Tren onboarding usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ke platform online sedang terus naik dalam beberapa waktu terakhir ketika pandemi memaksa lebih banyak orang tinggal di rumah dan berbelanja secara daring.
Banyak dari pelaku UMKM yang semula gagap teknologi mau tak mau terjun bahkan dipaksa ke lokapasar dengan ketidakcukupan informasi mengenai berdagang di dunia siber.
Ancaman kemudian semakin nyata terlihat ketika risiko-risiko yang dikhawatirkan terjadi termasuk misalnya soal belajar COD (cash on delivery) hingga masalah ongkos kirim.
Ketidakpahaman penjual maupun pembeli mengenai aturan jual beli online kerap kali memang masih menjadi masalah serius dan isu bersama yang berkembang di tanah air.
Payung hukum mengenai perdagangan elektronik pun terasa belum dipahami dengan benar oleh sebagian besar masyarakat termasuk pelaku UMKM yang didorong untuk onboarding sebanyak mungkin ke platform online.
Hal ini disadari benar ke depan akan menimbulkan persoalan meskipun berkenalan dengan perdagangan elektronik di era cyber saat ini sudah merupakan keniscayaan yang tidak terelakkan.
Faktanya dunia perdagangan elektronik bukan sesederhana mengunggah produk ke feed atau story media sosial lalu menunggu orang membeli. Namun lebih dari itu ketika seseorang dituntut untuk setidaknya memahami algoritma media sosial atau website yang digunakannya sebagai lapak online.
Lebih jauh dari itu, jika ingin benar-benar sukses pelaku UMKM bahkan harus mendapatkan bekal yang cukup terkait digital marketing.
Sebab perubahan algoritma pada platform-platform online yang terjadi terus-menerus dan dinamis harus benar-benar dipahami pelaku UMKM yang sudah mulai mengandalkan penjualannya secara online.
Sekali perubahan algoritma terjadi dan tak diikuti oleh pelaku UMKM, maka pemasaran produk UMKM rentan terkoreksi signifikan.
Memang sudah banyak yang sukses dengan mengandalkan penjualan online sebab banyak dari mereka yang memang memiliki komitmen dan kesungguhan yang kuat untuk belajar dan menjadikan platform online sebagai fokus bukan semata asal ada.
Active Selling
Dengan beragam latar belakang itulah, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) misalnya memberikan program pendampingan yang tak sebentar bagi para pelaku UMKM yang akan onboarding ke marketplace.
Melalui Program Active Selling sebagai salah satu upaya pendampingan, beragam paket pelatihan hingga praktik langsung dilaksanakan selama satu semester alias enam bulan penuh.
Materi yang disuguhkan pun diusahakan sangat detail, peserta juga tidak dikenakan biaya, malah mendapat jatah kuota. Tak heran jika di Jawa Tegah misalnya pelaku UMKM yang berminat mengikuti program ini melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Faktanya memang pandemi menjadi peluang tersendiri bagi para pelaku UMKM untuk meluangkan lebih banyak waktu mempelajari hal baru khususnya soal bisnis online.
UMKM di Solo misalnya banyak yang memanfaatkan waktu luang mereka untuk mengikuti pelatihan-pelatihan online. Salah satunya, Program Active Selling yang bentuknya adalah pendampingan intensif yang mulai dari Juli hingga Desember 2021. Sejumlah materi yang disampaikan cukup lengkap, baik teori praktis maupun praktik.
Yuli Tjahya Purnamasari yang akrab dipanggil Maya sebagai fasilitator program itu, mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih banyak pelaku UMKM yang ingin menjadi peserta program pendampingan UMKM tersebut.
Banyak peserta yang ingin mengajak teman-teman mereka untuk ikut dalam program pendampingan. Salah satu daya tarik Program Active Selling adalah ketersediaan fasilitator terlatih yang juga siap melayani pertanyaan-pertanyaan peserta setiap waktu.
Ketika biasanya pelatihan lain hanya 2-3 jam, atau paling lama tiga hari, namun Program Active Selling fokus membahas marketing online saja tapi secara mendalam.
Jadi materinya diharapkan lebih komplit, banyak tips-tips menarik, dan peserta bisa langsung didampingi untuk mempraktikkan di samping juga fasilitator dapat dikontak kapan saja selama 24 jam.
