Kabupaten Lumajang menjadi salah satu kabupaten di Jawa Timur yang rawan bencana, salah satunya erupsi gunung berapi karena memiliki Gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Gunung yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut itu juga sebagai salah satu potensi andalan kabupaten yang berjuluk "Kota Pisang" karena material erupsi, berupa batu, kerikil, maupun pasir menjadi berkah bagi warga di lereng Semeru.
Gunung Semeru bertipe strato dengan kubah lava dan aktivitasnya saat ini di kawah Jonggring Seloko, tenggara puncaknya yang terbentuk sejak 1913.
Letusan Gunung Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian, berupa penghancuran kubah lava serta pembentukan kubah lava baru. Penghancuran kubah lava mengakibatkan pembentukan awan panas guguran, karakteristik gunung tersebut.
Pada 16 Januari 2021, pukul 17.24 WIB, terjadi erupsi Gunung Semeru dengan meluncurkan awan panas guguran berjarak empat kilometer ke arah Besuk Kobokan. Aktivitas guguran lava juga terjadi dengan jarak luncur 500 hingga 1.000 meter dari kawah Jonggring Seloko ke arah Besuk Kobokan.
Sebelumnya, erupsi juga terjadi pada 1 Desember 2020, pukul 01.23 WIB dan teramati awan panas guguran dari kubah puncak dengan jarak luncur yang lebih jauh, 2-11 kilometer ke arah Besuk Kobokan di sektor tenggara puncak Gunung Semeru.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan mengatakan erupsi Semeru karena adanya aliran magma dari dalam gunung ke permukaan kawah. Hal itu, berakibat letusan abu, aliran lava, dan awan panas.
Peningkatan aktivitas pada Desember 2020 di Gunung Semeru dan beberapa waktu terakhir lebih disebabkan tidak stabilnya batu lava di puncak. Hal itu menimbulkan awan panas.
Erupsi kembali terjadi pada pertengahan Januari 2021. Aktivitas vulkanik gunung tersebut masih fluktuatif, sedangkan statusnya tetap level II atau waspada.
Selama periode 1-15 Januari 2020 teramati aktivitas guguran lava pijar dengan jarak luncur 500-1.000 meter arah Besuk Kobokan. Kolom asap letusan teramati dengan ketinggian 200-300 meter warna asap putih tebal condong ke arah utara, kemudian sinar api teramati setinggi 10 meter di atas puncak.
Jumlah dan jenis gempa di Gunung Semeru yang terekam periode 1-15 Januari 2021 didominasi gempa guguran, gempa letusan, gempa embusan, dan getaran tremor harmonik.
Gempa-gempa vulkanik (gempa vulkanik dalam dan dangkal) terekam dengan jumlah rendah dan selama periode pengamatan terekam gempa awan panas guguran satu kali, sedangkan getaran banjir terekam 14 kejadian.
Setelah awan panas guguran pada 1 Desember 2020, secara visual menunjukkan masih tingginya guguran lava pijar dengan jarak luncur berkisar 500-1.000 meter arah Besuk Kobokan, sedangkan awan panas guguran masih teramati satu kejadian.
Hingga saat ini, ucapnya, kegempaan masih fluktuatif, didominasi gempa-gempa permukaan. Jumlah gempa guguran, gempa letusan, gempa embusan, dan getaran tremor harmonik dalam periode ini masih tinggi. Hal ini mengindikasikan pergerakan magma ke permukaan masih terjadi.
Namun, jumlah getaran banjir mulai meningkat, mengindikasikan mulai meningkatnya kejadian lahar di aliran Besuk Kobokan seiring meningkatnya curah hujan di wilayah tersebut.
Hendra mengimbau masyarakat mewaspadai bahaya erupsi Gunung Semeru, berupa lontaran batuan pijar di sekitar puncak, sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh, tergantung arah dan kecepatan angin.
Potensi bahaya lainnya berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah lava ke sektor tenggara dan selatan dari puncak. Jika terjadi hujan dapat terjadi lahar hujan di sepanjang aliran sungai yang airnya berhulu di puncak Gunung Semeru, sehingga harus diwaspadai.
PVMBG juga memberikan rekomendasi terkait larangan kepada masyarakat agar tidak beraktivitas dalam radius satu kilometer dari kawah/puncak Gunung Semeru dan jarak empat kilometer arah bukaan kawah di sektor selatan-tenggara, kemudian menjauhi atau tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas karena suhunya masih tinggi.
