Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia Jawa Timur (DPW APBMI Jatim) menyatakan menolak perubahan Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) "Omnibus Law" Cipta Kerja.
Ketua Umum DPW APBMI Jatim Kody Lamahayu Fredy menunjuk pada Pasal 91 (1) perubahan UU Nomor 17 Tahun 2008 dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang disebut sangat merugikan bagi pengusaha atau perusahaan bongkar muat pelabuhan.
"Satu-satunya pasal di RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berhubungan dengan APBMI ya cuma di Pasal 91 (1) UU 17/ 2008 itu saja. Kalau itu disahkan, bisa mematikan perusahaan bongkar muat," katanya saat konferensi pers di Surabaya, Jumat.
Kody menyesalkan karena eksekutif saat pembuatan RUU Omnibus Law sama sekali tidak melibatkan pengusaha.
"Seharusnya Kementerian Perhubungan mengajak bicara APBMI dulu sebelum membuat RUU Omnibus Law, khususnya saat merubah Pasal 91 (1) UU 17/ 2008," tuturnya.
Sekretaris DPW APBMI Endang Miansih menjelaskan sebelum dirubah menjadi RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dalam Pasal 91 (1) UU 17/ 2008 mengharuskan setiap pekerjaan bongkar muat atau pekerjaan yang berhubungan dengan kepelabuhan harus ada izin khusus.
"Izin khusus itu dikeluarkan dan diberikan pemerintah kepada Badan Usaha Pelabuhan atau BUP yang akan berkegiatan di pelabuhan. Saat ini izin khusus tersebut dihapus dalam RUU Omnibus Law," ujarnya.
Endang menandaskan, jika RUU Omnibus Law Cipta Kerja diberlakukan, maka BUP bisa mengerjakan seluruh pekerjaan di pelabuhan.
"Karenanya APBMI menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sebab hanya menguntungkan BUP dan bisa mematikan perusahaan bongkar muat," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Ketua Umum DPW APBMI Jatim Kody Lamahayu Fredy menunjuk pada Pasal 91 (1) perubahan UU Nomor 17 Tahun 2008 dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang disebut sangat merugikan bagi pengusaha atau perusahaan bongkar muat pelabuhan.
"Satu-satunya pasal di RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang berhubungan dengan APBMI ya cuma di Pasal 91 (1) UU 17/ 2008 itu saja. Kalau itu disahkan, bisa mematikan perusahaan bongkar muat," katanya saat konferensi pers di Surabaya, Jumat.
Kody menyesalkan karena eksekutif saat pembuatan RUU Omnibus Law sama sekali tidak melibatkan pengusaha.
"Seharusnya Kementerian Perhubungan mengajak bicara APBMI dulu sebelum membuat RUU Omnibus Law, khususnya saat merubah Pasal 91 (1) UU 17/ 2008," tuturnya.
Sekretaris DPW APBMI Endang Miansih menjelaskan sebelum dirubah menjadi RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dalam Pasal 91 (1) UU 17/ 2008 mengharuskan setiap pekerjaan bongkar muat atau pekerjaan yang berhubungan dengan kepelabuhan harus ada izin khusus.
"Izin khusus itu dikeluarkan dan diberikan pemerintah kepada Badan Usaha Pelabuhan atau BUP yang akan berkegiatan di pelabuhan. Saat ini izin khusus tersebut dihapus dalam RUU Omnibus Law," ujarnya.
Endang menandaskan, jika RUU Omnibus Law Cipta Kerja diberlakukan, maka BUP bisa mengerjakan seluruh pekerjaan di pelabuhan.
"Karenanya APBMI menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sebab hanya menguntungkan BUP dan bisa mematikan perusahaan bongkar muat," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020