Pelaku usaha apartemen di Kota Surabaya, Jawa Timur, minta dilibatkan dalam pembahasan Raperda Pengelolaan Rumah Susun yang mengatur pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).

"Kami minta dalam penyusunan Raperda Rusun itu melibatkan para pelaku usaha apartemen atau rusun," kata salah seorang pelaku usaha rusun dan apartemen Dedy Prasetyo di Kota Surabaya, Selasa.

Menurut dia, banyaknya persepsi dalam UU 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang belum terjelaskan di dalam peraturan pemerintah (PP). Hal ini dikarenakan PP yang digunakan sampai saat ini masih menggunakan PP Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.

"Jadi UU-nya tahun 2011 tapi PP-nya masih memakai PP 1988. Jadi sebagai pelaku usaha apartemen, kami minta dilibatkan," kata Dedy yang juga Legal Manager Pusat Grosir Surabaya.

Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Perda (BPP) DPRD Kota Surabaya Josiah Michael  mengatakan, Raperda Pengelolaan Rumah Susun yang saat ini dibahas di DPRD Surabaya mengatur pembentukan P3SRS yang selama ini dikuasai pengembang.

"Sehingga apa yang terjadi saat ini kebanyakan adalah masyarakat/penghuni yang dirugikan," katanya.

Ia mencontoh pengenaan tarif listrik dan air serta service charge atau biaya pelayanan yang tinggi dan tidak transparan. Air dan listrik di hunian vertikal memang menggunakan meter induk dan tidak sampai ke unit-unit, tetapi biaya pendistribusian tersebut tidak boleh dimasukkan dalam komponen harga, karena menjadi kabur. 

"Jasa engineering, listrik untuk pompa dan lainnya bisa di masukkan dalam service charge," ujarnya. 

Selain itu, kata dia, developer atau pengembang seringkali menguasai P3SRS dengan dalih mereka masih menguasai unit-unit yang belum terjual.  (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021