Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur M. Sarmuji membacakan puisi berjudul "Terbanglah Bayi Rajawali" yang disiarkan melalui Youtube, Kamis, dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional.
''Ini puisi yang menggambarkan perasaan saya, perasaan istri saya dan barangkali perasaan semua orang tua yang untuk pertama kalinya melepaskan anaknya ke pondok pesantren," kata Sarmuji mengawali.
Menurut dia, banyak wali santri dihadapkan pada ingatan ketika awal mula melepas anak-anaknya ke psantren. Perasaan khawatir, namun harus tetap yakin menyelimuti hampir semua orang tau yang baru melepas anaknya berjauhan dalam menuntut ilmu.
Dalam bait puisinya, Sarmuji menuturkan, masih sangat terasa ujung jari yang dicium anaknya yang diibaratkan "Bayi Rajawali" saat akan berangkat ke pesantren. Demikian juga dengan tetesan air mata yang mengiringi kepergian sang anak dalam menuntut ilmu.
Namun, ujar Cak Sar-sapaan akrabnya, menyadari untuk meningkatkan harkat dan martabat serta derajat manusia tidak lain hanya dengan ilmu.
Alasan itulah yang menurut Cak Sar dan hampir semua wali santri harus tega melepas anaknya ke pesantren.
"Andai aku tak pernah membaca, mukmin yang kuat lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, pasti akan terus aku dekap dirimu," ujar Cak Sar dalam bait puisinya.
Cak Sar menggambarkan, canda tawa anak-anaknya yang membahagiakan dan bakal hilang selepas kepergianya ke pesantren, merupakan perjuangan berat untuk bersikap ikhlas.
Menurutnya, semua wali santri sadar, semakin didekap, maka anak akan semakin lemah. Untuk itu, ujarnya mengibaratkan, ia harus rela anaknya mengepakan sayap untuk belajar mengarungi kehidupan.
"Kepakan sayapmu, akan memperluas cakrawalamu, kepakan sayapmu akan menentukan masa depanmu," kata Cak Sar dalam puisinya.
Ia menyadari, sang anak yang diibaratkan sebagai "Bayi Rajawali" akan merasa takut ketinggian, menggigil diterpa angin gunung, bahkan takut dengan sinar mentari setelah sengaja dilempar dari sarang (rumah).
Cak Sar berpesan, santri tak perlu takut mengarungi angkasa. Terlebih, kata dia, sudah banyak santri merasakan hal serupa. Untuk itu, kepergian santri ke pondok sudah saatnya manjalani latihan menghadapi kehidupan.
"Jika engaku menggigil, ingatlah tanpa kepakan sayapmu, elang (burung) akan memangsamu sekalipun engaku bayi Rajawali," ujar Cak Sar masih dalam bait puisinya.
Bait tersebut menggambarkan, santri tak perlu takut mengarungi kehidupan di pesantren sebab banyak ancaman, godaan hidup yang bertebaran seiring bettumbuhnya usia dan pengetahuan.
Cak Sar menambahkan, sudah waktunya anak-anak merasakan suasana kehidupan di luar. Sementara sebagai orang tua, pihaknya hanya bisa mengarahkan sekaligus mendoakan dari jauh.
"Kepakan sayapmu, kepakan sayapmu, hanya itu yang akan nenjadikanmu kuat, selamat Hari Santri Nasional, Santri Sehat, Indonesia Kuat," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
''Ini puisi yang menggambarkan perasaan saya, perasaan istri saya dan barangkali perasaan semua orang tua yang untuk pertama kalinya melepaskan anaknya ke pondok pesantren," kata Sarmuji mengawali.
Menurut dia, banyak wali santri dihadapkan pada ingatan ketika awal mula melepas anak-anaknya ke psantren. Perasaan khawatir, namun harus tetap yakin menyelimuti hampir semua orang tau yang baru melepas anaknya berjauhan dalam menuntut ilmu.
Dalam bait puisinya, Sarmuji menuturkan, masih sangat terasa ujung jari yang dicium anaknya yang diibaratkan "Bayi Rajawali" saat akan berangkat ke pesantren. Demikian juga dengan tetesan air mata yang mengiringi kepergian sang anak dalam menuntut ilmu.
Namun, ujar Cak Sar-sapaan akrabnya, menyadari untuk meningkatkan harkat dan martabat serta derajat manusia tidak lain hanya dengan ilmu.
Alasan itulah yang menurut Cak Sar dan hampir semua wali santri harus tega melepas anaknya ke pesantren.
"Andai aku tak pernah membaca, mukmin yang kuat lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, pasti akan terus aku dekap dirimu," ujar Cak Sar dalam bait puisinya.
Cak Sar menggambarkan, canda tawa anak-anaknya yang membahagiakan dan bakal hilang selepas kepergianya ke pesantren, merupakan perjuangan berat untuk bersikap ikhlas.
Menurutnya, semua wali santri sadar, semakin didekap, maka anak akan semakin lemah. Untuk itu, ujarnya mengibaratkan, ia harus rela anaknya mengepakan sayap untuk belajar mengarungi kehidupan.
"Kepakan sayapmu, akan memperluas cakrawalamu, kepakan sayapmu akan menentukan masa depanmu," kata Cak Sar dalam puisinya.
Ia menyadari, sang anak yang diibaratkan sebagai "Bayi Rajawali" akan merasa takut ketinggian, menggigil diterpa angin gunung, bahkan takut dengan sinar mentari setelah sengaja dilempar dari sarang (rumah).
Cak Sar berpesan, santri tak perlu takut mengarungi angkasa. Terlebih, kata dia, sudah banyak santri merasakan hal serupa. Untuk itu, kepergian santri ke pondok sudah saatnya manjalani latihan menghadapi kehidupan.
"Jika engaku menggigil, ingatlah tanpa kepakan sayapmu, elang (burung) akan memangsamu sekalipun engaku bayi Rajawali," ujar Cak Sar masih dalam bait puisinya.
Bait tersebut menggambarkan, santri tak perlu takut mengarungi kehidupan di pesantren sebab banyak ancaman, godaan hidup yang bertebaran seiring bettumbuhnya usia dan pengetahuan.
Cak Sar menambahkan, sudah waktunya anak-anak merasakan suasana kehidupan di luar. Sementara sebagai orang tua, pihaknya hanya bisa mengarahkan sekaligus mendoakan dari jauh.
"Kepakan sayapmu, kepakan sayapmu, hanya itu yang akan nenjadikanmu kuat, selamat Hari Santri Nasional, Santri Sehat, Indonesia Kuat," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020