Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) menyampaikan sejumlah masukan soal Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagai aturan pelaksana UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Jakarta, kamis.

Organisasi para bupati se-Indonesia ini menyampaikan langsung kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil.

"Para bupati berterima kasih kepada Presiden Jokowi dan Menteri ATR Bapak Sofyan Djalil yang sangat terbuka dalam menerima masukan dari Apkasi," ujar Ketua Umum Apkasi Abdullah Azwar Anas dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Azwar Anas, tata ruang merupakan pilar kehidupan sosial-ekonomi warga dan RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang diharapkan bisa menjadi gerbang pembuka untuk mewujudkan one spatial planning policy yang mampu menciptakan transparansi, keadilan dan kepastian hukum.

Katanya, Apkasi mencatat ada sejumlah masukan yang perlu diakomodasi dalam RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang. Pertama, penguatan peran pemerintah daerah.

Pada prinsipnya, lanjut dia, Apkasi mendukung kebijakan penataan ruang terintegrasi yang diatur pemerintah pusat, tapi jangan sampai mengabaikan aspirasi pemerintah daerah yang sejatinya lebih memahami kondisi daerah, termasuk aspek sosial-ekonomi.

"Oleh karena itu, para bupati ingin agar peran pemda diperkuat termasuk di dalam forum penataan ruang. Karena forum itu bisa menjadi semacam pelapis yang bukan hanya bicara ekonomi dari aspek pelaku usaha semata, tapi juga kepentingan sosial-ekonomi warga," ujarnya.

Menurut Azwar Anas, penguatan peran pemda itu juga nantinya bisa mengantisipasi berbagai penyalahgunaan HGU yang dimiliki pribadi dalam jumlah besar.

"Selama ini ada HGU yang di-KSO-kan dengan pihak ketiga, lalu pengelolaannya menyalahi tata ruang, sehingga bisa berdampak pada bencana. Kedua, yang disampaikan Apkasi adalah soal rencana detail tata ruang (RDTR)," katanya.

Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar menyampaikan bahwa Apkasi meminta pemerintah pusat untuk memberi ruang lebih bagi pemerintah daerah dalam rencana detail tata ruang.

"Mengingat masih banyak kabupaten belum memiliki RDTR secara keseluruhan, dan untuk penyusunan RDTR diperlukan waktu serta anggaran, meskipun ditetapkan melalui peraturan bupati, maka disarankan agar pemberlakuan penetapan RDTR melalui Peraturan Presiden dapat ditunda dua atau tiga  tahun," katanya.

Apkasi juga menyoroti masih adanya tumpang tindih antara RPP aturan pelaksana UU Cipta Kerja terutama dalam RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang dan RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah.

Dalam RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang disebutkan bahwa RDTR akan ditetapkan dengan Perpres jika kepala daerah belum menetapkannya sesuai batas waktu yang telah ditentukan.

Sedangkan dalam RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah disebutkan, jika daerah belum menyediakan RDTR dengan peraturan kepala daerah (perkada), maka daerah dapat menerbitkan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang.

"Terkait dua pasal pada dua RPP tersebut, kami mengusulkan pada RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang agar pemberlakuan penetapan RDTR melalui Perpres dapat ditunda, sedangkan RPP Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah dapat tetap dilaksanakan," kata Bupati Bogor Ade Yasin menambahkan.

Apkasi juga menyampaikan pemerintah pusat juga perlu memberi insentif bagi daerah yang mampu mempertahankan atau bahkan menambah luasan ruang terbuka hijau (RTH) di atas 30 persen.

Insentif tersebut bisa dimasukkan di RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang agar luasan RTH bisa dijaga dan ditambah, dan insentif bisa digunakan daerah untuk menambah RTH baru.

Dalam pertemuan itu, Selain Ketua Apkasi Abdullah Azwar Anas, juga hadir Ketua Pokja Apkasi tentang RPP/Rancangan Perpres Pelaksana UU Cipta Kerja yang juga Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, Bupati Bogor Ade Yasin dan Bupati Mempawah Erlina Ria Norsan. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021