Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) Bagong Suyoto mengungkapkan upaya pengelolaan dan pengurangan sampah membutuhkan pemilihan teknologi yang tepat agar dapat diperoleh hasil optimal.

"Dengan memilih teknologi yang tepat, maka diharapkan dapat mengolah dan mengurangi sampah hingga 80-90 persen, atau lebih mengesankan bisa mencapai 95-100 persen," katanya kepada wartawan di Surabaya, Jumat. 

Untuk itu dia mendorong kota-kota besar di Indonesia yang memproduksi lebih dari 8.000 ton sampah perhari perlu memiliki teknologi andalan yang mampu mereduksi sampah dalam skala besar. 

Dia menyarankan pengelolaan sampah di kota-kota besar dapat menggunakan teknologi "Waste to Energy" (WtE) dengan "proven technology" insenerasi dan plasma gasifikasi.

"Pemahaman terhadap sub-sistem atau sub-komponen, harga dan biaya untuk melakukan analisa ekonomi dalam pengelolaan sampah juga perlu diketahui guna menentukan perhitungan biaya dan pilihan teknologi pengolahan sampah yang efesien, bermanfaat besar dan bergaransi jangka panjang," ucapnya. 

Bagong menjelaskan dalam pengelolaan sampah ada perbandingan biaya investasi, biaya operasional dan perawatan pengelolaan. 

"Penetapan perhitungan biaya-biaya itu berdasarkan kajian ilmiah dan merujuk pula pada Permen PU No.3/PRT/M/2013," ujarnya. 

Ketua Umum Koalisi Kawal Lingkungan (Kawali) Indonesia Lestari Puput TD Putra menandaskan pengelolaan masalah sampah tidak dapat diukur dari profit atau keuntungan semata, melainkan dari manfaat yang dirasakan melalui usaha pengelolaan sampah. 

"Pengelolaan sampah tidak dapat hanya dilihat dari energi terbarukan yang dihasilkan, melainkan lebih pada investasi jangka panjang yakni kebersihan," ujarnya. 

Dia menunjuk pada program pemerintah untuk meningkatkan energi terbarukan dari pengelolaan sampah dengan target 23 persen di tahun 2025, namun dinilai belum berjalan efektif karena saat ini masih mencapai 10 persen dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

"Persepsi ini perlu diluruskan karena sampah adalah tanggung jawab kita semua, termasuk pemerintah. Pengelolaan sampah bukan semata untuk menghasilkan energi dengan biaya yang sangat mahal," katanya.

Sebagai sebuah investasi, Puput memaparkan, usaha pengelolaan sampah harus dilihat sebagai sebuah pelayanan jasa kepada masyarakat yang ikut mengeluarkan biaya untuk pengelolaannya. 

"Pengurangan volume sampah harus menjadi hal utama. Sedangkan energi yang dihasilkan dari pengolahan sampah itu adalah bonus yang patut disyukuri," tuturnya.
 

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020