Sejumlah tukang becak menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara jual beli jabatan terdakwa Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidayat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.
Salah satunya Sukarsi, tukang becak yang biasa mangkal di depan Pasar Nganjuk itu menceritakan sosok Novi saat masih menjabat Bupati.
"Beliau orangnya baik. Sering memberi bantuan pada kami," katanya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin I Ketut Suarta di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin.
Tukang becak lainnya, Sarmidi, juga menceritakan hal serupa. Menurutnya rekan-rekan seprofesi, sesama tukang becak di Nganjuk, masing-masing kerap mendapatkan bantuan berupa beras 5 kilogram hampir setiap bulan, atau minimal setahun sekali.
"Kami selalu mendapatkan bantuan dari beliau. Sudah berlangsung selama sekitar delapan tahun terakhir," ujarnya.
Selain tukang becak, persidangan tersebut juga menghadirkan Staf Penyaluran Zakat PT Tunas Jaya Abadi Grup Yoyok Yuono sebagai saksi.
Yoyok mengaku sering diberi tugas untuk membagikan zakat dari perusahaan milik keluarga Novi Rahman Hidayat.
Menurutnya lini usaha milik keluarga Novi cukup banyak, mulai dari bidang usaha SPBU, simpan pinjam, perkebunan, koperasi, peternakan sapi dan lain sebagainya.
"Untuk satu kecamatan di Nganjuk, biasanya diberikan bantuan 1 ton beras. Masing-masing untuk disalurkan di sedikitnya 20 kecamatan di Nganjuk," ucapnya.
Salah satu kuasa hukum Bupati Nonaktif Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Tis'at Afriyandi, saat dikonfirmasi usai persidangan, mengungkapkan, saksi-saksi tersebut dihadirkan bertujuan untuk menunjukkan yang dilakukan terdakwa tidak sebanding dengan nilai operasi tangkap tangan (OTT) yang selama ini digaunggaungkan.
"Nominal yang disebut dalam OTT itu tidak sebanding dengan aktivitas sosial dan latar belakang terdakwa yang juga pengusaha. Uang yang katanya disita Rp600 juta dalam brankas saat OTT itu juga belum mampu dibuktikan untuk keperluan apa. Sehingga sejauh ini kasus dalam persidangan ini tidak ada yang nyambung," katanya.
Dalam perkara ini, Bupati Novi Rahman Hidayat menjadi terdakwa setelah tertangkap tangan aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri), pada 9 Mei 2021, dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Nganjuk Andie Wicaksono mendakwa Novi telah menyalahgunakan kekuasaannya. Terdakwa Novi Rahman Hidayat dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Salah satunya Sukarsi, tukang becak yang biasa mangkal di depan Pasar Nganjuk itu menceritakan sosok Novi saat masih menjabat Bupati.
"Beliau orangnya baik. Sering memberi bantuan pada kami," katanya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin I Ketut Suarta di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin.
Tukang becak lainnya, Sarmidi, juga menceritakan hal serupa. Menurutnya rekan-rekan seprofesi, sesama tukang becak di Nganjuk, masing-masing kerap mendapatkan bantuan berupa beras 5 kilogram hampir setiap bulan, atau minimal setahun sekali.
"Kami selalu mendapatkan bantuan dari beliau. Sudah berlangsung selama sekitar delapan tahun terakhir," ujarnya.
Selain tukang becak, persidangan tersebut juga menghadirkan Staf Penyaluran Zakat PT Tunas Jaya Abadi Grup Yoyok Yuono sebagai saksi.
Yoyok mengaku sering diberi tugas untuk membagikan zakat dari perusahaan milik keluarga Novi Rahman Hidayat.
Menurutnya lini usaha milik keluarga Novi cukup banyak, mulai dari bidang usaha SPBU, simpan pinjam, perkebunan, koperasi, peternakan sapi dan lain sebagainya.
"Untuk satu kecamatan di Nganjuk, biasanya diberikan bantuan 1 ton beras. Masing-masing untuk disalurkan di sedikitnya 20 kecamatan di Nganjuk," ucapnya.
Salah satu kuasa hukum Bupati Nonaktif Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Tis'at Afriyandi, saat dikonfirmasi usai persidangan, mengungkapkan, saksi-saksi tersebut dihadirkan bertujuan untuk menunjukkan yang dilakukan terdakwa tidak sebanding dengan nilai operasi tangkap tangan (OTT) yang selama ini digaunggaungkan.
"Nominal yang disebut dalam OTT itu tidak sebanding dengan aktivitas sosial dan latar belakang terdakwa yang juga pengusaha. Uang yang katanya disita Rp600 juta dalam brankas saat OTT itu juga belum mampu dibuktikan untuk keperluan apa. Sehingga sejauh ini kasus dalam persidangan ini tidak ada yang nyambung," katanya.
Dalam perkara ini, Bupati Novi Rahman Hidayat menjadi terdakwa setelah tertangkap tangan aparat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri), pada 9 Mei 2021, dalam dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Nganjuk Andie Wicaksono mendakwa Novi telah menyalahgunakan kekuasaannya. Terdakwa Novi Rahman Hidayat dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021