Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, membuka pelaporan secara dalam jaringan (daring) bagi warga terdampak pandemi COVID-19 yang belum terdaftar di skema jaring pengaman sosial atau bantuan sosial, baik dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi, Selasa, mengatakan bahwa saat ini pemerintah pusat, provinsi, dan pemkab telah menyalurkan berbagai skema bansos dengan menjangkau 269.000 kepala keluarga. Jumlah tersebut melampaui warga miskin yang masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebanyak 193.000 KK.

"Namun, kami menyadari situasi sangat dinamis, ada kemungkinan warga terdampak belum menerima bantuan. Untuk itu, kami menyediakan pelaporan daring, selain warga bisa juga lapor ke desa atau kelurahan atau kecamatan," ujar Bupati Anas.

Oleh karena itu, katanya, tidak perlu saling menyalahkan jika ada warga yang belum terakomodir di skema jaring pengaman sosial.

"Jadi, tidak perlu marah, apalagi menyalahkan kepala desa, lurah, RT/RW jika menemukan warga yang perlu dibantu. Cukup laporkan di sini, ayo kita saling peduli," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Banyuwangi Budi Santoso mengatakan, terdapat dua fitur pada sistem pelaporan yang tautannya telah dibagikan ke berbagai akun media sosial Pemkab Banyuwangi tersebut.

Pertama, pelaporan warga terdampak COVID-19 yang belum menerima bantuan, warga bisa melaporkan dirinya sendiri atau melaporkan orang lain yang dinilai layak dibantu. Untuk warga yang melaporkan orang lain, ada kolom nama pelapor dan nomor telepon pelapor untuk verifikasi.

"Basisnya adalah nomor induk kependudukan (NIK) yang kami silangkan dengan Smart Kampung yang telah mempunyai basis data lengkap semua penerima bantuan. Jadi misal si A melaporkan tetangganya si B, nah padahal si B ternyata sudah terdaftar sebagai penerima bantuan, maka otomatis tertolak," katanya.

Fitur kedua adalah pengecekan penerima bansos. Warga cukup memasukkan NIK untuk mengetahui apakah sudah termasuk daftar penerima bantuan atau belum.

"Karena berbagai skema bantuan ini kan cairnya tidak bersamaam, ada case, warga A melihat warga B sudah menerima bantuan, kemudian melaporkan, padahal warga A ini juga sudah masuk daftar penerima bantuan untuk skema lain. Ini terjadi karena cairnya bantuan memang tidak bareng," paparnya.

Budi menambahkan, laporan warga yang masuk akan diverifikasi dengan dua tahap. Pertama, NIK disilangkan dengan basis data Pemkab Banyuwangi di Smart Kampung. Jika NIK terdeteksi sebagai penerima bantuan, maka otomatis tertolak. Smart Kampung sendiri adalah sistem digitalisasi pelayanan publik hingga tingkat desa yang dikembangkan Pemkab Banyuwangi.

"Misalnya ada anak muda melaporkan diri dengan memasukkan NIK-nya, padahal bapaknya sudah menerima Bantuan Sosial Tunai Kemensos, maka otomatis tertolak karena di sistem sudah terintegrasi satu keluarga. Demikian pula sebaliknya, jika memang belum menerima bantuan, otomatis permohonan diproses ke verifikasi tahap dua," ujarnya.

Verifikasi kedua, lanjut dia, ketika warga yang melapor memang belum menerima bansos lainnya, maka tim akan menilai kelayakannya.

"Jika dinyatakan layak, maka bantuan disalurkan. Kami bikin SOP, bantuan tersalurkan paling lambat seminggu sejak dinyatakan layak," ucapnya.

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020