Aparat kepolisian membubarkan kegiatan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di beberapa tempat di Kota Surabaya, Senin, karena tidak mengantongi izin keramaian.
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan jika polisi membubarkan kegiatan yang berlangsung di beberapa tempat di Surabaya, seperti di Gedung Juang 45, Gedung Museum Nahdlatul Ulama (NU), dan Gedung Jabal Noer.
Video oleh Hanif Nashrullah
"Karena kita tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi COVID-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," kata Trunoyudo.
Trunoyudo melanjutkan pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada aturan Pemerintah nomor 60 tahun 2017 pada pasal 5 dan pasal 6 bahwa kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.
Dijelaskan perwira tiga melati emas di pundak tersebut, dalam aturan pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan. Jika kegiatannya bersifat nasional pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.
"Kita ketahui dari beberapa yang kita lihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu tepatnya Hari Sabtu," katanya.
Selanjutnya, alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, kata Trunoyudo, adalah pada masa pandemi keselamatan rakyat atau masyarakat adalah yang paling utama.
Hal tersebut, menurut mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat tersebut, adalah hukum tertinggi di masa pandemi ini.
"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di gedung Jabal Noer. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017," kata dia.
Pria yang akrab disapa Truno itu meningatkan bahwa setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment.
"Assessment adalah bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," tuturnya.
"Untuk situasi saat ini secara virtual lebih valid lah, termasuk ini kan pilkada dilakukan virtual dan aturan pilkada sudah jelas untuk pembatasan protokol kesehatan," katanya, menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan jika polisi membubarkan kegiatan yang berlangsung di beberapa tempat di Surabaya, seperti di Gedung Juang 45, Gedung Museum Nahdlatul Ulama (NU), dan Gedung Jabal Noer.
Video oleh Hanif Nashrullah
"Karena kita tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi COVID-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," kata Trunoyudo.
Trunoyudo melanjutkan pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada aturan Pemerintah nomor 60 tahun 2017 pada pasal 5 dan pasal 6 bahwa kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.
Dijelaskan perwira tiga melati emas di pundak tersebut, dalam aturan pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan. Jika kegiatannya bersifat nasional pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.
"Kita ketahui dari beberapa yang kita lihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu tepatnya Hari Sabtu," katanya.
Selanjutnya, alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, kata Trunoyudo, adalah pada masa pandemi keselamatan rakyat atau masyarakat adalah yang paling utama.
Hal tersebut, menurut mantan Kabid Humas Polda Jawa Barat tersebut, adalah hukum tertinggi di masa pandemi ini.
"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di gedung Jabal Noer. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017," kata dia.
Pria yang akrab disapa Truno itu meningatkan bahwa setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment.
"Assessment adalah bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," tuturnya.
"Untuk situasi saat ini secara virtual lebih valid lah, termasuk ini kan pilkada dilakukan virtual dan aturan pilkada sudah jelas untuk pembatasan protokol kesehatan," katanya, menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020