Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan seharusnya tes cepat atau rapid test untuk santri Pondok Gontor 2 digratiskan, apalagi pesantren tersebut menjadi klaster COVID-19.
Jazilul Fawaid dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan tidak mudah dan tidak murah untuk ukuran orangtua santri jika harus melakukan rapid test bagi anak mereka.
Biayanya hampir Rp 400.000-an per anak, Kata Jazilul Fawaid yang juga Wakil Ketua Umum PKB itu.
Jazilul Fawaid yang akrab disapa Gus Jazil ini berani mengatakan hal itu karena dia punya tiga keponakan yang menjadi santri di Pesantren Gontor, di mana mereka diminta biaya rapid test dan bayar bis rombongan.
Gus Jazil juga kecewa atas sikap Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni yang menyalahkan santri saat kembali ke pondok pesantren di Ponorogo tidak melengkapi diri dengan surat keterangan rapid test.
Dia memahami Kota Reog itu memiliki aturan, yakni mengharuskan para santri yang kembali ke pesantren agar melengkapi diri dengan surat keterangan rapid test.
Tapi jangan seolah-olah menyalahkan santri, orangtua santri, dan pengasuh pesantren, katanya.
Pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu berharap Pemerintah Kabupaten Ponorogo tidak hanya memberi imbauan namun juga harus membantu para santri.
Semestinya para santri dibantu, disubsidi, bahkan digratiskan dalam masalah tes cepat COVID-19. Hal demikian lanjut Gus Jazil bukan mengada-ada karena di tengah pandemik, pendapatan para wali (orang tua) santri menurun, sementara pengeluaran untuk anak mereka malah bertambah bila adanya kewajiban untuk rapid test dengan biaya sendiri.
Belum lagi dengan kebutuhan lain seperti buku, seragam, dan uang asrama, ucapnya.
Membantu rapid test kepada para santri menurut Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu sangat mungkin dilakukan sebab saat ini penyerapan anggaran di kementerian kesehatan dan dinas kesehatan masih tergolong rendah.
"Kalau masih rendah penyerapan anggarannya, kenapa tidak dialokasikan sebagian untuk para santri. Misalnya dengan mendirikan pelayan rapid test gratis untuk para santri, kata Gus Jazil.
Skenario kedua untuk membantu para santri dalam soal tes cepat, menurut Gus Jazil, caranya yakni Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengusulkan atau bisa bekerja sama dengan pemerintah kabupaten atau kota dan provinsi dari asal santri.
Kan bisa bersinergi antar pemerintah daerah, ucapnya.
Lebih lanjut, sinergi antar pemerintah kabupaten, kota, provinsi, dan pusat menurutnya memang sudah semestinya dilakukan agar program yang ada bisa dijalankan sesuai rencana dan terintegrasi. Dia mengingatkan, jangan sampai masalah sudah besar baru kemudian minta bantuan.
"Bantuan kepada pesantren dalam masalah fasilitas kesehatan dalam pencegahan COVID-19, sudah lama diperjuangkan. Syukur aspirasi kita sudah ditanggapi Istana, ujarnya.
Gus Jazil bersuara keras terhadap masalah ini sebab Pondok Pesantren Gontor 2 Ponorogo, Jawa Timur, menjadi klaster COVID-19. Pesantren favorit itu memiliki ribuan santri, tercatat hingga Sabtu, 11 Juli 2020, 12 santri positif terjangkit COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Jazilul Fawaid dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan tidak mudah dan tidak murah untuk ukuran orangtua santri jika harus melakukan rapid test bagi anak mereka.
Biayanya hampir Rp 400.000-an per anak, Kata Jazilul Fawaid yang juga Wakil Ketua Umum PKB itu.
Jazilul Fawaid yang akrab disapa Gus Jazil ini berani mengatakan hal itu karena dia punya tiga keponakan yang menjadi santri di Pesantren Gontor, di mana mereka diminta biaya rapid test dan bayar bis rombongan.
Gus Jazil juga kecewa atas sikap Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni yang menyalahkan santri saat kembali ke pondok pesantren di Ponorogo tidak melengkapi diri dengan surat keterangan rapid test.
Dia memahami Kota Reog itu memiliki aturan, yakni mengharuskan para santri yang kembali ke pesantren agar melengkapi diri dengan surat keterangan rapid test.
Tapi jangan seolah-olah menyalahkan santri, orangtua santri, dan pengasuh pesantren, katanya.
Pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu berharap Pemerintah Kabupaten Ponorogo tidak hanya memberi imbauan namun juga harus membantu para santri.
Semestinya para santri dibantu, disubsidi, bahkan digratiskan dalam masalah tes cepat COVID-19. Hal demikian lanjut Gus Jazil bukan mengada-ada karena di tengah pandemik, pendapatan para wali (orang tua) santri menurun, sementara pengeluaran untuk anak mereka malah bertambah bila adanya kewajiban untuk rapid test dengan biaya sendiri.
Belum lagi dengan kebutuhan lain seperti buku, seragam, dan uang asrama, ucapnya.
Membantu rapid test kepada para santri menurut Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu sangat mungkin dilakukan sebab saat ini penyerapan anggaran di kementerian kesehatan dan dinas kesehatan masih tergolong rendah.
"Kalau masih rendah penyerapan anggarannya, kenapa tidak dialokasikan sebagian untuk para santri. Misalnya dengan mendirikan pelayan rapid test gratis untuk para santri, kata Gus Jazil.
Skenario kedua untuk membantu para santri dalam soal tes cepat, menurut Gus Jazil, caranya yakni Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengusulkan atau bisa bekerja sama dengan pemerintah kabupaten atau kota dan provinsi dari asal santri.
Kan bisa bersinergi antar pemerintah daerah, ucapnya.
Lebih lanjut, sinergi antar pemerintah kabupaten, kota, provinsi, dan pusat menurutnya memang sudah semestinya dilakukan agar program yang ada bisa dijalankan sesuai rencana dan terintegrasi. Dia mengingatkan, jangan sampai masalah sudah besar baru kemudian minta bantuan.
"Bantuan kepada pesantren dalam masalah fasilitas kesehatan dalam pencegahan COVID-19, sudah lama diperjuangkan. Syukur aspirasi kita sudah ditanggapi Istana, ujarnya.
Gus Jazil bersuara keras terhadap masalah ini sebab Pondok Pesantren Gontor 2 Ponorogo, Jawa Timur, menjadi klaster COVID-19. Pesantren favorit itu memiliki ribuan santri, tercatat hingga Sabtu, 11 Juli 2020, 12 santri positif terjangkit COVID-19.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020