Dengan jangka waktu yang panjang dan peserta yang mencapai 2.600 UMKM, Maya mengolah materi-materi pelatihan dalam topik-topik kecil tapi disesuaikan dengan kebutuhan peserta.
Kelas Online
Program pelatihan yang diterapkan untuk pelaku UMKM mencakup kelas online sehari dua kali, yakni mulai pukul 10.00 sesi I dan pukul 15.00 untuk sesi II.
Materinya disampaikan melalui modul-modul yang akan diberikan sesuai dengan keperluan peserta. Misalnya terkait cara menghasilkan foto produk yang representatif hingga hypnomarketing yang bermanfaat untuk mendalami komunikasi antara penjual dan pembeli.
Bagi Maya dan tim, koordinasi menjadi kunci utama. Baik koordinasi antara fasilitator, dengan stakeholder dan kelompok-kelompok UMKM. Sebab ia banyak melakukan koordinasi secara vertikal dan horisontal, baik kepada pemerintah daerah, juga kelompok-kelompok UMKM.
Jadi dalam kegiatan pendampingan, Maya dan rekan-rekan fasilitator lain juga siap menjawab keluhan-keluhan terkait produksi, perizinan, permodalan, pemesanan barang, dan lain-lain.
Direktur Ekonomi Digital Kementerian Kominfo I Nyoman Adhiarna mengapresiasi bahwa Program Pendampingan Active Selling 2021 dapat diterima dengan baik di kalangan pelaku UMKM.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada punggawa-punggawa di daerah sebagai fasilitator yang rela mencurahkan tenaga, waktu, dan pikiran untuk bersama-sama mendukung usaha pemerintah dalam mengangkat UMKM.
Menurut dia, fasilitator adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat. Tanpa fasilitator, program Active Selling tidak akan berjalan dengan baik.
Fasilitator yang dapat berinteraksi langsung dengan UMKM sekaligus mendampingi mereka untuk mengakses pasar online dan menekankan bahwa berjualan di platform daring bukan sekadar tren.
Namun lebih jauh merupakan upaya untuk memperluas pasar hingga pada akhirnya mampu menggerakkan dan membangkitkan kembali perekonomian yang terdampak pandemi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Banyak dari pelaku UMKM yang semula gagap teknologi mau tak mau terjun bahkan dipaksa ke lokapasar dengan ketidakcukupan informasi mengenai berdagang di dunia siber.
Ancaman kemudian semakin nyata terlihat ketika risiko-risiko yang dikhawatirkan terjadi termasuk misalnya soal belajar COD (cash on delivery) hingga masalah ongkos kirim.
Ketidakpahaman penjual maupun pembeli mengenai aturan jual beli online kerap kali memang masih menjadi masalah serius dan isu bersama yang berkembang di tanah air.
Payung hukum mengenai perdagangan elektronik pun terasa belum dipahami dengan benar oleh sebagian besar masyarakat termasuk pelaku UMKM yang didorong untuk onboarding sebanyak mungkin ke platform online.
Hal ini disadari benar ke depan akan menimbulkan persoalan meskipun berkenalan dengan perdagangan elektronik di era cyber saat ini sudah merupakan keniscayaan yang tidak terelakkan.
Faktanya dunia perdagangan elektronik bukan sesederhana mengunggah produk ke feed atau story media sosial lalu menunggu orang membeli. Namun lebih dari itu ketika seseorang dituntut untuk setidaknya memahami algoritma media sosial atau website yang digunakannya sebagai lapak online.
Lebih jauh dari itu, jika ingin benar-benar sukses pelaku UMKM bahkan harus mendapatkan bekal yang cukup terkait digital marketing.
Sebab perubahan algoritma pada platform-platform online yang terjadi terus-menerus dan dinamis harus benar-benar dipahami pelaku UMKM yang sudah mulai mengandalkan penjualannya secara online.
Sekali perubahan algoritma terjadi dan tak diikuti oleh pelaku UMKM, maka pemasaran produk UMKM rentan terkoreksi signifikan.
Memang sudah banyak yang sukses dengan mengandalkan penjualan online sebab banyak dari mereka yang memang memiliki komitmen dan kesungguhan yang kuat untuk belajar dan menjadikan platform online sebagai fokus bukan semata asal ada.