Warga juga diminta mewaspadai luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Besuk Kobokan dan ancaman lahar hujan di jalur sungai/lembah yang berhulu di Gunung Semeru karena banyaknya material vulkanik sudah terbentuk.
Mitigasi
Pemerintah Kabupaten Lumajang tentu sudah melakukan pemetaan dan mitigasi bencana erupsi Gunung Semeru karena ribuan warga di beberapa kecamatan berada di lereng gunung api tersebut.
Mitigasi struktural dan non-struktural dilakukan untuk meminimalisasi korban, sehingga pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat yang terdampak erupsi dapat dilakukan dengan cepat.
Kabid Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Logistik BPBD Lumajang Wawan Hadi Siswoyo mengatakan beberapa kecamatan di kawasan rawan erupsi, yakni Pronojiwo, Candipuro, dan Pasrujambe.
Daerah terdampak abu vulkanik tersebar di beberapa kecamatan sesuai arah angin, di antaranya Candipuro, Pronojiwo, Tempursari, Gucialit, dan Tempeh.
Ancaman lahar hujan di beberapa kecamatan yang dilalui daerah aliran sungai (DAS) yang airnya berhulu di Gunung Semeru, seperti Sungai Rejali, Besuk Kembar, Curah Kobokan, dan Besuk Sat.
Sejumlah daerah di lereng Gunung Semeru juga rawan banjir lahar hujan selama musim hujan. Sebanyak enam kecamatan yang dilalui aliran lahar hujan, yakni Tempursari, Pasrujambe, Candipuro, Tempeh, Pasirian, dan Pronojiwo.
BPBD Lumajang membentuk desa tangguh bencana di beberapa desa di lereng Gunung Semeru karena masuk kawasan rawan bencana, yakni Desa Pronojiwo, Supit Urang, Oro-Oro Ombo, dan Sumberurip (Kecamatan Pronojiwo), Desa Sumbermujur (Kecamatan Candipuro), serta Desa Pasrujambe (Kecamatan Pasrujambe).
Pembentukan desa tangguh bencana itu diharapkan mendorong masyarakat siap dan siaga, apabila sewaktu-waktu terjadi bencana erupsi Gunung Semeru. Masyarakat paham apa yang dilakukan saat bencana melanda kawasan setempat.
Sebanyak empat desa di Kecamatan Pronojiwo, yakni Pronojiwo, Supit Urang, Sumberurip, dan Oro-oro Ombo berada pada zona bahaya di Kawasan Rawan Bencana I erupsi Gunung Semeru karena jaraknya berkisar delapan kilometer dari puncak. Desa-desa itu masuk jangkauan lava pijar dan guguran awan panas apabila terjadi erupsi gunung tersebut.
"Kami juga sudah melakukan sosialisasi dan simulasi penanganan bencana erupsi Semeru, agar masyarakat dapat tanggap bencana sejak dini dan tangguh dalam menghadapi kemungkinan bencana erupsi yang sewaktu-waktu bisa terjadi," katanya.
BPBD juga memperkuat kapasitas masyarakat dan mengurangi kerentanan terhadap bencana. Masyarakat diberi kemampuan mengetahui tanda-tanda bahaya Gunung Semeru dan terus melakukan koordinasi dengan pos pantau di Gunung Sawur.
Selain itu, adanya kearifan lokal masyarakat Tengger dalam melakukan mitigasi bencana, juga punya peran penting dalam penanganan bencana Gunung Semeru.
Wawan berharap penanganan erupsi Gunung Semeru tidak hanya tanggung jawab BPBD, namun semua pihak dan masyarakat. Mereka harus bahu-membahu untuk mengantisipasi terjadinya korban dan penanganan dampaknya.
Perhatian
Terjadinya erupsi Gunung Semeru juga mendapat perhatian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kepala BNPB Doni Monardo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meninjau lokasi terdampak guguran lahar Semeru di Desa Supiturang, Dusun Curah Koboan, Kabupaten Lumajang, Kamis (3/12).
Doni mendorong pembuatan jalur evakuasi bagi warga dan hewan ternak, sebagai mitigasi guguran lahar dari aktivitas Gunung Semeru.
Pihak BNPB juga meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendukung pembangunan jalur evakuasi, sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana alam.
