Alokasi air untuk pertanian di Kabupaten Tulungagung yang disalurkan dari Bendungan Wlingi melalui jaringan irigasi Lodoyo Tulungagung (Lodagung) mengalami penyusutan sekitar 40 persen sebelum mencapai sawah-sawah petani.

"Suplai air dari jaringan irigasi Lodagung ini volumenya rata-rata sekitar 11 ribu meter kubik. Namun sesampai di area persawahan Tulungagung hanya sekitar 6.600 meter kubik," kata Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kabupaten Tulungagung Anang Pratistianto di Tulungagung, Jumat.

Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan air irigasi "hilang" sebelum sampai ke persawahan penduduk di wilayah Tulungagung bagian selatan ini.

Pertama karena sebagian air meresap ke dalam tanah, kedua adanya kerusakan saluran air, dan ketiga yang paling dominan karena adanya pengambilan air secara ilegal dalam jumlah banyak.

"Banyak pengambilan air untuk kepentingan usaha warga," kata Anang.

Dari penyusuran yang dilakukan DKPP, ditemukan sekurangnya 20 saluran untuk pengambilan air ilegal dalam skala besar.

Paling banyak ditemukan adalah pengambilan untuk perikanan, ada juga untuk peternakan.

Dampak dari pengambilan air ilegal itu, petani di wilayah Kecamatan Kedungwaru dan Boyolangu sering kekurangan air, terutama pada musim tanam ke duadan ke tiga.

Akibatnya petani harus bergilir menyalurkan air ke sawah setiap 3-5 hari sekali. Padahal jika tidak ada pencurian, petanintak perlu menggilir jatah air irigasi.

“Karena kekurangan air, saluran pembuangan pun mereka bendung lagi. Padahal secara teori, saluran pembuangan tidak boleh didam,” ujar Anang. 

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021