Tim Abmas Pusat Kajian Kebijakan Publik, Bisnis dan Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (PKKPBI-ITS) menginisiasi acara Focus Group Discussion (FGD) bertema "Potensi Bambu untuk Mendukung Co-Firing Pada Pembangkit Listrik Jawa Bali" secara daring melalui aplikasi Zoom, Rabu (28/7).
"Kegiatan FGD ini dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai potensi bambu untuk mendukung co-firing pada pembangkit listrik khususnya wilayah Jawa Bali," kata Ketua Tim Abmas Co-firing Bambu Hamdan Dwi Rizqi, S.Si., M.Si. melalui keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Surabaya, Kamis.
Hamdan mengatakan co-firing merupakan metode penambahan biomassa sebagai bahan bakar untuk mengurangi penggunaan batubara pada pembangkit listrik.
"Co-firing dinilai dapat mendukung terwujudnya green energy dimana terget dari Indonesia dapat memenuhi 23 persen bauran energi baru terbarukan pada tahun 2025," kata Hamdan.
Selain itu, co-firing juga mendukung pemenuhan energi berbasis ekonomi kerakyatan. Hal tersebut dikarenakan dengan penerapan co-firing dapat memunculkan peluang usaha bagi masyarakat untuk mensuplai kebutuhan biomassa yang diperlukan dalam proses co-firing tersebut.
"Kebutuhan energi listrik yang terus meningkat serta terbatasnya batubara sebagai sebagai sumber energi tak terbarukan juga menjadi dasar Tim Abmas PKKPBI-ITS ini untuk melakukan pengkajian terhadap potensi bambu yang merupakan biomassa yang cukup melimpah sebagai bahan co-firing untuk mengurangi penggunaan batubara pada pembangkit listrik," ujarnya.
Kegiatan FGD dibuka langsung oleh Kepala PKKPBI-ITS Dr. Ir. Arman Hakim Nasution, M.Eng. dan dimoderatori oleh Puti Sinansari, M.M. yang merupakan Dosen Departemen Manajeman Bisnis ITS.
Tim Abmas PKKPBI-ITS juga mengundang tiga pembicara yang merupakan stakeholder dan sangat berkompeten di bidangnya yakni Teguh Widjayanto, M.T. selaku Kepala Satuan Teknologi dan Engineering PT. PJB; Ir. Rohmadi Ridlo, M.Eng. Peneliti BPPT yang telah berkecimpung di bidang Co-Firing; dan perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Ir. Toat Tridjono, M.Si.
Selain itu Tim Abmas PKKPBI juga mengundang dosen ahli di ITS sebagai penanggap, yaitu Ary Bachtiar, S.T., M.T., Ph.D. sebagai ahli konversi energi dari Departemen Teknik Mesin ITS dan IDDA Warmadewanthi, S.T., M.T., Ph.D. selaku ahli Lingkungan dari departemen Teknik Lingkungan ITS.
"Komposisi pembicara dan penanggap tersebut mampu melengkapi kajian terkait potensi bambu sebagai bahan co-fiting dari segala aspek, mulai dari kebutuhan, ketersediaan, nilai konversi energi, hingga dari segi aspek lingkungannya," ujar Hamdan.
Dalam kegitan FGD ini dari segi kebutuhan Teguh Widjayanto, M.T. menyampaikan bahwa setidaknya dibutuhkan kurang lebih 9 Juta Ton biomassa/tahun untuk mendukung Co-Firing di 52 PLTU PLN di Indonesia.
Dari segi konversi energi, Ir. Rohmadi Ridlo, M.Eng. menyampaikan bahwa nilai kalor beberapa jenis bambu tidak jauh berbeda dengan nilai kalor pada bahan kayu, namun yang cukup menjadi tantangan adalah kadar abu dari bambu yang sedikit lebih tinggi dibandingkan kadar abu pada bahan kayu.
Sedangkan dari segi ketersediaan bambu, Ir. Toat Tridjono, M.Si. menyampaikan bahwa bambu memiliki potensi yang cukup tinggi karena pada dasarnya bambu dapat tumbuh cukup cepat, dengan hanya sekali tanam bambu dapat dipanen berapa kali.
"Selain itu pemeliharaan bambu juga cukup mudah dan tidak mahal," kata Toat.
Pada sesi tanggapan, Ary Bachtiar, S.T., M.T., Ph.D. menyampaikan bahwa memang dari segi potensi, bambu memiliki nilai kalor yang cukup potensial namun membutuhkan temperature pembakaran yang cukup tinggi.
"Untuk mengatasi hal tersebut dapat diatasi dengan mengatur komposisi campuran bambu dengan batubara agar diperoleh tingkat konversi energi yang optimal," ujarnya.
Terakhir, dari segi lingkungan IDDA Warmadewanthi, S.T., M.T., Ph.D. menanggapi bahwa penerapan co-firing ini cukup baik karena dapat mengurangi emisi gas dari proses pembakaran di PLTU.
Dari kegiatan FGD ini dapat disimpulkan bahwa bambu memiliki potensi yang cukup besar untuk mencukung co-firing pada pembangkit listrik Jawa Bali, namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi dan keoptimalan konversi energi dari bambu.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021