Pemerintah Provinsi Jawa Timur memastikan rencana eksploitasi tambang emas di Kabupaten Trenggalek oleh PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) masih belum final.
"Sampai sekarang, PT SMN dilarang melakukan operasi produksi, bahkan belum mengambil izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) di Pemprov," ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jatim Aris Mukiyono kepada wartawan di Surabaya, Jatim, Minggu.
Baca juga: Pemprov Jatim diminta kaji ulang izin tambang emas di Trenggalek
Ia menegaskan SMN hingga saat ini juga belum memenuhi kewajibannya untuk menyampaikan biaya jaminan reklamasi dan pascatambang senilai total 939.221,15 dolar AS sebagaimana terlampir dalam klausul rekomendasi sebelum SMN melakukan operasi produksi (OP).
Artinya, kata Aris, hak melakukan operasi produksi pertambangan tidak dimiliki dikarenakan sedang menghadapi permasalahan internal dari sisi finansial.
Baca juga: Tolak tambang emas Trenggalek, Emil Dardak dukung sikap Mas Ipin
Selain itu, mantan Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim tersebut juga menyampaikan perlunya penyesuaian terhadap luasan pertambangan sesuai rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Trenggalek.
"Jika memang ada aspirasi masyarakat yang sebagian besar menolak adanya aktivitas pertambangan emas di sana, maka perlu dilakukan peninjauan kembali atas proses perizinan yang telah dilalui PT SMN," ucapnya.
Baca juga: Tolak tambang emas, Bupati Trenggalek tuai dukungan di laman change.org
Baca juga: Bupati Trenggalek : Lebih baik mengelola "emas hijau" dan "emas biru"
Berdasarkan informasi dari DPMPTSP Jatim, kronologi pengajuan izin pertambangan di Kecamatan Munjungan, Dongko, Watulimo, Kampak, Suruh, Pule, Tugu, Karangan, dan Dongko itu berawal sejak 2005.
Pada tahun tersebut diterbitkan izin pertambangan oleh Bupati Trenggalek saat itu, tepatnya pada 28 Desember 2005 dengan luasan lahan tambang mencapai 17.586 hektare.
Dalam izin tersebut, pihak Kabupaten Trengggalek memberikan jangka waktu dua tahun sejak ditetapkan.
Lalu, pada 2007, SMN mengajukan izin perpanjangan dan tambahan luasan, yang disetujui Bupati Trenggalek pada 14 Desember 2007 dengan perubahan luasan lahan 30.044 hektare.
Pada tahun berikutnya, permintaan izin tambang tersebut mencapai 29.969 hektare.
Namun, pada 2014, dengan Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 545/172/406.027/2014 tertanggal 21 Februari 2014, Pemkab Trenggalek memberlakukan penghentian sementara rencana pemboran tambang oleh PT SMN.
Dalam rentang waktu tersebut, terjadi perubahan kewenangan perizinan pertambangan yang semula berada di Kabupaten Trenggalek dialihkan ke Pemprov Jatim.
Atas perubahan peralihan kewenangan izin tersebut, SMN mengajukan permohonan rekomendasi teknis penambahan jangka waktu izin usaha pertambangan melalui lampiran surat Direktur PT SMN pada 8 September 2015 dan disetujui Badan Penanaman Modal Provinsi Jatim pada 16 Desember 2015.
Berdasarkan kajian teknis yang dilakukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Timur dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur, pada 24 Juni 2019, P2T-DPMPTSP Provinsi Jawa Timur menerbitkan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) kepada SMN.
Namun, berdasarkan rekomendasi teknis dari Dinas ESDM, IUP OP SMN selama 10 tahun itu dengan luasan 12.813,41 hektare atau tidak seperti luasan awal 2005.
