Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur mendesak pemerintah melakukan percepatan penyaluran stimulus yang dijanjikan dan memberikan diskresi terhadap aturan yang memberatkan pengusaha, setelah BPS mencatat adanya kontraksi cukup dalam pada ekonomi setempat sebesar 5,9 persen di triwulan II/2020.
"Hal ini perlu dilakukan agar Jatim tidak masuk pada jurang resesi, dan pada triwulan III/2020 bisa tumbuh positif," kata Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto dikonfirmasi, Jumat.
Baca juga: Jatim catat pertumbuhan negatif 5,90 persen pada triwulan II-2020
Ia mengatakan kontraksi atau minus yang disebabkan pandemi COVID-19 telah dirasakan semua sektor, karena pergerakan manusia sangat dibatasi.
"Untuk itu, perlu langkah konkret menaikkan konsumsi dalam negeri dan daya beli masyarakat kembali bergairah," kata Adik kepada wartawan.
Baca juga: Semester I-2020, realisasi investasi di Jatim tembus Rp51 triliun
Menurut dia, sebenarnya pemerintah pusat sudah banyak mengeluarkan kebijakan penanganan dampak COVID-19, di antaranya stimulus pajak, restrukturisasi kredit hingga stimulus permodalan, termasuk juga diskon atau pembebasan pembayaran listrik rumah tangga. Namun, dalam pelaksanaannya, stimulus tidak berjalan bagus dan tidak banyak yang bisa menikmatinya karena kurangnya sosialisasi.
"Bahkan stimulus perpajakan hingga saat ini belum banyak yang memanfaatkan. Di wilayah DJP Jatim II yang meliputi 16 kabupaten kota di Jatim misalnya, hanya ada sekitar 12 ribu wajib pajak yang telah manfaatkan atau kurang dari 1 persen dari total Wajib Pajak (WP) di wilayah tersebut yang mencapai 1,9 juta WP," katanya.
Baca juga: Gubernur Khofifah dorong industri lokal Jatim perluas pasar luar negeri
Selain itu, hambatan lainnya yakni adanya sejumlah aturan yang berbelit dan memberatkan pengusaha dalam menjalankan usahanya, sehingga harus dipangkas atau ditangguhkan minimal dua tahun.
"Misalkan sertifikat kesehatan untuk ekspor produk UMKM yang tidak diharuskan oleh negara tujuan. Atau sertifikat pelaut yang harus diperbarui setiap tahun. Selain itu, kebijakan yang diambil oleh pemerintah di tingkat daerah harus sama dan seiring dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat, tidak boleh ambigu," katanya.
Baca juga: Gubernur Khofifah ajak pelaku UMKM Jatim agresif ajukan kredit
Kadin Jatim, kata Adik, akan berupaya menyosialisasikannya dan bergerak bersama, bersatu dengan menyamakan tujuan agar terhindar dari resesi.
"Dengan penanganan yang tepat dan cepat, Kadin Jatim sangat yakin Indonesia tidak akan terjerumus pada resesi," kata Adik, berharap.
Sebelumnya, BPS Jatim mencatat pertumbuhan ekonomi di wilayah setempat pada triwulan II tahun 2020 terkontraksi atau minus 5,90 persen karena pandemi COVID-19 yang disusul kebijakan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kepala BPS Jatim, Dadang Hardiwan mengatakan pertumbuhan negatif terjadi hampir di semua sektor lapangan usaha dan dipengaruhi COVID-19 disusul adanya kebijakan PSBB.
"Hal ini membatasi ruang gerak masyarakat maupun perusahaan dalam beraktivitas, dan berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Hal ini perlu dilakukan agar Jatim tidak masuk pada jurang resesi, dan pada triwulan III/2020 bisa tumbuh positif," kata Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto dikonfirmasi, Jumat.
Baca juga: Jatim catat pertumbuhan negatif 5,90 persen pada triwulan II-2020
Ia mengatakan kontraksi atau minus yang disebabkan pandemi COVID-19 telah dirasakan semua sektor, karena pergerakan manusia sangat dibatasi.
"Untuk itu, perlu langkah konkret menaikkan konsumsi dalam negeri dan daya beli masyarakat kembali bergairah," kata Adik kepada wartawan.
Baca juga: Semester I-2020, realisasi investasi di Jatim tembus Rp51 triliun
Menurut dia, sebenarnya pemerintah pusat sudah banyak mengeluarkan kebijakan penanganan dampak COVID-19, di antaranya stimulus pajak, restrukturisasi kredit hingga stimulus permodalan, termasuk juga diskon atau pembebasan pembayaran listrik rumah tangga. Namun, dalam pelaksanaannya, stimulus tidak berjalan bagus dan tidak banyak yang bisa menikmatinya karena kurangnya sosialisasi.
"Bahkan stimulus perpajakan hingga saat ini belum banyak yang memanfaatkan. Di wilayah DJP Jatim II yang meliputi 16 kabupaten kota di Jatim misalnya, hanya ada sekitar 12 ribu wajib pajak yang telah manfaatkan atau kurang dari 1 persen dari total Wajib Pajak (WP) di wilayah tersebut yang mencapai 1,9 juta WP," katanya.
Baca juga: Gubernur Khofifah dorong industri lokal Jatim perluas pasar luar negeri
Selain itu, hambatan lainnya yakni adanya sejumlah aturan yang berbelit dan memberatkan pengusaha dalam menjalankan usahanya, sehingga harus dipangkas atau ditangguhkan minimal dua tahun.
"Misalkan sertifikat kesehatan untuk ekspor produk UMKM yang tidak diharuskan oleh negara tujuan. Atau sertifikat pelaut yang harus diperbarui setiap tahun. Selain itu, kebijakan yang diambil oleh pemerintah di tingkat daerah harus sama dan seiring dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat, tidak boleh ambigu," katanya.
Baca juga: Gubernur Khofifah ajak pelaku UMKM Jatim agresif ajukan kredit
Kadin Jatim, kata Adik, akan berupaya menyosialisasikannya dan bergerak bersama, bersatu dengan menyamakan tujuan agar terhindar dari resesi.
"Dengan penanganan yang tepat dan cepat, Kadin Jatim sangat yakin Indonesia tidak akan terjerumus pada resesi," kata Adik, berharap.
Sebelumnya, BPS Jatim mencatat pertumbuhan ekonomi di wilayah setempat pada triwulan II tahun 2020 terkontraksi atau minus 5,90 persen karena pandemi COVID-19 yang disusul kebijakan pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kepala BPS Jatim, Dadang Hardiwan mengatakan pertumbuhan negatif terjadi hampir di semua sektor lapangan usaha dan dipengaruhi COVID-19 disusul adanya kebijakan PSBB.
"Hal ini membatasi ruang gerak masyarakat maupun perusahaan dalam beraktivitas, dan berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat," katanya.
Editor : Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020