Petugas Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, menggagalkan pengiriman ratusan burung berkicau tanpa dilengkapi dokumen.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi melalui penjelasan tertulis di Surabaya, Jumat, mengatakan sebanyak 715 ekor burung ditahan oleh pejabat Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Perak.
"Sampai saat ini, pemasukan burung tanpa dokumen masih marak di Surabaya dengan modus yang beragam," ucapnya.
Ia mengatakan semakin berkembangnya penghobi burung berkicau di kota besar Indonesia, termasuk Surabaya, menjadi salah satu pemicu tingginya permintaan burung tersebut.
Menurutnya, berbagai upaya dilakukan pedagang burung untuk memenuhi permintaan tersebut, salah satunya dengan mendatangkan burung berkicau dari daerah lain.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi melalui penjelasan tertulis di Surabaya, Jumat, mengatakan sebanyak 715 ekor burung ditahan oleh pejabat Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Perak.
"Sampai saat ini, pemasukan burung tanpa dokumen masih marak di Surabaya dengan modus yang beragam," ucapnya.
Ia mengatakan semakin berkembangnya penghobi burung berkicau di kota besar Indonesia, termasuk Surabaya, menjadi salah satu pemicu tingginya permintaan burung tersebut.
Menurutnya, berbagai upaya dilakukan pedagang burung untuk memenuhi permintaan tersebut, salah satunya dengan mendatangkan burung berkicau dari daerah lain.
"Namun, disayangkan bahwa pemasukan ratusan burung berkicau pada Senin (30/11) melalui Pelabuhan Jamrud - Tanjung Perak tanpa disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan," ujarnya.
Ia mengatakan ratusan burung tersebut terdiri dari manyar, gagak, pleci, kolibri, glatik belong, jalak tunggir merah, nuri hitam, nuri kelam, betet kelapa, elang buteo, dan kepodang mas.
"Salah satu di antaranya yang baru terjadi, diangkut truk barang dengan menggunakan jalur laut. Selanjutnya burung-burung tersebut dimasukkan ke dalam sangkar kawat, kardus dan kotak plastik bekas penyimpanan buah, lalu ditaruh di belakang kursi sopir untuk mengelabui petugas," katanya.
Sementara itu, Suci selaku dokter hewan karantina yang bertugas menambahkan bahwa 715 ekor burung tersebut disita petugas saat truk akan turun dari KM. Dharma Rucitra VII yang berlayar dari Makassar ke Surabaya.
Pengungkapan kasus penyelundupan ini berkat kerja sama dan koordinasi antara Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Kepolisian Tanjung Perak, dan BKSDA Jawa Timur.
"Pemasukan burung ini jelas melanggar UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan," ucapnya.
Berdasarkan pasal 88 dalam UU 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, pelanggaran terhadap persyaratan karantina antar area bisa dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
Ia mengatakan ratusan burung tersebut terdiri dari manyar, gagak, pleci, kolibri, glatik belong, jalak tunggir merah, nuri hitam, nuri kelam, betet kelapa, elang buteo, dan kepodang mas.
"Salah satu di antaranya yang baru terjadi, diangkut truk barang dengan menggunakan jalur laut. Selanjutnya burung-burung tersebut dimasukkan ke dalam sangkar kawat, kardus dan kotak plastik bekas penyimpanan buah, lalu ditaruh di belakang kursi sopir untuk mengelabui petugas," katanya.
Sementara itu, Suci selaku dokter hewan karantina yang bertugas menambahkan bahwa 715 ekor burung tersebut disita petugas saat truk akan turun dari KM. Dharma Rucitra VII yang berlayar dari Makassar ke Surabaya.
Pengungkapan kasus penyelundupan ini berkat kerja sama dan koordinasi antara Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Kepolisian Tanjung Perak, dan BKSDA Jawa Timur.
"Pemasukan burung ini jelas melanggar UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan," ucapnya.
Berdasarkan pasal 88 dalam UU 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, pelanggaran terhadap persyaratan karantina antar area bisa dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020