Panitia Khusus COVID-19 DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur memanggil Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) M. Djamil dan Kabid Kedaruratan Logitisk Penta Satria untuk diminta klarifikasi soal polemik honor pemakaman jenazah COVID-19.
"Kami meminta pihak BPBD menjelaskan regulasi anggaran terkait dengan honor pemakaman jenazah COVID-19," kata Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim yang memimpin rapat dengar pendapat itu di gedung dewan setempat di Jember, Kamis.
Pemanggilan tersebut merupakan akibat polemik pencairan honor pemakaman jenazah COVID-19 ke sejumlah pejabat teras, termasuk Bupati Jember Hendy Siswanto yang sempat menjadi perbincangan banyak pihak.
Djamil enggan terbuka menyampaikan penjelasan yang diminta kepada anggota Pansus COVID-19 karena menurutnya kasus tersebut sudah masuk ranah hukum yang ditangani Polres Jember.
"Apa yang selama ini viral sudah masuk dalam proses ranah hukum, oleh karena itu kami harus menghormati proses tersebut dan kami tidak bisa sampaikan di dalam forum semacam itu," katanya.
Ia mengaku khawatir ada materi-materi yang bersinggungan dengan yang sedang diproses dalam ranah hukum, sehingga pihaknya tidak bisa menyampaikan dalam forum Pansus COVID-19.
"Kedua, ada proses administrasi dalam bentuk 'review' dan sebagainya, yang juga sama-sama bersamaan dengan proses hukum yang ada, sehingga kami sedang menyiapkan bahan materi dan sebagainya yang sekiranya nanti bisa memberikan dukungan terhadap proses yang sedang berlangsung," tuturnya.
Pihaknya sedang menyusun gambaran tentang kedaruratan yang harus dilakukan dalam situasi yang juga darurat yang dimaksudkan adalah saat mengemban amanah sebagai Pelaksana Tugas Kepala BPBD Jember pada 12 Maret 2021.
"Semua tentu ingat bahwa pada saat itu tidak memiliki APBD dan kami tidak memiliki satu pun cantolan penggunaan anggaran untuk berlangsungnya satu pelayanan masyarakat dalam urusan darurat di masa darurat," katanya.
Di dalam upaya pengelolaan keuangan negara dan daerah, pihaknya mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Dalam undang-undang itu jelas sekali bahwa kewenangan tentang pelaksanaan APBD itu ada di tangan otorisator yaitu bupati, bukan di tangan kepala OPD, " ujarnya.
Apalagi dengan status pelaksana tugas kepala yang hanya memiliki kewenangan sebagai pelaksana dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) dan sebelum ada DPA, maka kewenangan itu sama sekali tidak bisa dilakukan.
"Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Hukum Administrasi Pemerintahan. Di sana dibutuhkan fungsi diskresi. Fungsi diskresi itu kewenangannya terbatas pada pejabat berwenang saja dan dalam hal ini kepala daerah, tidak pada yang lain," katanya.
Ia menjelaskan hal tersebut yang bisa menjadi acuan bersama untuk memahami persoalan yang ada dan regulasi yang ada itu diformulasikan menjadi kebijakan yang memiliki konsekuensi tersendiri.
Sebelumnya, Polres Jember melakukan penyelidikan terhadap anggaran honor pemakaman jenazah COVID-19 dan memanggil tujuh saksi untuk dimintai keterangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Kami meminta pihak BPBD menjelaskan regulasi anggaran terkait dengan honor pemakaman jenazah COVID-19," kata Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim yang memimpin rapat dengar pendapat itu di gedung dewan setempat di Jember, Kamis.
Pemanggilan tersebut merupakan akibat polemik pencairan honor pemakaman jenazah COVID-19 ke sejumlah pejabat teras, termasuk Bupati Jember Hendy Siswanto yang sempat menjadi perbincangan banyak pihak.
Djamil enggan terbuka menyampaikan penjelasan yang diminta kepada anggota Pansus COVID-19 karena menurutnya kasus tersebut sudah masuk ranah hukum yang ditangani Polres Jember.
"Apa yang selama ini viral sudah masuk dalam proses ranah hukum, oleh karena itu kami harus menghormati proses tersebut dan kami tidak bisa sampaikan di dalam forum semacam itu," katanya.
Ia mengaku khawatir ada materi-materi yang bersinggungan dengan yang sedang diproses dalam ranah hukum, sehingga pihaknya tidak bisa menyampaikan dalam forum Pansus COVID-19.
"Kedua, ada proses administrasi dalam bentuk 'review' dan sebagainya, yang juga sama-sama bersamaan dengan proses hukum yang ada, sehingga kami sedang menyiapkan bahan materi dan sebagainya yang sekiranya nanti bisa memberikan dukungan terhadap proses yang sedang berlangsung," tuturnya.
Pihaknya sedang menyusun gambaran tentang kedaruratan yang harus dilakukan dalam situasi yang juga darurat yang dimaksudkan adalah saat mengemban amanah sebagai Pelaksana Tugas Kepala BPBD Jember pada 12 Maret 2021.
"Semua tentu ingat bahwa pada saat itu tidak memiliki APBD dan kami tidak memiliki satu pun cantolan penggunaan anggaran untuk berlangsungnya satu pelayanan masyarakat dalam urusan darurat di masa darurat," katanya.
Di dalam upaya pengelolaan keuangan negara dan daerah, pihaknya mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
"Dalam undang-undang itu jelas sekali bahwa kewenangan tentang pelaksanaan APBD itu ada di tangan otorisator yaitu bupati, bukan di tangan kepala OPD, " ujarnya.
Apalagi dengan status pelaksana tugas kepala yang hanya memiliki kewenangan sebagai pelaksana dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) dan sebelum ada DPA, maka kewenangan itu sama sekali tidak bisa dilakukan.
"Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Hukum Administrasi Pemerintahan. Di sana dibutuhkan fungsi diskresi. Fungsi diskresi itu kewenangannya terbatas pada pejabat berwenang saja dan dalam hal ini kepala daerah, tidak pada yang lain," katanya.
Ia menjelaskan hal tersebut yang bisa menjadi acuan bersama untuk memahami persoalan yang ada dan regulasi yang ada itu diformulasikan menjadi kebijakan yang memiliki konsekuensi tersendiri.
Sebelumnya, Polres Jember melakukan penyelidikan terhadap anggaran honor pemakaman jenazah COVID-19 dan memanggil tujuh saksi untuk dimintai keterangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021