Pakar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyampaikan sejumlah usulan tentang Rancangan Undang-undang Sistem Keolahragaan Nasional (RUU SKN) Sistem Keolahragaan Nasional saat bertemu Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di kampus setempat, Sabtu (2/10).
Rektor Unesa Prof. Dr. Nurhasan., M.Kes melalui keterangannya, Minggu mengatakan dirinya mengusulkan adanya sistem penghargaan yang jelas dan terstandar terhadap para atlet yang turun di berbagai laga.
Penghargaan itu bisa dalam bentuk beasiswa, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa maupun tanda kehormatan. Hal itu sudah lama diterapkan di Unesa, para atlet diberikan beasiswa kuliah gratis, kemudian diberikan tempat di Unesa baik jadi dosen maupun pelatih khusus untuk peningkatan prestasi olahraga.
"Dengan begitu mereka jadi semangat dan kami harapkan itu ada aturan baku, dan semua pihak bisa memberikan penghargaan," ujarnya.
Kedua, Guru Besar Unesa Prof. Dr. Ali Maksum, S.Pd., M.Si menyoroti aspek manajemen lembaga. Baginya, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) bisa saja digabung. Namun, harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan.
"Kalau mau digabung itu bagus, tetapi harus ada penafsiran ulang terhadap lembaga tersebut, biar jelas cakupannya maupun tugas-tugas serta wewenangnya," ucapnya.
Ketiga, pada aspek teknologi, akademisi Unesa mengusulkan penerapan big data olahraga nasional. Semua atlet di berbagai daerah dan kota atau kabupaten itu terdata dan disediakan dalam bentuk aplikasi.
Identitas atlet tercatat di mana latihannya, siapa pelatihnya, bagaimana perkembangannya, seperti apa prestasinya. Ketika para atlet yang diikutkan berlaga di kejuaraan tingkat nasional maupun internasional itu didasarkan pada data tersebut.
"Sehingga sistem seleksinya tepat dan objektif berbasis teknologi," ujar Ketua Pusat Kajian Ilmu Keolahragaan Unesa Dr. Moch. Purnomo, M.Kes.
Keempat, agar pendataan bisa maksimal, Purnomo juga mengusulkan tentang nomor induk atlet (NIA). Menurutnya, big data dan NIA sudah diteliti dan diterapkan secara bertahap di UNESA.
"Pengalaman di UNESA inilah yang kita usulkan ke dewan agar itu bisa jadi acuan dalam bahasan RUU tersebut," ujarnya.
Kelima, Purnomo juga menyatakan agar penerapan sport science di dunia olahraga Indonesia benar-benar dilakukan secara maksimal.
Sudah saatnya, prestasi olahraga Indonesia berpijak pada ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Itulah yang dilakukan beberapa negara di dunia dan tidak heran olahraga mereka maju.
Keenam, akademisi Unesa juga mengusulkan adanya transformasi olahraga, dari paradigma olahraga sebagai hobi ke olahraga sebagai profesi. Karena itu, perlu ada syarat kompetensi yang harus diatur.
Kemudian juga penghargaan yang layak terhadap para pelatih di segala level. Sehingga jadi pelatih itu tidak lagi sebagai pekerjaan sampingan, tetapi benar-benar menjadi profesi dan ditekuni serius berbasis kompetensi.
"Mereka juga perlu dibayar keringatnya dengan sepadan, sehingga ada semangat, ada etos kerja dan bisa fokus melatih," ujarnya.
Ketujuh, dari semua itu, akademisi Unesa menginginkan agar olahraga dimasyarakatkan terlebih dahulu. Sehingga masyarakat senang bergerak, sehat dan bugar.
Ketika masyarakat sudah senang bergerak dan berolahraga, maka talenta-talenta terbaik tanah air akan muncul dari berbagai daerah dan tentu itu positif bagi peningkatan prestasi olahraga Indonesia. Karena itu, usulan selanjutnya adalah kader-kader olahraga dan kampung olahraga di tiap desa dan kelurahan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menyatakan bahwa perubahan undang-undang tersebut merupakan kebutuhan mendesak untuk menjawab segala persoalan dunia keolahragaan nasional.
Perjalanan prestasi olahraga Indonesia mengalami pasang surut. Bahkan prestasi olahraga di level regional dan internasional trennya terus menurun.
Pada Olimpiade Tokyo 2020, Indonesia berada di peringkat ke-55 dunia dengan perolehan medali satu emas, satu perak, tiga perunggu. Dibanding pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-46 dunia.