"Dalam klausul rekomendasi teknis tersebut, sebelum melakukan OP, maka SMN harus menyampaikan biaya jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang, yang hingga saat ini belum terpenuhi," kata Aris. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Sampai sekarang, PT SMN dilarang melakukan operasi produksi, bahkan belum mengambil izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) di Pemprov," ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jatim Aris Mukiyono kepada wartawan di Surabaya, Jatim, Minggu.
Baca juga: Pemprov Jatim diminta kaji ulang izin tambang emas di Trenggalek
Ia menegaskan SMN hingga saat ini juga belum memenuhi kewajibannya untuk menyampaikan biaya jaminan reklamasi dan pascatambang senilai total 939.221,15 dolar AS sebagaimana terlampir dalam klausul rekomendasi sebelum SMN melakukan operasi produksi (OP).
Artinya, kata Aris, hak melakukan operasi produksi pertambangan tidak dimiliki dikarenakan sedang menghadapi permasalahan internal dari sisi finansial.
Baca juga: Tolak tambang emas Trenggalek, Emil Dardak dukung sikap Mas Ipin
Selain itu, mantan Kepala Biro Perekonomian Pemprov Jatim tersebut juga menyampaikan perlunya penyesuaian terhadap luasan pertambangan sesuai rencana tata ruang wilayah di Kabupaten Trenggalek.
"Jika memang ada aspirasi masyarakat yang sebagian besar menolak adanya aktivitas pertambangan emas di sana, maka perlu dilakukan peninjauan kembali atas proses perizinan yang telah dilalui PT SMN," ucapnya.
Baca juga: Tolak tambang emas, Bupati Trenggalek tuai dukungan di laman change.org
Baca juga: Bupati Trenggalek : Lebih baik mengelola "emas hijau" dan "emas biru"
Berdasarkan informasi dari DPMPTSP Jatim, kronologi pengajuan izin pertambangan di Kecamatan Munjungan, Dongko, Watulimo, Kampak, Suruh, Pule, Tugu, Karangan, dan Dongko itu berawal sejak 2005.
Pada tahun tersebut diterbitkan izin pertambangan oleh Bupati Trenggalek saat itu, tepatnya pada 28 Desember 2005 dengan luasan lahan tambang mencapai 17.586 hektare.
Dalam izin tersebut, pihak Kabupaten Trengggalek memberikan jangka waktu dua tahun sejak ditetapkan.
Lalu, pada 2007, SMN mengajukan izin perpanjangan dan tambahan luasan, yang disetujui Bupati Trenggalek pada 14 Desember 2007 dengan perubahan luasan lahan 30.044 hektare.
Pada tahun berikutnya, permintaan izin tambang tersebut mencapai 29.969 hektare.
Namun, pada 2014, dengan Keputusan Bupati Trenggalek Nomor 545/172/406.027/2014 tertanggal 21 Februari 2014, Pemkab Trenggalek memberlakukan penghentian sementara rencana pemboran tambang oleh PT SMN.
Dalam rentang waktu tersebut, terjadi perubahan kewenangan perizinan pertambangan yang semula berada di Kabupaten Trenggalek dialihkan ke Pemprov Jatim.
Atas perubahan peralihan kewenangan izin tersebut, SMN mengajukan permohonan rekomendasi teknis penambahan jangka waktu izin usaha pertambangan melalui lampiran surat Direktur PT SMN pada 8 September 2015 dan disetujui Badan Penanaman Modal Provinsi Jatim pada 16 Desember 2015.
Berdasarkan kajian teknis yang dilakukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Timur dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Timur, pada 24 Juni 2019, P2T-DPMPTSP Provinsi Jawa Timur menerbitkan izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) kepada SMN.
Namun, berdasarkan rekomendasi teknis dari Dinas ESDM, IUP OP SMN selama 10 tahun itu dengan luasan 12.813,41 hektare atau tidak seperti luasan awal 2005.
"Dalam klausul rekomendasi teknis tersebut, sebelum melakukan OP, maka SMN harus menyampaikan biaya jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang, yang hingga saat ini belum terpenuhi," kata Aris. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021