Filipina kembali memprotes "kehadiran dan aktivitas ilegal" China yang terus berlanjut di dekat sebuah pulau yang dikuasai negara Asia Tenggara itu, di Laut China Selatan.
Manila mengajukan protes diplomatik pada Jumat (28/5) atas "pengerahan tak henti, kehadiran yang berkepanjangan, dan aktivitas ilegal aset maritim China dan kapal penangkap ikan" di sekitar Pulau Thitu.
"Kepulauan Pag-asa adalah bagian integral dari Filipina yang memiliki kedaulatan dan yurisdiksi," kata Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah pernyataan, Sabtu, merujuk pada sebutan untuk pulau tersebut.
Thitu, yang dikenal sebagai Pag-asa di Filipina, berjarak 451 kilometer dari daratan dan merupakan yang terbesar dari delapan terumbu karang, beting, dan pulau yang diduduki di kepulauan Spratly.
Ketegangan antara Manila dan Beijing telah meningkat selama berbulan-bulan kehadiran ratusan kapal China di zona ekonomi eksklusif 200 mil Filipina.
Filipina mengatakan yakin kapal-kapal itu diawaki oleh milisi, sementara Beijing mengatakan mereka adalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari cuaca buruk.
China telah membangun kota mini dengan landasan pacu, hanggar, dan rudal permukaan-ke-udara di Subi Reef, sekitar 25 kilometer dari Thitu.
Protes yang dilayangkan pada Jumat merupakan protes diplomatik ke-84 yang diajukan Filipina terhadap China, sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat pada 2016.
Pada tahun itu, pengadilan internasional membatalkan klaim ekspansif China di Laut China Selatan, yang dilalui aktivitas perdagangan maritim senilai sekitar 3 triliun dolar AS (sekitar Rp42.919 triliun) setiap tahun.
Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga bersaing mengklaim berbagai pulau dan struktur di daerah tersebut.
Duterte mengesampingkan keputusan yang menguntungkan itu dan mengejar pemulihan hubungan dengan Beijing sebagai imbalan atas jaminan miliaran dolar pinjaman, bantuan, dan investasi---yang sebagian besar tertunda.
Sumber: Reuters (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Manila mengajukan protes diplomatik pada Jumat (28/5) atas "pengerahan tak henti, kehadiran yang berkepanjangan, dan aktivitas ilegal aset maritim China dan kapal penangkap ikan" di sekitar Pulau Thitu.
"Kepulauan Pag-asa adalah bagian integral dari Filipina yang memiliki kedaulatan dan yurisdiksi," kata Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah pernyataan, Sabtu, merujuk pada sebutan untuk pulau tersebut.
Thitu, yang dikenal sebagai Pag-asa di Filipina, berjarak 451 kilometer dari daratan dan merupakan yang terbesar dari delapan terumbu karang, beting, dan pulau yang diduduki di kepulauan Spratly.
Ketegangan antara Manila dan Beijing telah meningkat selama berbulan-bulan kehadiran ratusan kapal China di zona ekonomi eksklusif 200 mil Filipina.
Filipina mengatakan yakin kapal-kapal itu diawaki oleh milisi, sementara Beijing mengatakan mereka adalah kapal penangkap ikan yang berlindung dari cuaca buruk.
China telah membangun kota mini dengan landasan pacu, hanggar, dan rudal permukaan-ke-udara di Subi Reef, sekitar 25 kilometer dari Thitu.
Protes yang dilayangkan pada Jumat merupakan protes diplomatik ke-84 yang diajukan Filipina terhadap China, sejak Presiden Rodrigo Duterte menjabat pada 2016.
Pada tahun itu, pengadilan internasional membatalkan klaim ekspansif China di Laut China Selatan, yang dilalui aktivitas perdagangan maritim senilai sekitar 3 triliun dolar AS (sekitar Rp42.919 triliun) setiap tahun.
Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga bersaing mengklaim berbagai pulau dan struktur di daerah tersebut.
Duterte mengesampingkan keputusan yang menguntungkan itu dan mengejar pemulihan hubungan dengan Beijing sebagai imbalan atas jaminan miliaran dolar pinjaman, bantuan, dan investasi---yang sebagian besar tertunda.
Sumber: Reuters (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021