Tren kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Probolinggo meningkat dari tahun 2018 ke tahun 2019, sehingga pemerintah daerah setempat gencar melakukan sosialisasi Peraturan Wali Kota Nomor 197 Tahun 2019 tentang Pengendalian Penyakit DBD.

"Catatan dari Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan KB menyebutkan pada 2018 kasus DBD sebanyak 37 kasus dengan satu pasien meninggal dunia, kemudian pada 2019 melonjak fantastis menjadi 215 kasus, dengan tiga pasien meninggal dunia," kata Asisten Pemerintahan Setda Kota Probolinggo Paeni Efendi saat membuka kegiatan sosialisasi di Kantor Wali Kota Probolinggo, Senin.

Menurutnya, berbagai upaya dilakukan Pemkot Probolinggo untuk memastikan agar masyarakat dapat terhindar dari gigitan nyamuk Aedes aegypti, karena jumlah warga yang terserang DBD naik tajam, yakni dari 37 kasus tahun 2018, menjadi 215 kasus di tahun 2019.

"Fakta itulah yang harus disikapi bersama-sama, sehingga dengan harapan upaya itu dapat meningkatkan kembali kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit DBD," tuturnya.

Ia mengatakan, dulu DBD tumbuh subur di kawasan kumuh, namun saat ini nyamuk bermigrasi ke kawasan perkotaan yang menggigit tua, muda, pria, wanita, anak-anak atau dewasa yang tidak menjaga kebersihan lingkungannya, sehingga pihaknya mengajak masyarakat menerapkan gaya hidup sehat ala Rasul yakni sehat hatinya (bersih), sehat pikirannya (mindset) dan sehat jiwanya (rapi, resik, rawat).

"Untuk mengantisipasi datangnya DBD, kami juga menyiapkan berbagai upaya mulai dari penerbitan surat edaran wali kota tentang kewaspadaan dan upaya pengendalian DBD, hingga sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat," katanya.

Paeni mengatakan, sosialisasi Peraturan Wali Kota Probolinggo tentang Pengendalian Penyakit DBD juga melibatkan juru pemantau jentik (jumantik), Tim Penggerak PKK Kelurahan/Kecamatan, Pokja I-III, LPM dan perwakilan tokoh masyarakat.

"Jumantik sendiri merupakan mitra puskesmas dalam mencegah dan menurunkan angka DBD. Selain itu, kader itu juga bertugas untuk memantau kondisi lingkungan sekitar dari penyebaran penyakit melalui kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)," ujarnya.

Ia berpesan kepada masyarakat, jika ada anggota keluarga atau masyarakat di lingkungan sekitar mengalami gejala DBD, agar langsung membawanya ke puskesmas terdekat, agar dapat ditangani sejak dini dan tidak terlambat.


Didik kader

Sementara Kepala Seksie Promosi Kesehatan Wiwiet Indrawati yang didaulat menjadi narasumber tunggal dalam kegiatan pagi itu menjelaskan, PSN itu terdiri dari pemantauan tempat perkembangbiakan, cara pemberantasan, mengetahui siklus nyamuk, memahami Angka Bebas Jentik (ABJ) dan mengetahui penggunaan larvasida (bubuk pembunuh jentik).

"Kami juga melakukan pendampingan dan monitoring Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (Juru Pemantau Jentik, red) oleh kader Jumantik di bawah koordinasi Puskesmas, camat, dan lurah," katanya.

Pihaknya bersama kader lingkungan juga menerapkan sistem 3M Plus yakni menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang, sedangkan plus-nya yaitu mengganti air vas bunga, memperbaiki saluran dan talang yang tidak lancar, menutup lubang-lubang pada potongan pohon, menaburkan bubuk pembunuh jentik, dan memelihara ikan pemakan jentik di kolam.

Selain itu, memasang kawat kasa di jendela, mengatur barang secara rapi dalam ruangan, memakai obat yang mencegah gigitan nyamuk, penanaman bunga pengusir nyamuk, dan membersihkan lingkungan.

"Gejala DBD itu biasanya meliputi demam tinggi, ruam atau bintik merah pada kulit, nyeri pada otot sendi, pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, hingga nyeri ulu hati," ujarnya.*

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020