Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PCNU ISNU) Ponorogo, Jawa Timur, memeriahkan rangkaian Harlah ke-98 NU dengan meluncurkan dua buku di aula Pascasarja IAIN Ponorogo, Minggu.
Dua buku yang ditulis oleh intelektual muda NU itu adalah "Nalar Kritis Keberagamaan: Menguatkan Ruh dan Hakikat Beragama" dan "Berislam dengan Kemanusiaan: Telaah Teologis, Filosofis, dan Sosiologis Indonesia" yang dihadiri oleh jajaran pengurus syuriah dan tanfidiyah serta generasi muda NU di Ponorogo.
Ketua Tanfidiyah PCNU Ponorogo Fatchul Aziz merasa bangga dengan geliat literasi di kalangan NU. "Awal bulan kemarin terbit buku 'Jejak Sejarah NU Ponorogo', sekarang PC ISNU meluncurkan dua buku. Intelaktual muda NU tentu akan menjadi pilar-pilar penyangga kekokohan NU ke depan," katanya.
Ketua PC ISNU Ponorogo Dr Abid Rahmanu merasa bersyukur atas terbitnya dua buku ini sebagai penanda gerak intelektual muda NU. "Inspirasi senior Sutejo dan Aksin Wijaya, menjadi dinamo gerak ISNU. Kedua buku merupakan karya keroyokan bersama dengan semangat membumikan pesan Islam rahmatanlil 'alamin. Ragam tulisan ini sebelumnya pernah ditayangkan di media online ISNU, yakni Nyabtu.com ," katanya.
Sementara itu, aktivis gerakan literasi yang Ketua STKIP PGRI Ponorogo Dr Sutejo, MHum mengemukakan penetingnya literasi keberagamaan di Indonesia untuk melawan gerakan fundamentalisme, radikalisme dan intoleransi beragama.
"Ke depan, gerakan literasi seperti di ISNU Ponorogo ini diharapkan mampu menciptakan kebudayaan berkeadaban. Semoga bisa menjadi inspirasi gerakan literasi NU secara nasional," katanya.
Penggagas Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ponorogo yang juga mantan Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ponorogo ini mengatakan bahwa literasi itu merupakan jalan pemahaman.
"Literasi juga menjadi jalan pemecahan atas persoalan hidup. Jika ini ditempuh, maka orang yg berliterasi keagamaan, dijamin akan moderat," kata doktor sastra yang telah melahirkan puluhan judul buku berbagai tema ini.
Direktur Institut for Javanese Islam Research (IJIR) Akhol Firdaus, sebagai pembedah buku, mengungkapkan keraguannya akan iklan moderasi keberagamaan yang "diambil alih" oleh negara. "Moderasi keberagamaan itu hak dasar civil society, jika 'diambil alih' negara bisa jadi akan menjadi gerakan antikeberagaman. Bukankah negara hobinya menyeragamkan?" katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Dua buku yang ditulis oleh intelektual muda NU itu adalah "Nalar Kritis Keberagamaan: Menguatkan Ruh dan Hakikat Beragama" dan "Berislam dengan Kemanusiaan: Telaah Teologis, Filosofis, dan Sosiologis Indonesia" yang dihadiri oleh jajaran pengurus syuriah dan tanfidiyah serta generasi muda NU di Ponorogo.
Ketua Tanfidiyah PCNU Ponorogo Fatchul Aziz merasa bangga dengan geliat literasi di kalangan NU. "Awal bulan kemarin terbit buku 'Jejak Sejarah NU Ponorogo', sekarang PC ISNU meluncurkan dua buku. Intelaktual muda NU tentu akan menjadi pilar-pilar penyangga kekokohan NU ke depan," katanya.
Ketua PC ISNU Ponorogo Dr Abid Rahmanu merasa bersyukur atas terbitnya dua buku ini sebagai penanda gerak intelektual muda NU. "Inspirasi senior Sutejo dan Aksin Wijaya, menjadi dinamo gerak ISNU. Kedua buku merupakan karya keroyokan bersama dengan semangat membumikan pesan Islam rahmatanlil 'alamin. Ragam tulisan ini sebelumnya pernah ditayangkan di media online ISNU, yakni Nyabtu.com ," katanya.
Sementara itu, aktivis gerakan literasi yang Ketua STKIP PGRI Ponorogo Dr Sutejo, MHum mengemukakan penetingnya literasi keberagamaan di Indonesia untuk melawan gerakan fundamentalisme, radikalisme dan intoleransi beragama.
"Ke depan, gerakan literasi seperti di ISNU Ponorogo ini diharapkan mampu menciptakan kebudayaan berkeadaban. Semoga bisa menjadi inspirasi gerakan literasi NU secara nasional," katanya.
Penggagas Sekolah Literasi Gratis (SLG) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Ponorogo yang juga mantan Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ponorogo ini mengatakan bahwa literasi itu merupakan jalan pemahaman.
"Literasi juga menjadi jalan pemecahan atas persoalan hidup. Jika ini ditempuh, maka orang yg berliterasi keagamaan, dijamin akan moderat," kata doktor sastra yang telah melahirkan puluhan judul buku berbagai tema ini.
Direktur Institut for Javanese Islam Research (IJIR) Akhol Firdaus, sebagai pembedah buku, mengungkapkan keraguannya akan iklan moderasi keberagamaan yang "diambil alih" oleh negara. "Moderasi keberagamaan itu hak dasar civil society, jika 'diambil alih' negara bisa jadi akan menjadi gerakan antikeberagaman. Bukankah negara hobinya menyeragamkan?" katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021