Kejaksaan Negeri Tulungagung, Jawa Timur, menemukan indikasi korupsi pada proyek pemasangan jaringan pipa PDAM untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah itu dalam kurun waktu 2016—2019 dengan potensi kerugian negara lebih dari Rp1 miliar.
"Ini masih hitungan atau estimasi sementara kami. Pastinya berapa nanti menunggu penghitungan ahli dari BPKP," kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tulungagung Agung Tri Radityo di Tulungagung, Jumat.
Kasus itu sendiri, menurut Agung Tri Radityo, sebenarnya telah diselidiki dan dilakukan pengumpulan barang bukti sejak akhir 2020.
Ia menjelaskan bahwa dana instalasi pipa untuk MBR ini berasal dari hibah APBN sebesar Rp2 miliar hingga Rp3,5 miliar per tahun.
Kejari Tulungagung saat ini fokus membidik dugaan korupsi yang pada tahun 2016—2019.
Dijelaskan pula bahwa kasus ini merupakan lanjutan dari perkara korupsi mantan Kabag Perawatan PDAM Tulungagung Djoko Hariyanto yang telah merugikan negara Rp1,3 miliar.
Djoko Hariyanto divonis bersalah, kemudian dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider kurungan 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti sebesar Rp135 juta.
Kasus yang telah menjebloskan Djoko ini memang tidak berkaitan langsung dengan kasus proyek pipanisasi MBR yang nominal anggarannya setiap tahun mencapai Rp3,5 miliar tersebut.
Namun, Djoko dalam fungsinya sebagai pejabat PDAM diduga terkait.
Agung Tri mengatakan bahwa proyek dana hibah APBN pada tahun anggaran 2016—2019 untuk pembangunan 13 titik sambungan dengan panjang masing-masing titik bervariasi, antara 2 km dan 3 km.
Untuk menyelidiki kasus tersebut, Kejari Tulungagung menggandeng ahli pemipaan dari Universitas Merdeka Madiun.
Tim juga menggali pipa untuk melihat setiap sambungan. Setiap tahun anggaran, kata Agung, ada 1.000 sambungan pipa untuk MBR.
Setelah ditelusuri, tim penyidik menemukan adanya indikasi tumpang-tindih laporan serta beberapa diidentifikasi sebagai proyek fiktif.
"Memang ada beberapa pekerjaan yang dilaporkan. Namun, sebenarnya tidak dikerjakan. Ada pula temuan pekerjaan lama yang didokumentasi ulang dan diklaim sebagai pekerjaan baru dan seterusnya," kata Agung.
Pemeriksaan lapangan ini adalah bagian penyelidikan dalam kasus dugaan korupsi di PDAM Tulungagung.
Sebanyak 36 saksi telah diperiksa, di antaranya 13 rekanan proyek. Mereka adalah pemilik CV yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek sambungan pipa ini dengan sistem penunjukan langsung (PL).
"Proyek pekerjaan ini tidak ada yang ditenderkan tetapi dipecah-pecah agar bisa dilakukan penunjukan langsung," kata Agung.
Untuk melandasi tindak lanjut penyidikan awal tersebut, Kejari Tulungagung menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur untuk mengetahui angka pasti kerugian negara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Ini masih hitungan atau estimasi sementara kami. Pastinya berapa nanti menunggu penghitungan ahli dari BPKP," kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tulungagung Agung Tri Radityo di Tulungagung, Jumat.
Kasus itu sendiri, menurut Agung Tri Radityo, sebenarnya telah diselidiki dan dilakukan pengumpulan barang bukti sejak akhir 2020.
Ia menjelaskan bahwa dana instalasi pipa untuk MBR ini berasal dari hibah APBN sebesar Rp2 miliar hingga Rp3,5 miliar per tahun.
Kejari Tulungagung saat ini fokus membidik dugaan korupsi yang pada tahun 2016—2019.
Dijelaskan pula bahwa kasus ini merupakan lanjutan dari perkara korupsi mantan Kabag Perawatan PDAM Tulungagung Djoko Hariyanto yang telah merugikan negara Rp1,3 miliar.
Djoko Hariyanto divonis bersalah, kemudian dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider kurungan 6 bulan penjara serta membayar uang pengganti sebesar Rp135 juta.
Kasus yang telah menjebloskan Djoko ini memang tidak berkaitan langsung dengan kasus proyek pipanisasi MBR yang nominal anggarannya setiap tahun mencapai Rp3,5 miliar tersebut.
Namun, Djoko dalam fungsinya sebagai pejabat PDAM diduga terkait.
Agung Tri mengatakan bahwa proyek dana hibah APBN pada tahun anggaran 2016—2019 untuk pembangunan 13 titik sambungan dengan panjang masing-masing titik bervariasi, antara 2 km dan 3 km.
Untuk menyelidiki kasus tersebut, Kejari Tulungagung menggandeng ahli pemipaan dari Universitas Merdeka Madiun.
Tim juga menggali pipa untuk melihat setiap sambungan. Setiap tahun anggaran, kata Agung, ada 1.000 sambungan pipa untuk MBR.
Setelah ditelusuri, tim penyidik menemukan adanya indikasi tumpang-tindih laporan serta beberapa diidentifikasi sebagai proyek fiktif.
"Memang ada beberapa pekerjaan yang dilaporkan. Namun, sebenarnya tidak dikerjakan. Ada pula temuan pekerjaan lama yang didokumentasi ulang dan diklaim sebagai pekerjaan baru dan seterusnya," kata Agung.
Pemeriksaan lapangan ini adalah bagian penyelidikan dalam kasus dugaan korupsi di PDAM Tulungagung.
Sebanyak 36 saksi telah diperiksa, di antaranya 13 rekanan proyek. Mereka adalah pemilik CV yang ditunjuk untuk mengerjakan proyek sambungan pipa ini dengan sistem penunjukan langsung (PL).
"Proyek pekerjaan ini tidak ada yang ditenderkan tetapi dipecah-pecah agar bisa dilakukan penunjukan langsung," kata Agung.
Untuk melandasi tindak lanjut penyidikan awal tersebut, Kejari Tulungagung menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Timur untuk mengetahui angka pasti kerugian negara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021