejala pada tahap awal. Untuk itu alat ini sangat baik untuk skrining awal,” ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022