Pengamat Hukum Administrasi Negara dan Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia, Henry Darmawan Hutagaol, mengatakan pungutan Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) seperti jaringan air, listrik, telekomunikasi telepon/internet, seharusnya tidak masuk dalam target pendapatan daerah.
"Karena jika dijadikan target pendapatan, maka akan membebani masyarakat. Namun, jika SJUT gratis harga barang dan jasa ke masyarakat jadi lebih murah," kata Henry, dalam diskusi publik yang digelar secara daring, Rabu.
Henry menyoroti, berbagai pemerintah daerah yang tidak seragam terhadap regulasi SJUT, sehingga memiliki ketidakpastian skema hukum pungutan, hal ini seperti yang dikenakan Pemprov DKI Jakarta.
"Di beberapa daerah, ada Pemda yang menerapkan sewa untuk SJUT, ada yang mengenakan sewa untuk tanah untuk penggelaran kabel fiber optik, ada juga yang menganggap tiang fiber optik sebagai bangunan, sehingga harus mengurus IMB agar dapat dikenakan retribusi dan sewa," tuturnya.
Merujuk UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, kata dia, negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat UUD 1945.
Di pasal 5 dijelaskan, kebutuhan dasar tersebut pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
"Namun, ada Pemda yang menafsirkan perizinan ini dikaitkan dengan pembayaran kontribusi. Harusnya, Pemda tidak boleh menafsirkan lain. Perizinan ya perizinan saja, jangan dikasih embel-embel lainnya," papar Henry
Henry mengatakan, seharusnya pemerintah pusat dan daerah dapat berperan menyediakan fasilitas untuk digunakan operator telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa tanah, bangunan dan/atau infrastruktur pasif telekomunikasi.
"Harga yang wajar berbasis biaya, bertujuan untuk menjamin kepastian berusaha. Sehingga jangan sampai pungutan membuat usaha tidak kompetitif atau justru malah membebankan masyarakat. Pun ada pungutan, itu hanya sekadar mengganti biaya pembangunan dan 'maintenance'. Bukan mencari keuntungan, karena sejatinya pembangunan SJUT untuk memberikan pelayanan ke masyarakat," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Karena jika dijadikan target pendapatan, maka akan membebani masyarakat. Namun, jika SJUT gratis harga barang dan jasa ke masyarakat jadi lebih murah," kata Henry, dalam diskusi publik yang digelar secara daring, Rabu.
Henry menyoroti, berbagai pemerintah daerah yang tidak seragam terhadap regulasi SJUT, sehingga memiliki ketidakpastian skema hukum pungutan, hal ini seperti yang dikenakan Pemprov DKI Jakarta.
"Di beberapa daerah, ada Pemda yang menerapkan sewa untuk SJUT, ada yang mengenakan sewa untuk tanah untuk penggelaran kabel fiber optik, ada juga yang menganggap tiang fiber optik sebagai bangunan, sehingga harus mengurus IMB agar dapat dikenakan retribusi dan sewa," tuturnya.
Merujuk UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, kata dia, negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat UUD 1945.
Di pasal 5 dijelaskan, kebutuhan dasar tersebut pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
"Namun, ada Pemda yang menafsirkan perizinan ini dikaitkan dengan pembayaran kontribusi. Harusnya, Pemda tidak boleh menafsirkan lain. Perizinan ya perizinan saja, jangan dikasih embel-embel lainnya," papar Henry
Henry mengatakan, seharusnya pemerintah pusat dan daerah dapat berperan menyediakan fasilitas untuk digunakan operator telekomunikasi secara bersama dengan biaya wajar berupa tanah, bangunan dan/atau infrastruktur pasif telekomunikasi.
"Harga yang wajar berbasis biaya, bertujuan untuk menjamin kepastian berusaha. Sehingga jangan sampai pungutan membuat usaha tidak kompetitif atau justru malah membebankan masyarakat. Pun ada pungutan, itu hanya sekadar mengganti biaya pembangunan dan 'maintenance'. Bukan mencari keuntungan, karena sejatinya pembangunan SJUT untuk memberikan pelayanan ke masyarakat," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021