Sejumlah warga Kota Surabaya melaporkan beredarnya "surat cinta" dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang dinilai mencederai demokrasi menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya, Kamis.
"COVID-19 di Surabaya mulai tinggi lagi, apalagi ini menjelang masa akhir jabatannya. Harusnya Bu Risma fokus mengakhiri masa jabatan dengan menuntaskan berbagai persoalan di Surabaya," ujar seorang warga Yanti Mala di sela laporannya ke Bawaslu Surabaya.
Surat cinta dari Wali Kota Risma beramplop coklat itu dikirimkan ke segenap warga Surabaya sejak Selasa (1/12). Ada stempel bertulisan "Surat Bu Risma untuk Warga Surabaya" pada amplop yang dikirimkan melalui kurir itu.
Menurut dia, Risma seharusnya membiarkan warganya memilih sesuai keinginannya. Selain itu, wali kota Surabaya harusnya menegakkan netralitas agar jajaran di bawahnya patuh pada aturan, bukan malah mengabaikan netralitas yang harusnya dijunjung tinggi kepala daerah.
"Bu ciptakan demokrasi yang jujur, bersih dan indah, bukan malah dicederai dengan upaya-upaya yang menyalahi aturan," katanya.
Yanti menjelaskan Risma sebagai wali kota Surabaya diduga melanggar UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota dan/atau bupati dan wakil bupati.
"Juga diduga melanggar undang-undang Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dan atau Bupati dan Wakil Bupati," katanya.
Tidak hanya itu, Risma juga diduga melanggar Undang-undang pilkada pasal 71 ayat 1, 2, dan 3 dan juga menabrak PKPU 472017 pasal 24 ayat 3, pasal 29 ayat 3 dan pasal 33.
"Pada prinsipnya, kepala daerah yang berkaitan dengan jabatannya dilarang melakukan tindakan-tindakan atau kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," katanya.
Yanti juga melampirkan beberapa bukti dalam laporannya, di antaranya surat Risma untuk warga Surabaya, foto persiapan pembagian surat, dan rekaman wawancara yang mengirimkan surat.
Kekecawaan juga dialami warga Plemahan, Saymatu Martha. Ia mengatakan sejak menjadi warga Surabaya pada 1998, baru sekali ini mendapatkan surat langsung dari Wali Kota Risma ke alamat rumahnya di kawasan padat penduduk, Plemahan, Kelurahan Kedungdoro, Surabaya, pada Rabu (2/12).
"Awalnya senang, saya pikir isinya kenaikan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Tapi setelah saya buka isinya ajakan mencoblos pasangan Eri Cahyadi-Armuji di Pilkada Surabaya pada 9 Desember nanti," katanya.
Ia menyesalkan Wali Kota Risma begitu sibuk kampanye sehingga tidak fokus mengurusi warga yang kesusahan seperti dirinya. "Kami rindu Bu Risma yang dulu, yang menomorsatukan warganya, bukan Bu Risma yang sibuk kampanye seperti ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"COVID-19 di Surabaya mulai tinggi lagi, apalagi ini menjelang masa akhir jabatannya. Harusnya Bu Risma fokus mengakhiri masa jabatan dengan menuntaskan berbagai persoalan di Surabaya," ujar seorang warga Yanti Mala di sela laporannya ke Bawaslu Surabaya.
Surat cinta dari Wali Kota Risma beramplop coklat itu dikirimkan ke segenap warga Surabaya sejak Selasa (1/12). Ada stempel bertulisan "Surat Bu Risma untuk Warga Surabaya" pada amplop yang dikirimkan melalui kurir itu.
Menurut dia, Risma seharusnya membiarkan warganya memilih sesuai keinginannya. Selain itu, wali kota Surabaya harusnya menegakkan netralitas agar jajaran di bawahnya patuh pada aturan, bukan malah mengabaikan netralitas yang harusnya dijunjung tinggi kepala daerah.
"Bu ciptakan demokrasi yang jujur, bersih dan indah, bukan malah dicederai dengan upaya-upaya yang menyalahi aturan," katanya.
Yanti menjelaskan Risma sebagai wali kota Surabaya diduga melanggar UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota dan/atau bupati dan wakil bupati.
"Juga diduga melanggar undang-undang Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dan atau Bupati dan Wakil Bupati," katanya.
Tidak hanya itu, Risma juga diduga melanggar Undang-undang pilkada pasal 71 ayat 1, 2, dan 3 dan juga menabrak PKPU 472017 pasal 24 ayat 3, pasal 29 ayat 3 dan pasal 33.
"Pada prinsipnya, kepala daerah yang berkaitan dengan jabatannya dilarang melakukan tindakan-tindakan atau kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," katanya.
Yanti juga melampirkan beberapa bukti dalam laporannya, di antaranya surat Risma untuk warga Surabaya, foto persiapan pembagian surat, dan rekaman wawancara yang mengirimkan surat.
Kekecawaan juga dialami warga Plemahan, Saymatu Martha. Ia mengatakan sejak menjadi warga Surabaya pada 1998, baru sekali ini mendapatkan surat langsung dari Wali Kota Risma ke alamat rumahnya di kawasan padat penduduk, Plemahan, Kelurahan Kedungdoro, Surabaya, pada Rabu (2/12).
"Awalnya senang, saya pikir isinya kenaikan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Tapi setelah saya buka isinya ajakan mencoblos pasangan Eri Cahyadi-Armuji di Pilkada Surabaya pada 9 Desember nanti," katanya.
Ia menyesalkan Wali Kota Risma begitu sibuk kampanye sehingga tidak fokus mengurusi warga yang kesusahan seperti dirinya. "Kami rindu Bu Risma yang dulu, yang menomorsatukan warganya, bukan Bu Risma yang sibuk kampanye seperti ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020