Sejumlah dokter spesialis meminta masyarakat mewaspadai terhadap potensj bahaya dan risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis/ uretra dan luka bakar dari sunat laser. 

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia Prof. Andi Asadul Islam melalui keterangannya, Jumat mengakui bahwa belum ada penelitian secara khusus yang menjelaskan tentang indikasi untuk sunat laser. 

"Meski begitu sunat laser juga memiliki risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis/ uretra dan luka bakar," ujarnya. 

Sunat laser menggunakan energi panas pada alat elektrokauter, yaitu alat yang menyerupai solder. Pada ujung kauter terdapat besi yang dipanaskan dengan tenaga listrik. Besi inilah yang kemudian digunakan untuk memotong preputium (kulup penis), jadi anggapan bahwa sunat dengan metode ini menggunakan energi cahaya (laser) tidaklah tepat.

Pada tahun 1976, Journal of Pediatric Surgery mengungkapkan tentang seorang anak berusia 3 tahun yang melakukan rekonstruksi penis karena luka bakar akibat tindakan sunat dengan menggunakan elektrokauter. 
 
New York Times tahun 1985 juga pernah memuat berita tentang kasus tragedi dua bayi laki-laki yang mengalami luka bakar saat menjalani sunat di sebuah rumah sakit di Atlanta, Amerika Serikat. Bahkan salah satu dari bayi tersebut harus menjalani operasi kelamin. 

Pada tahun 2008 lalu ada seorang anak di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah yang kepala kelaminnya ikut terpotong setelah sunat dengan metode elektrokauter atau yang lebih dikenal dengan sunat laser. 

Adanya kelalaian pada saat tindakan sunat menyebabkan ikut terpotongnya kepala penis. Harapan keluarga agar dokter bisa menyambung kembali kepala penis korban tidak berjalan dengan baik, sehingga hanya dilakukan perawatan medis untuk menyembuhkan luka tersebut.

Pada penggunaan kauter yang telah dipanaskan, arus listrik langsung menuju ke jaringan penis. Dan apabila preputium dipotong dengan kauter hal ini juga dapat menyebabkan total phallic loss atau gangguan saraf yang parah karena adanya kontak antara cauter dan clamp.

Untuk itu Dokter Spesialis Urologi, dr. Arry Rodjani, Sp.U.(K) mengungkapkan bahwa organisasi kesehatan dunia yakni WHO merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan kompeten. 

"Hal itu untuk mencegah cedera akibat teknik sunat yang salah, beberapa studi sudah tidak menganjurkan sunat laser untuk dilakukan," katanya. (*) 
 

Pewarta: Willy Irawan

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021