Doni mendorong pembuatan kembali jalur aliran lahar sehingga apabila terjadi guguran lahar tidak berdampak pada pemukiman warga.
"Membangun sebuah jalur evakuasi yang bisa memudahkan masyarakat untuk menuju ke tempat yang aman, termasuk juga membangun kembali aliran lahar agar tidak mengarah ke permukiman warga," katanya.
Ia mengatakan jalur evakuasi tersebut menjadi penting karena sejauh ini sudah ada rambu-rambu evakuasi, akan tetapi jalur evakuasi belum memadai.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan pengerukan jalur aliran lahar juga harus menjadi prioritas pemerintah daerah setempat karena ketebalan sedimentasi dari jalur aliran lahar sudah mencapai 15 meter.
Tebalnya sedimentasi lahar tersebut dapat menjadi permasalahan baru, apabila terjadi aktivitas erupsi Gunung Semeru, sehingga diharapkan material erupsi tidak meluber ke permukiman warga.
Khofifah juga meminta layanan komunikasi terkait perkembangan informasi aktivitas Semeru dapat dilakukan dengan baik, sehingga tidak muncul kabar tidak benar yang dapat meresahkan warga.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq menyambut baik saran BNPB dan Gubernur Jatim karena pemerintah daerah mengutamakan keselamatan masyarakat, khususnya warga yang tinggalnya paling dekat dengan Gunung Semeru.
"Saya mengimbau masyarakat tenang dan tidak panik ketika aktivitas Gunung Semeru meningkat, namun tetap meningkatkan kewaspadaannya karena bencana dapat terjadi sewaktu-waktu dan tidak bisa diprediksi," katanya.
Pemkab Lumajang juga berencana mendirikan pos pantau di Curah Kobokan sebagai salah satu upaya mengantisipasi dampak lahar hujan Gunung Semeru yang dapat terjadi saat hujan deras.
Kesiapsiagaan pemerintah dalam menangani bencana erupsi Semeru memang sangat diperlukan. Namun, kesiapsiagaan masyarakat untuk bisa mandiri dan tangguh dalam menghadapi bencana juga tidak kalah penting.
Hal demikian, sebagai salah satu upaya dan ikhtiar mengurangi risiko bencana di Kabupaten Lumajang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Gunung yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut itu juga sebagai salah satu potensi andalan kabupaten yang berjuluk "Kota Pisang" karena material erupsi, berupa batu, kerikil, maupun pasir menjadi berkah bagi warga di lereng Semeru.
Gunung Semeru bertipe strato dengan kubah lava dan aktivitasnya saat ini di kawah Jonggring Seloko, tenggara puncaknya yang terbentuk sejak 1913.
Letusan Gunung Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian, berupa penghancuran kubah lava serta pembentukan kubah lava baru. Penghancuran kubah lava mengakibatkan pembentukan awan panas guguran, karakteristik gunung tersebut.
Pada 16 Januari 2021, pukul 17.24 WIB, terjadi erupsi Gunung Semeru dengan meluncurkan awan panas guguran berjarak empat kilometer ke arah Besuk Kobokan. Aktivitas guguran lava juga terjadi dengan jarak luncur 500 hingga 1.000 meter dari kawah Jonggring Seloko ke arah Besuk Kobokan.
Sebelumnya, erupsi juga terjadi pada 1 Desember 2020, pukul 01.23 WIB dan teramati awan panas guguran dari kubah puncak dengan jarak luncur yang lebih jauh, 2-11 kilometer ke arah Besuk Kobokan di sektor tenggara puncak Gunung Semeru.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan mengatakan erupsi Semeru karena adanya aliran magma dari dalam gunung ke permukaan kawah. Hal itu, berakibat letusan abu, aliran lava, dan awan panas.
Peningkatan aktivitas pada Desember 2020 di Gunung Semeru dan beberapa waktu terakhir lebih disebabkan tidak stabilnya batu lava di puncak. Hal itu menimbulkan awan panas.
Erupsi kembali terjadi pada pertengahan Januari 2021. Aktivitas vulkanik gunung tersebut masih fluktuatif, sedangkan statusnya tetap level II atau waspada.
Selama periode 1-15 Januari 2020 teramati aktivitas guguran lava pijar dengan jarak luncur 500-1.000 meter arah Besuk Kobokan. Kolom asap letusan teramati dengan ketinggian 200-300 meter warna asap putih tebal condong ke arah utara, kemudian sinar api teramati setinggi 10 meter di atas puncak.
