Kalangan pengusaha terpaksa harus mengatur ulang bisnisnya akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di kawasan Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik diperpanjang hingga 25 Mei mendatang.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur Mufti Anam mendesak pemerintah harus total mulai menjalankan pengawasan hingga menjatuhkan sanksi kepada masyarakat yang melanggar dalam penerapan PSBB tahap dua yang dimulai Selasa ini hingga 25 Mei.

"Awalnya 14 hari, kemudian diperpanjang lagi. Sementara ke depannya kita juga belum tahu apakah diperpanjang lagi atau tidak. Mending tidak usah ada PSBB, tetapi proteksi tehadap masyarakat perlu diperketat," ujar Mufti Anam saat dikonfirmasi di Surabaya, Selasa.

Perpanjangan PSBB di Surabaya Raya yang meliputi wilayah Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik, lanjut Mufti, merupakan pukulan telak bagi pengusaha, karena rencana yang telah dirancang perusahaan menjadi gagal setelah tidak beroperasi lagi.

"Pemerintah harus memberi kepastian. Penerapan PSBB harus ditegakkan dengan sanksi tegas kepada masyarakat yang melanggar. Maka pengusaha bisa membuat rancangan waktu, kapan berhenti beroperasi dan kapan bisa mengoperasikan usahanya lagi," tuturnya.

Wakil Sekretaris Umum HIPMI Jawa Timur Hadrean Renanda mengungkapkan bahwa hanya pengusaha besar yang masih bisa bertahan di masa pandemi COVID-19. 

"Cuma pengusaha besar yang masih punya celengan. Pengusaha kecil, seperti penjual bakso, contohnya, harus bekerja harian agar tetap bertahan hidup," katanya.

Maka, Hadrean menilai PSBB akan efektif jika pemerintah mampu menyediakan kebutuhan masyarakat yang paling dasar, yaitu bahan pokok. 

"Apapun sanksinya bagi pelanggar PSBB, tidak akan ada yang takut selama pemerintah belum memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Mereka lebih takut tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarganya daripada dijatuhi sanksi tidak bisa ngurus SIM," ucapnya.

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020