Pemimpin situs berita Filipina yang terkenal mengawasi secara ketat Presiden Rodrigo Duterte menghadapi hukuman enam tahun penjara setelah oleh pengadilan Manila, Senin, dinyatakan bersalah atas pencemaran nama baik di dunia maya.
Kasus itu dianggap sebagai ujian bagi kebebasan media di negara tersebut.
Maria Ressa, kepala eksekutif Rappler (www.rappler.com), didakwa dengan pencemaran nama baik di dunia maya terkait sebuah artikel 2012, yang diperbarui pada 2014.
Artikel tersebut mengaitkan seorang pengusaha dengan pembunuhan dan perdagangan manusia serta narkoba, mengutip informasi yang diperoleh dalam laporan intelijen dari sebuah lembaga tak spesifik.
Usai menjatuhkan vonis, Hakim Rainelda Estacio-Montesa mengatakan kebebasan pers tak dapat dijadikan sebagai sebuah "tameng".
Ressa, yang membantah melakukan kesalahan, diizinkan mengajukan pembebasan dengan jaminan.
Pencemaran nama baik di dunia maya menjadi salah satu tuntutan yang diajukan terhadap Ressa dan Rappler, yang menuai keprihatinan global soal media yang bebas dan terbuka di negara Asia Tenggara tersebut.
Izin operasi Rappler dibatalkan pada 2018 atas dugaan pelanggaran kepemilikan asing. Media itu juga berurusan dengan kasus yang melibatkan dugaan penggelapan pajak. Kedua kasus itu hingga kini masih bergulir.
Para pengamat media menyebutkan tuduhan terhadap Ressa merupakan rekayasa dan bertujuan mengintimidasi mereka yang menentang aturan Duterte, terutama tindakannya dalam memerangi narkoba yang berujung dengan kematian.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Kasus itu dianggap sebagai ujian bagi kebebasan media di negara tersebut.
Maria Ressa, kepala eksekutif Rappler (www.rappler.com), didakwa dengan pencemaran nama baik di dunia maya terkait sebuah artikel 2012, yang diperbarui pada 2014.
Artikel tersebut mengaitkan seorang pengusaha dengan pembunuhan dan perdagangan manusia serta narkoba, mengutip informasi yang diperoleh dalam laporan intelijen dari sebuah lembaga tak spesifik.
Usai menjatuhkan vonis, Hakim Rainelda Estacio-Montesa mengatakan kebebasan pers tak dapat dijadikan sebagai sebuah "tameng".
Ressa, yang membantah melakukan kesalahan, diizinkan mengajukan pembebasan dengan jaminan.
Pencemaran nama baik di dunia maya menjadi salah satu tuntutan yang diajukan terhadap Ressa dan Rappler, yang menuai keprihatinan global soal media yang bebas dan terbuka di negara Asia Tenggara tersebut.
Izin operasi Rappler dibatalkan pada 2018 atas dugaan pelanggaran kepemilikan asing. Media itu juga berurusan dengan kasus yang melibatkan dugaan penggelapan pajak. Kedua kasus itu hingga kini masih bergulir.
Para pengamat media menyebutkan tuduhan terhadap Ressa merupakan rekayasa dan bertujuan mengintimidasi mereka yang menentang aturan Duterte, terutama tindakannya dalam memerangi narkoba yang berujung dengan kematian.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020