Jumlah dan jenis gempa di Gunung Semeru yang terekam periode 1-15 Januari 2021 didominasi gempa guguran, gempa letusan, gempa embusan, dan getaran tremor harmonik.
Gempa-gempa vulkanik (gempa vulkanik dalam dan dangkal) terekam dengan jumlah rendah dan selama periode pengamatan terekam gempa awan panas guguran satu kali, sedangkan getaran banjir terekam 14 kejadian.
Setelah awan panas guguran pada 1 Desember 2020, secara visual menunjukkan masih tingginya guguran lava pijar dengan jarak luncur berkisar 500-1.000 meter arah Besuk Kobokan, sedangkan awan panas guguran masih teramati satu kejadian.
Hingga saat ini, ucapnya, kegempaan masih fluktuatif, didominasi gempa-gempa permukaan. Jumlah gempa guguran, gempa letusan, gempa embusan, dan getaran tremor harmonik dalam periode ini masih tinggi. Hal ini mengindikasikan pergerakan magma ke permukaan masih terjadi.
Namun, jumlah getaran banjir mulai meningkat, mengindikasikan mulai meningkatnya kejadian lahar di aliran Besuk Kobokan seiring meningkatnya curah hujan di wilayah tersebut.
Hendra mengimbau masyarakat mewaspadai bahaya erupsi Gunung Semeru, berupa lontaran batuan pijar di sekitar puncak, sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh, tergantung arah dan kecepatan angin.
Potensi bahaya lainnya berupa awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah lava ke sektor tenggara dan selatan dari puncak. Jika terjadi hujan dapat terjadi lahar hujan di sepanjang aliran sungai yang airnya berhulu di puncak Gunung Semeru, sehingga harus diwaspadai.
PVMBG juga memberikan rekomendasi terkait larangan kepada masyarakat agar tidak beraktivitas dalam radius satu kilometer dari kawah/puncak Gunung Semeru dan jarak empat kilometer arah bukaan kawah di sektor selatan-tenggara, kemudian menjauhi atau tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas karena suhunya masih tinggi.
Warga juga diminta mewaspadai luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Besuk Kobokan dan ancaman lahar hujan di jalur sungai/lembah yang berhulu di Gunung Semeru karena banyaknya material vulkanik sudah terbentuk.
Mitigasi
Pemerintah Kabupaten Lumajang tentu sudah melakukan pemetaan dan mitigasi bencana erupsi Gunung Semeru karena ribuan warga di beberapa kecamatan berada di lereng gunung api tersebut.
Mitigasi struktural dan non-struktural dilakukan untuk meminimalisasi korban, sehingga pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat yang terdampak erupsi dapat dilakukan dengan cepat.
Kabid Pencegahan, Kesiapsiagaan, dan Logistik BPBD Lumajang Wawan Hadi Siswoyo mengatakan beberapa kecamatan di kawasan rawan erupsi, yakni Pronojiwo, Candipuro, dan Pasrujambe.
Daerah terdampak abu vulkanik tersebar di beberapa kecamatan sesuai arah angin, di antaranya Candipuro, Pronojiwo, Tempursari, Gucialit, dan Tempeh.
Ancaman lahar hujan di beberapa kecamatan yang dilalui daerah aliran sungai (DAS) yang airnya berhulu di Gunung Semeru, seperti Sungai Rejali, Besuk Kembar, Curah Kobokan, dan Besuk Sat.
Sejumlah daerah di lereng Gunung Semeru juga rawan banjir lahar hujan selama musim hujan. Sebanyak enam kecamatan yang dilalui aliran lahar hujan, yakni Tempursari, Pasrujambe, Candipuro, Tempeh, Pasirian, dan Pronojiwo.
BPBD Lumajang membentuk desa tangguh bencana di beberapa desa di lereng Gunung Semeru karena masuk kawasan rawan bencana, yakni Desa Pronojiwo, Supit Urang, Oro-Oro Ombo, dan Sumberurip (Kecamatan Pronojiwo), Desa Sumbermujur (Kecamatan Candipuro), serta Desa Pasrujambe (Kecamatan Pasrujambe).
Pembentukan desa tangguh bencana itu diharapkan mendorong masyarakat siap dan siaga, apabila sewaktu-waktu terjadi bencana erupsi Gunung Semeru. Masyarakat paham apa yang dilakukan saat bencana melanda kawasan setempat.
