Andi Pramono, seorang tersangka perkara dugaan korupsi dengan modus kredit fiktif senilai Rp100 miliar di Bank Jatim Cabang Kepanjen, Malang, Jawa Timur, mengajukan praperadilan.
Ketua Tim Kuasa Hukum Andi Pramono, Antonia D.C.C Soares, memastikan permohonan praperadilan telah didaftarkan pada pekan lalu dengan Nomor: 6/Pid.pra/2021/PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya.
"Praperadilan ini untuk menguji keabsahan penetapan status tersangka yang ditetapkan Tim Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terhadap Andi Pramono berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: KEP-129/M.5/Fd.1/12/2020 yang diterbitkan sejak 21 Desember 2020," katanya kepada wartawan di Surabaya, Minggu.
Antonia menandaskan, melalui Praperadilan tersebut sekaligus memohon Hakim Pemeriksa Pengadilan Negeri Surabaya untuk menguji upaya pencegahan ke luar negeri, penahanan, serta penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terhadap Andi Pramono sebagaimana diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam dugaan perkara korupsi kredit fiktif senilai Rp100 miliar di Bank Jatim Cabang Kepanjen Malang, Andi Pramono bertindak sebagai kreditur.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan Kepala Bank Jatim Cabang Kepanjen Ridho Yunianto, karyawan Bank Jatim bagian penyedia kredit Edhowin Farisca Riawan dan Koordinator Debitur Dwi Budianto.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mohammad Dofir saat dikonfirmasi menyatakan fakta-fakta persidangannya nanti akan terungkap di pengadilan.
"Nantinya sidang kan digelar secara terbuka, kita lihat fakta sidangnya saja," ucapnya.
Perkara korupsi ini berawal dari proses realisasi kredit yang dikucurkan Bank Jatim Cabang Kepanjen, Malang, kepada 10 kelompok debitur pada kurun waktu 2017 hingga September 2019. Tercatat masing-masing kelompok debitur berjumlah tiga hingga 24 anggota.
Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menilai keempat tersangka korupsi Bank Jatim saling bekerja sama untuk merealisasikan kredit tersebut, meski proses pengajuannya tidak ada satupun yang memenuhi ketentuan.
Modusnya dengan meminjam nama- nama orang lain untuk menerima kredit sehingga seolah-olah persyaratan kredit yang diajukan oleh debitur semuanya telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Oleh karena proses pengajuan yang tidak layak, akibatnya kredit yang telah dikucurkan tidak terbayar dan angsurannya dinyatakan macet. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Ketua Tim Kuasa Hukum Andi Pramono, Antonia D.C.C Soares, memastikan permohonan praperadilan telah didaftarkan pada pekan lalu dengan Nomor: 6/Pid.pra/2021/PN.Sby di Pengadilan Negeri Surabaya.
"Praperadilan ini untuk menguji keabsahan penetapan status tersangka yang ditetapkan Tim Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terhadap Andi Pramono berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: KEP-129/M.5/Fd.1/12/2020 yang diterbitkan sejak 21 Desember 2020," katanya kepada wartawan di Surabaya, Minggu.
Antonia menandaskan, melalui Praperadilan tersebut sekaligus memohon Hakim Pemeriksa Pengadilan Negeri Surabaya untuk menguji upaya pencegahan ke luar negeri, penahanan, serta penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terhadap Andi Pramono sebagaimana diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam dugaan perkara korupsi kredit fiktif senilai Rp100 miliar di Bank Jatim Cabang Kepanjen Malang, Andi Pramono bertindak sebagai kreditur.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yaitu mantan Kepala Bank Jatim Cabang Kepanjen Ridho Yunianto, karyawan Bank Jatim bagian penyedia kredit Edhowin Farisca Riawan dan Koordinator Debitur Dwi Budianto.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mohammad Dofir saat dikonfirmasi menyatakan fakta-fakta persidangannya nanti akan terungkap di pengadilan.
"Nantinya sidang kan digelar secara terbuka, kita lihat fakta sidangnya saja," ucapnya.
Perkara korupsi ini berawal dari proses realisasi kredit yang dikucurkan Bank Jatim Cabang Kepanjen, Malang, kepada 10 kelompok debitur pada kurun waktu 2017 hingga September 2019. Tercatat masing-masing kelompok debitur berjumlah tiga hingga 24 anggota.
Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menilai keempat tersangka korupsi Bank Jatim saling bekerja sama untuk merealisasikan kredit tersebut, meski proses pengajuannya tidak ada satupun yang memenuhi ketentuan.
Modusnya dengan meminjam nama- nama orang lain untuk menerima kredit sehingga seolah-olah persyaratan kredit yang diajukan oleh debitur semuanya telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Oleh karena proses pengajuan yang tidak layak, akibatnya kredit yang telah dikucurkan tidak terbayar dan angsurannya dinyatakan macet. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021