Active Selling
Dengan beragam latar belakang itulah, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) misalnya memberikan program pendampingan yang tak sebentar bagi para pelaku UMKM yang akan onboarding ke marketplace.
Melalui Program Active Selling sebagai salah satu upaya pendampingan, beragam paket pelatihan hingga praktik langsung dilaksanakan selama satu semester alias enam bulan penuh.
Materi yang disuguhkan pun diusahakan sangat detail, peserta juga tidak dikenakan biaya, malah mendapat jatah kuota. Tak heran jika di Jawa Tegah misalnya pelaku UMKM yang berminat mengikuti program ini melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Faktanya memang pandemi menjadi peluang tersendiri bagi para pelaku UMKM untuk meluangkan lebih banyak waktu mempelajari hal baru khususnya soal bisnis online.
UMKM di Solo misalnya banyak yang memanfaatkan waktu luang mereka untuk mengikuti pelatihan-pelatihan online. Salah satunya, Program Active Selling yang bentuknya adalah pendampingan intensif yang mulai dari Juli hingga Desember 2021. Sejumlah materi yang disampaikan cukup lengkap, baik teori praktis maupun praktik.
Yuli Tjahya Purnamasari yang akrab dipanggil Maya sebagai fasilitator program itu, mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih banyak pelaku UMKM yang ingin menjadi peserta program pendampingan UMKM tersebut.
Banyak peserta yang ingin mengajak teman-teman mereka untuk ikut dalam program pendampingan. Salah satu daya tarik Program Active Selling adalah ketersediaan fasilitator terlatih yang juga siap melayani pertanyaan-pertanyaan peserta setiap waktu.
Ketika biasanya pelatihan lain hanya 2-3 jam, atau paling lama tiga hari, namun Program Active Selling fokus membahas marketing online saja tapi secara mendalam.
Jadi materinya diharapkan lebih komplit, banyak tips-tips menarik, dan peserta bisa langsung didampingi untuk mempraktikkan di samping juga fasilitator dapat dikontak kapan saja selama 24 jam.
Dengan jangka waktu yang panjang dan peserta yang mencapai 2.600 UMKM, Maya mengolah materi-materi pelatihan dalam topik-topik kecil tapi disesuaikan dengan kebutuhan peserta.
Kelas Online
Program pelatihan yang diterapkan untuk pelaku UMKM mencakup kelas online sehari dua kali, yakni mulai pukul 10.00 sesi I dan pukul 15.00 untuk sesi II.
Materinya disampaikan melalui modul-modul yang akan diberikan sesuai dengan keperluan peserta. Misalnya terkait cara menghasilkan foto produk yang representatif hingga hypnomarketing yang bermanfaat untuk mendalami komunikasi antara penjual dan pembeli.
Bagi Maya dan tim, koordinasi menjadi kunci utama. Baik koordinasi antara fasilitator, dengan stakeholder dan kelompok-kelompok UMKM. Sebab ia banyak melakukan koordinasi secara vertikal dan horisontal, baik kepada pemerintah daerah, juga kelompok-kelompok UMKM.
Jadi dalam kegiatan pendampingan, Maya dan rekan-rekan fasilitator lain juga siap menjawab keluhan-keluhan terkait produksi, perizinan, permodalan, pemesanan barang, dan lain-lain.
Direktur Ekonomi Digital Kementerian Kominfo I Nyoman Adhiarna mengapresiasi bahwa Program Pendampingan Active Selling 2021 dapat diterima dengan baik di kalangan pelaku UMKM.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada punggawa-punggawa di daerah sebagai fasilitator yang rela mencurahkan tenaga, waktu, dan pikiran untuk bersama-sama mendukung usaha pemerintah dalam mengangkat UMKM.
Menurut dia, fasilitator adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat. Tanpa fasilitator, program Active Selling tidak akan berjalan dengan baik.
Fasilitator yang dapat berinteraksi langsung dengan UMKM sekaligus mendampingi mereka untuk mengakses pasar online dan menekankan bahwa berjualan di platform daring bukan sekadar tren.
Namun lebih jauh merupakan upaya untuk memperluas pasar hingga pada akhirnya mampu menggerakkan dan membangkitkan kembali perekonomian yang terdampak pandemi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021