Juru Bicara Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan penunjukan Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Andika Perkasa dan Wakil Kepala Kepolisian Indonesia Komisaris Jenderal Polisi Gatot Pramono sebagai wakil ketua pelaksana Komite Kebijakan untuk mempercepat penanganan COVID-19.
Purwono, dalam siaran pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, penanganan bencana non-alam, yaitu pandemi COVID-19 yang meluas di seluruh Indonesia harus dilakukan secara bersama melibatkan seluruh unsur, termasuk TNI dan Kepolisian Republik Indonesia.
Ia menekankan keterlibatan TNI dan Kepolisian Indonesia dalam komite itu tidak akan mengurusi soal ekonomi dan penegakan hukum, tetapi akan fokus pada upaya penertiban.
Ia menjelaskan kehadiran kedua institusi itu dalam penanganan COVID-19 sangat dibutuhkan, terutama untuk menegakkan disiplin masyarakat dalam menaati protokol kesehatan dengan lebih intens, luas, dan masif.
Selain itu juga membantu hal teknis yang sulit jika hanya dilakukan oleh birokrat, contohnya distribusi bansos. Kemudian juga untuk mendukung upaya penanggulangan COVID-19 di bidang kesehatan dan kemanusiaan.
"Keterlibatan aparat keamanan dalam penanganan COVID-19 juga terjadi di banyak negara, ketika aparat keamanan ditempatkan pada posisi strategis untuk mempercepat langkah penanganan COVID-19. Amerika (Serikat), Inggris, Myanmar, Australia, Tiongkok, dan Sri Lanka, Malaysia, Singapura, dan sejumlah negara lain mengambil langkah yang sama," ujarnya.
Ia mengatakan mengacu pada UU Nomor 34/2004 tentang TNI, TNI juga menyelenggarakan tugas pokok Operasi Militer Selain Perang, termasuk membantu pemerintah dalam mengatasi akibat bencana alam.
Sedangkan dalam UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, tugas pokoknya untuk melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Secara hukum, keterlibatan TNI dan Polri tidak menyalahi aturan," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Purwono, dalam siaran pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, penanganan bencana non-alam, yaitu pandemi COVID-19 yang meluas di seluruh Indonesia harus dilakukan secara bersama melibatkan seluruh unsur, termasuk TNI dan Kepolisian Republik Indonesia.
Ia menekankan keterlibatan TNI dan Kepolisian Indonesia dalam komite itu tidak akan mengurusi soal ekonomi dan penegakan hukum, tetapi akan fokus pada upaya penertiban.
Ia menjelaskan kehadiran kedua institusi itu dalam penanganan COVID-19 sangat dibutuhkan, terutama untuk menegakkan disiplin masyarakat dalam menaati protokol kesehatan dengan lebih intens, luas, dan masif.
Selain itu juga membantu hal teknis yang sulit jika hanya dilakukan oleh birokrat, contohnya distribusi bansos. Kemudian juga untuk mendukung upaya penanggulangan COVID-19 di bidang kesehatan dan kemanusiaan.
"Keterlibatan aparat keamanan dalam penanganan COVID-19 juga terjadi di banyak negara, ketika aparat keamanan ditempatkan pada posisi strategis untuk mempercepat langkah penanganan COVID-19. Amerika (Serikat), Inggris, Myanmar, Australia, Tiongkok, dan Sri Lanka, Malaysia, Singapura, dan sejumlah negara lain mengambil langkah yang sama," ujarnya.
Ia mengatakan mengacu pada UU Nomor 34/2004 tentang TNI, TNI juga menyelenggarakan tugas pokok Operasi Militer Selain Perang, termasuk membantu pemerintah dalam mengatasi akibat bencana alam.
Sedangkan dalam UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, tugas pokoknya untuk melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Secara hukum, keterlibatan TNI dan Polri tidak menyalahi aturan," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020