Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menerapkan protokol penanganan limbah secara khusus selama masa karantina klaster salah satu pondok pesantren di kabupaten setempat.

"Penanganan sampah dan limbah yang dihasilkan selama masa karantina (di pondok pesantren) ditangani secara khusus untuk menghindari penyebaran virus," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuwangi Husnul Khotimah di Banyuwangi, Selasa.

Dinas Lingkungan Hidup, katanya, mendapatkan tugas untuk menangani sampah dan limbah infeksius yang dihasilkan selama karantina, mulai dari para santri di ponpes, aktivitas tenaga kesehatan, hingga para relawan di dapur umum.

Menurut Husnul, limbah yang ditangani terdiri dari limbah padat dan cair. Limbah padat terbagi lagi menjadi limbah padat rumah tangga dan limbah padat berbahaya atau yang biasa disebut dengan limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3.

"Untuk limbah padat rumah tangga adalah sampah yang dihasilkan oleh dapur umum, seperti sisa bahan bahan masak, kertas, kantung plastik dan sebagainya. Sampah ini diambil setiap hari oleh petugas dan dibawa ke TPA, dan jumlahnya satu hari biasanya mencapai satu kontainer atau sekitar delapan meter kubik," kata Husnul.

Sedangkan limbah padat B3, lanjut dia, merupakan limbah yang dihasilkan oleh aktivitas tenaga medis, seperti masker, APD, sarung tangan dan sebagainya. Selain itu limbah yang dihasilkan oleh aktivitas santri juga termasuk dikategorikan dalam limbah B3.

"Contohnya boks makanan konsumsi para santri dan sisa makanan yang ada di dalamnya. Kami kategorikan sebagai limbah infeksius," paparnya.

Husnul mengatakan sampai saat ini sebanyak 6000 santri menjalani masa karantina di dalam pondok pesnatren, dan mereka mendapatkan jatah makan dari dapur umum tiga kali sehari. Semua sampah kotak makan dan sisa makanan tersebut termasuk dikelola sebagai limbah B3.

Bahkan, kotak makanan terlebih dahulu harus didesinfeksi sebelum dimasukkan ke plastik sampah, kemudian diikat dan kembali disemprotkan disinfeksi sebelum dibawa pengangkut sampah.

"Jadi, diamankan sebelum nanti langsung dimasukkan ke insinerator atau mesin pembakar sampah. Pembakaran limbah boks makanan pasien corona itu untuk mencegah penyebaran virus, karena kalau bungkus boks dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) kemudian dibongkar pemulung itu malah berbahaya," katanya.

Sementara semua limbah B3 tersebut, lanjut Husnul, pihak DLH menggandeng pihak ketiga yang memiliki sertifikasi untuk pengelolaan limbah B3 dari Kementrian Kesehatan.

"Kami mengandeng pihak ketiga karena Banyuwangi belum memiliki alat insenerator 800 derajat untuk mengelola limbah B3. Limbah B3 sendiri wajib diolah dengan alat tersebut untuk menghindari adanya penyebaran penyakit maupun unsur berbahaya dari limbah tersebut," ujarnya.

DLH juga mengelola limbah cair, yakni limbah yang dihasilkan oleh toilet umum portable yang disediakan bagi relawan di dapur umum maupun bagi  petugas kesehatan. "Limbah ini juga diambil setiap hari oleh petugas kami," katanya. (*)

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020