Penulis sekaligus sutradara serial Netflix “Squid Game”, Hwang Dong-hyuk, menilai unsur satire atau sindiran di dalam cerita serta kesederhanaan dari permainan, turut mendorong popularitas serial tersebut menarik perhatian penonton secara global.
“Saya berpikir orang-orang tertarik dengan ironi bahwa orang dewasa yang putus asa mempertaruhkan hidup mereka untuk memenangkan permainan anak-anak,” kata Hwang dalam sebuah wawancara kepada Yonhap, dikutip pada Rabu.
Menurutnya, unsur kesederhanaan dan kemudahan di dalam permainan mendorong penonton dapat membenamkan diri ke dalam setiap karakter. Alur cerita juga menyindir kondisi masyarakat yang sangat kompetitif.
Serial “Squid Game” terdiri dari sembilan episode berkisah tentang permainan bertahan hidup dan mati. Baru-baru ini “Squid Game” telah menyelesaikan penayangannya dan menghasilkan respon besar dari pengamat Korea dan luar negeri.
“Squid Game” juga menjadi serial televisi Korea pertama yang menduduki puncak tertinggi untuk serial Netflix, yang paling banyak ditonton di Amerika Serikat berdasarakn pelacakan perusahaan analitik streaming FlixPatrol.
“Saya pikir 'Squid Game' berbagi kerangka ide dan beberapa stereotip dramatis dengan karya bergenre survival yang pernah ada sebelumnya. Tapi konten dan narasinya berbeda dari mereka,” katanya merujuk pada karya film, novel, dan kartun genre survival yang telah banyak ia nikmati, seperti “The Hunger Games” dan “Battle Royale”.
Hwang mengatakan dirinya ingin menulis sebuah alegori atau fabel tentang masyarakat kapitalis modern yang memojokkan semakin banyak orang ke dalam kompetisi ekstrem yang dirancang oleh sekelompok pelindung kaya yang tidak manusiawi.
Rancangan skenario “Squid Game” pertama kali ditulis untuk sebuah film panjang sekitar satu dekade lalu, tetapi ditolak oleh investor lokal dan studio produksi dengan alasan kekerasan dan sensasionalisme.
Sekitar dua tahun yang lalu, Hwang bertemu dengan pihak Netflix dan memutuskan untuk membuat serial dalam sembilan episode.
“Saya seorang sutradara film yang terbiasa membuat film berdurasi dua jam. Sangat sulit untuk membuat serial berdurasi delapan jam,” ujar Hwang mengungkapkan tentang kesulitannya.
Terkait meningkatnya permintaan untuk musim kedua, Hwang mengatakan saat ini dirinya tidak memiliki rencana rinci tetapi tetap membuka kemungkinan tersebut.
"Ada banyak cerita yang tidak bisa diceritakan, seperti sejarah masa lalu tuan rumah dan penjaga pertandingan. Itu dapat disajikan di musim depan. Belum ada yang ditentukan. Tapi ada kemungkinan,” katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
“Saya berpikir orang-orang tertarik dengan ironi bahwa orang dewasa yang putus asa mempertaruhkan hidup mereka untuk memenangkan permainan anak-anak,” kata Hwang dalam sebuah wawancara kepada Yonhap, dikutip pada Rabu.
Menurutnya, unsur kesederhanaan dan kemudahan di dalam permainan mendorong penonton dapat membenamkan diri ke dalam setiap karakter. Alur cerita juga menyindir kondisi masyarakat yang sangat kompetitif.
Serial “Squid Game” terdiri dari sembilan episode berkisah tentang permainan bertahan hidup dan mati. Baru-baru ini “Squid Game” telah menyelesaikan penayangannya dan menghasilkan respon besar dari pengamat Korea dan luar negeri.
“Squid Game” juga menjadi serial televisi Korea pertama yang menduduki puncak tertinggi untuk serial Netflix, yang paling banyak ditonton di Amerika Serikat berdasarakn pelacakan perusahaan analitik streaming FlixPatrol.
“Saya pikir 'Squid Game' berbagi kerangka ide dan beberapa stereotip dramatis dengan karya bergenre survival yang pernah ada sebelumnya. Tapi konten dan narasinya berbeda dari mereka,” katanya merujuk pada karya film, novel, dan kartun genre survival yang telah banyak ia nikmati, seperti “The Hunger Games” dan “Battle Royale”.
Hwang mengatakan dirinya ingin menulis sebuah alegori atau fabel tentang masyarakat kapitalis modern yang memojokkan semakin banyak orang ke dalam kompetisi ekstrem yang dirancang oleh sekelompok pelindung kaya yang tidak manusiawi.
Rancangan skenario “Squid Game” pertama kali ditulis untuk sebuah film panjang sekitar satu dekade lalu, tetapi ditolak oleh investor lokal dan studio produksi dengan alasan kekerasan dan sensasionalisme.
Sekitar dua tahun yang lalu, Hwang bertemu dengan pihak Netflix dan memutuskan untuk membuat serial dalam sembilan episode.
“Saya seorang sutradara film yang terbiasa membuat film berdurasi dua jam. Sangat sulit untuk membuat serial berdurasi delapan jam,” ujar Hwang mengungkapkan tentang kesulitannya.
Terkait meningkatnya permintaan untuk musim kedua, Hwang mengatakan saat ini dirinya tidak memiliki rencana rinci tetapi tetap membuka kemungkinan tersebut.
"Ada banyak cerita yang tidak bisa diceritakan, seperti sejarah masa lalu tuan rumah dan penjaga pertandingan. Itu dapat disajikan di musim depan. Belum ada yang ditentukan. Tapi ada kemungkinan,” katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021