Sebanyak empat desa di Kecamatan Pronojiwo, yakni Pronojiwo, Supit Urang, Sumberurip, dan Oro-oro Ombo berada pada zona bahaya di Kawasan Rawan Bencana I erupsi Gunung Semeru karena jaraknya berkisar delapan kilometer dari puncak. Desa-desa itu masuk jangkauan lava pijar dan guguran awan panas apabila terjadi erupsi gunung tersebut.
"Kami juga sudah melakukan sosialisasi dan simulasi penanganan bencana erupsi Semeru, agar masyarakat dapat tanggap bencana sejak dini dan tangguh dalam menghadapi kemungkinan bencana erupsi yang sewaktu-waktu bisa terjadi," katanya.
BPBD juga memperkuat kapasitas masyarakat dan mengurangi kerentanan terhadap bencana. Masyarakat diberi kemampuan mengetahui tanda-tanda bahaya Gunung Semeru dan terus melakukan koordinasi dengan pos pantau di Gunung Sawur.
Selain itu, adanya kearifan lokal masyarakat Tengger dalam melakukan mitigasi bencana, juga punya peran penting dalam penanganan bencana Gunung Semeru.
Wawan berharap penanganan erupsi Gunung Semeru tidak hanya tanggung jawab BPBD, namun semua pihak dan masyarakat. Mereka harus bahu-membahu untuk mengantisipasi terjadinya korban dan penanganan dampaknya.
Perhatian
Terjadinya erupsi Gunung Semeru juga mendapat perhatian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Kepala BNPB Doni Monardo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meninjau lokasi terdampak guguran lahar Semeru di Desa Supiturang, Dusun Curah Koboan, Kabupaten Lumajang, Kamis (3/12).
Doni mendorong pembuatan jalur evakuasi bagi warga dan hewan ternak, sebagai mitigasi guguran lahar dari aktivitas Gunung Semeru.
Pihak BNPB juga meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendukung pembangunan jalur evakuasi, sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana alam.
Doni mendorong pembuatan kembali jalur aliran lahar sehingga apabila terjadi guguran lahar tidak berdampak pada pemukiman warga.
"Membangun sebuah jalur evakuasi yang bisa memudahkan masyarakat untuk menuju ke tempat yang aman, termasuk juga membangun kembali aliran lahar agar tidak mengarah ke permukiman warga," katanya.
Ia mengatakan jalur evakuasi tersebut menjadi penting karena sejauh ini sudah ada rambu-rambu evakuasi, akan tetapi jalur evakuasi belum memadai.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan pengerukan jalur aliran lahar juga harus menjadi prioritas pemerintah daerah setempat karena ketebalan sedimentasi dari jalur aliran lahar sudah mencapai 15 meter.
Tebalnya sedimentasi lahar tersebut dapat menjadi permasalahan baru, apabila terjadi aktivitas erupsi Gunung Semeru, sehingga diharapkan material erupsi tidak meluber ke permukiman warga.
Khofifah juga meminta layanan komunikasi terkait perkembangan informasi aktivitas Semeru dapat dilakukan dengan baik, sehingga tidak muncul kabar tidak benar yang dapat meresahkan warga.
Bupati Lumajang Thoriqul Haq menyambut baik saran BNPB dan Gubernur Jatim karena pemerintah daerah mengutamakan keselamatan masyarakat, khususnya warga yang tinggalnya paling dekat dengan Gunung Semeru.
"Saya mengimbau masyarakat tenang dan tidak panik ketika aktivitas Gunung Semeru meningkat, namun tetap meningkatkan kewaspadaannya karena bencana dapat terjadi sewaktu-waktu dan tidak bisa diprediksi," katanya.
Pemkab Lumajang juga berencana mendirikan pos pantau di Curah Kobokan sebagai salah satu upaya mengantisipasi dampak lahar hujan Gunung Semeru yang dapat terjadi saat hujan deras.
Kesiapsiagaan pemerintah dalam menangani bencana erupsi Semeru memang sangat diperlukan. Namun, kesiapsiagaan masyarakat untuk bisa mandiri dan tangguh dalam menghadapi bencana juga tidak kalah penting.
Hal demikian, sebagai salah satu upaya dan ikhtiar mengurangi risiko bencana di Kabupaten Lumajang.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021