"Indonesia turun 9 tingkat dibanding Olimpiade 2016 lalu. Karena kondisi itulah, ada beberapa akar persoalan yang dibahas dan dibenahi bersama semua pihak, termasuk perguruan tinggi, sehingga bisa ditemukan solusinya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Rektor Unesa Prof. Dr. Nurhasan., M.Kes melalui keterangannya, Minggu mengatakan dirinya mengusulkan adanya sistem penghargaan yang jelas dan terstandar terhadap para atlet yang turun di berbagai laga.
Penghargaan itu bisa dalam bentuk beasiswa, pekerjaan, kenaikan pangkat luar biasa maupun tanda kehormatan. Hal itu sudah lama diterapkan di Unesa, para atlet diberikan beasiswa kuliah gratis, kemudian diberikan tempat di Unesa baik jadi dosen maupun pelatih khusus untuk peningkatan prestasi olahraga.
"Dengan begitu mereka jadi semangat dan kami harapkan itu ada aturan baku, dan semua pihak bisa memberikan penghargaan," ujarnya.
Kedua, Guru Besar Unesa Prof. Dr. Ali Maksum, S.Pd., M.Si menyoroti aspek manajemen lembaga. Baginya, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) bisa saja digabung. Namun, harus dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan.
"Kalau mau digabung itu bagus, tetapi harus ada penafsiran ulang terhadap lembaga tersebut, biar jelas cakupannya maupun tugas-tugas serta wewenangnya," ucapnya.
Ketiga, pada aspek teknologi, akademisi Unesa mengusulkan penerapan big data olahraga nasional. Semua atlet di berbagai daerah dan kota atau kabupaten itu terdata dan disediakan dalam bentuk aplikasi.
Identitas atlet tercatat di mana latihannya, siapa pelatihnya, bagaimana perkembangannya, seperti apa prestasinya. Ketika para atlet yang diikutkan berlaga di kejuaraan tingkat nasional maupun internasional itu didasarkan pada data tersebut.
"Sehingga sistem seleksinya tepat dan objektif berbasis teknologi," ujar Ketua Pusat Kajian Ilmu Keolahragaan Unesa Dr. Moch. Purnomo, M.Kes.
Keempat, agar pendataan bisa maksimal, Purnomo juga mengusulkan tentang nomor induk atlet (NIA). Menurutnya, big data dan NIA sudah diteliti dan diterapkan secara bertahap di UNESA.
"Pengalaman di UNESA inilah yang kita usulkan ke dewan agar itu bisa jadi acuan dalam bahasan RUU tersebut," ujarnya.
Kelima, Purnomo juga menyatakan agar penerapan sport science di dunia olahraga Indonesia benar-benar dilakukan secara maksimal.
Sudah saatnya, prestasi olahraga Indonesia berpijak pada ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Itulah yang dilakukan beberapa negara di dunia dan tidak heran olahraga mereka maju.
Keenam, akademisi Unesa juga mengusulkan adanya transformasi olahraga, dari paradigma olahraga sebagai hobi ke olahraga sebagai profesi. Karena itu, perlu ada syarat kompetensi yang harus diatur.
Kemudian juga penghargaan yang layak terhadap para pelatih di segala level. Sehingga jadi pelatih itu tidak lagi sebagai pekerjaan sampingan, tetapi benar-benar menjadi profesi dan ditekuni serius berbasis kompetensi.
"Mereka juga perlu dibayar keringatnya dengan sepadan, sehingga ada semangat, ada etos kerja dan bisa fokus melatih," ujarnya.
Ketujuh, dari semua itu, akademisi Unesa menginginkan agar olahraga dimasyarakatkan terlebih dahulu. Sehingga masyarakat senang bergerak, sehat dan bugar.
Ketika masyarakat sudah senang bergerak dan berolahraga, maka talenta-talenta terbaik tanah air akan muncul dari berbagai daerah dan tentu itu positif bagi peningkatan prestasi olahraga Indonesia. Karena itu, usulan selanjutnya adalah kader-kader olahraga dan kampung olahraga di tiap desa dan kelurahan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menyatakan bahwa perubahan undang-undang tersebut merupakan kebutuhan mendesak untuk menjawab segala persoalan dunia keolahragaan nasional.
Perjalanan prestasi olahraga Indonesia mengalami pasang surut. Bahkan prestasi olahraga di level regional dan internasional trennya terus menurun.
Pada Olimpiade Tokyo 2020, Indonesia berada di peringkat ke-55 dunia dengan perolehan medali satu emas, satu perak, tiga perunggu. Dibanding pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-46 dunia.
"Indonesia turun 9 tingkat dibanding Olimpiade 2016 lalu. Karena kondisi itulah, ada beberapa akar persoalan yang dibahas dan dibenahi bersama semua pihak, termasuk perguruan tinggi, sehingga bisa ditemukan solusinya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021